CSSMoRA Isi Libur dengan Safari Pesantren
BERITA

CSSMoRA Isi Libur dengan Safari Pesantren

Solidaritas-uinsa.org – Akhir pekan biasa diisi jalan-jalan dan berkunjung ke suatu tempat yang menyenangkan. Mengajak keluarga dan teman menjadi pilihan asyik untuk menjauh sejenak dari kesibukan. Namun  tidak bagi sekelompok orang yang lebih memilih hari libur sebagai waktu belajar dan ngalap (cari, red) berkah. Seperti yang dilakukan pengurus dan anggota CSSMoRA (Community of Santri Scholars of Ministry of Religious Affairs) UIN Sunan Ampel Surabaya, yang mengadakan safari pesantren ke Pondok Pesantren Progresif Bumi Shalawat Sidoarjo (20/3).

Sebanyak 30 mahasiswa mewakili organisasi di bawah naungan Kementerian Agama tersebut menjadi saksi kemegahan Pondok Pesantren yang berlokasi di Jl. Kiai Dasuki No. 1 Lebo Sidoarjo. Penyampaian materi oleh  Gus Aria Muhammad Ali, Direktur Pesantren mewakili KH. Agoes Ali Masyhuri yang berhalangan karena bepergian, menjadi agenda utama kunjungan tahunan ini. Sebelumnya, Ketua CSSMoRA UINSA, Muhammad Namiruddin Naqiy, dalam sambutannya menjelaskan tujuan kegiatan tersebut. “Kegiatan ini merupakan program kerja Departemen P3M (Pengembangan Pesantren dan Pengabdian Masyarakat) CSSMoRA UINSA. Kunjungan kami ini bermaksud untuk belajar dan silaturrahim, juga sebagai modal kami mengabdi kelak,” ujarnya di hadapan peserta safari.

Hal ini sejalan dengan tema yang diusung, Transformasi santri dalam kehidupan mengabdi. Naqiy juga menambahkan bahwa semua peserta safari berasal dari berbagai pesantren di Indonesia yang mendapat beasiswa dari Kementerian Agama Republik Indonesia. Untuk itu ia sangat berharap dari kunjungan ini banyak ilmu yang diperoleh dan berguna sebagai bekal pengabdian di masyarakat.

Hingga akhirnya Gus Aria menyampaikan materi tentang kepesantrenan, sosok sederhana dengan peci putih dan sarung khas santri tersebut mengawali penyampaiannya tentang sejarah cikal-bakal pesantren di Indonesia. Bagaimana dulu seorang ulama memiliki kemampuan yang komplet dan tidak ada istilah dikotomi ilmu dipaparkan dengan rinci kepada peserta. Bagi lelaki alumni Universitas Al-Ahgaff Yaman ini, tidak ada perbedaan dalam mempelajari semua ilmu, selama diniatkan untuk kebaikan. “Orang yang belajar ilmu ekonomi akan mendapat pahala jika diniatkan untuk kebaikan dan bisa mengembangkan ekonomi umat,” ungkap sosok yang bercita-cita membangun gedung pusat Ahlussunnah Waljamaah di selatan pesantren.

Pihaknya juga menegaskan bahwa anggapan pesantren hanya mempelajari ilmu agama sudah saatnya diubah, banyak hal yang bisa ditingkatkan di era digital ini. Sesuai dengan harapan dalam nama pondok, Progresif. Gus Aria yang masih keluarga dengan Pesantren Al-Anwar Sarang ini berharap terus ada peningkatan kualitas pondok pesantren yang didirikan ayahnya, KH. Agoes Ali Masyhuri.

Selain itu, Gus Aria dengan tegas menyatakan persoalan yang sering dialami pesantren di Indonesia terletak pada metodologi dan pengemasan. Menurutnya sepandai apapun orang jika tidak bisa mengemas maka akan kurang menarik minat orang lain untuk belajar. Hal ini diperolehnya dari seorang ulama terkemuka yang masih kakak kelasnya ketika belajar di Yaman, Buya Yahya. Buya Yahya terkenal sebagai sosok ulama yang kreatif dan pandai mengemas materi yang disampaikan kepada umat. Melalui radio dan media elektronik lainnya sang kakak kelas mengajak masyarakat mengaji.

Disamping pengembangan santri melalui pembelajaran, pesantren yang memiliki semboyan Kokoh spiritual mapan intelektual ini juga memberdayakan masyarakat sekitar. “Mari berdayakan masyarakat sekitar, bukan hanya dikasih air peceren (selokan, red) saja,” tandasnya. Infak mingguan dari santri menjadi langkah konkret kepedulian pihak pesantren kepada masyarakat di sekitar. Pesantren juga merekrut karyawan dari penduduk sekitar dan murabbi (pembimbing) di setiap kamar dari pesantren lain, seperti Sidogiri, Al-Anwar Sarang, dan pesantren lainnya.

Hal yang cukup unik dari pesantren ini, semua santri memiliki laptop dan diperbolehkan bermain game ketika hari libur saja, yaitu hari Ahad. Karena menurut penuturan Gus Aria, seorang santri perlu diberi waktu khusus bermain, supaya tidak bermain ketika sedang belajar. Santri di pesantren tersebut juga disediakan makan dan jasa cuci pakaian yang pengerjaannya diserahkan kepada masyarakat sekitar. Sehingga santri fokus belajar, ketika pagi di SMP dan SMA, waktu sore belajar sesuai jurusan yang diminati. Ada beberapa materi yang bisa diperdalam oleh santri, di antaranya bahasa Arab, bahasa Inggris, baca kitab, dan Matematika serta jurusan lain sesuai minat santri.

Mengenai filosofi nama Bumi Shalawat, Gus Aria menyatakan bahwa dari nama bumi mengandung makna kerendahan hati dan menerima semua kalangan, dibuktikan dengan kegiatan yang tidak jarang melibatkan orang asing, seperti Konsulat Jenderal Amerika Serikat dan kelompok lain yang berseberangan dalam hal akidah tapi bisa diserap ilmunya. Sedangkan shalawat menjadi kebiasaan santri untuk bisa mendapat pertolongan Nabi Muhammad kelak, sebagai jalan yang ditempuh selain dengan thariqat yang biasa digunakan kalangan ahli tasawuf.

Selain materi kepesantrenan peserta juga diajak keliling pesantren untuk melihat fasilitas yang ada. Mulai dari gedung SMP yang sudah berdiri kokoh dan gedung SMA yang masih dalam tahap pembangunan sampai ke asrama santri. (Mizan)

Post Comment