Penderitaan para TKW, dari Tak Digaji hingga Disiksa

Denny Armandhanu | CNN Indonesia
Selasa, 28 Jul 2015 11:01 WIB
Sebuah pameran foto di Hong Kong menampilkan kisah para TKW asal Indonesia korban penyiksaan di berbagai negara.
Susi, TKW di Hong Kong angkat bicara soal penyiksaan yang dilakukan majikannya korban penyiksaan majikannya Law Wan Tung setelah kasus Erwiana menyeruak. (Steve McCurry/ILO)
Hong Kong, CNN Indonesia -- Tenaga kerja wanita asal Indonesia seringkali menjadi korban penyiksaan hingga percobaan pembunuhan oleh majikan mereka. Kesakitan dan penderitaan mereka diabadikan dan dipamerkan dalam sebuah pameran foto di Hong Kong.

Diberitakan CNN, Senin (27), foto-foto para TKW korban penyiksaan itu diambil oleh fotografer peraih penghargaan, Steve McCurry, dalam sebuah proyek yang bekerja sama dengan lembaga PBB, Organisasi Pekerja Internasional, ILO, bernama "Tidak ada yang patut bekerja seperti ini".

Salah satu foto yang dipamerkan di Klub Koresponden Asing Hong Kong itu bercerita soal Tutik Lestari Ningsih alias Susi, korban penyiksaan majikannya, Law Wan Tung. Selain Susi, Law juga menyiksa TKW asal Indonesia lainnya, Erwiana Sulistyaningsih, hingga terluka parah.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pertama kali dia memukul saya adalah di hari gajian, dia meminta saya tanda tangan di secarik kertas, tapi saya katakan, 'kenapa saya harus tanda tangan padahal anda tidak memberi saya uang?' dia lalu memukul saya," kata Susi pada CNN.

Penyiksaan itu dialaminya selama bekerja di rumah Law hampir setahun. Dia di lingkaran kerja paksa dan perbudakan tanpa upah di rumah Law.

ADVERTISEMENT

"Dia hanya memperbolehkan saya tidur dari jam 6 sore hingga 10 malam. Setiap hari saya tidur hanya empat jam. Saya hanya boleh ke kamar mandi tiga kali sehari. Dia tidak memberi saya hari libur, tidak ada yang diperbolehkan," kata Susi.

Anis, TKW asal Indonesia yang mengalami penyiksaan majikan di Hong Kong. (Steve McCurry/ILO)
Susi berhasil keluar dari rumah tersebut namun enggan menceritakan peristiwa yang dialaminya karena diancam. Agen penyalurnya juga menjanjikannya pekerjaan yang lebih baik jika dia tetap tutup mulut. Law mengancam akan membunuh Susi dan keluarganya jika dia mengadu pada polisi.

"Itulah mengapa saya sangat takut. Saya menahan setiap pukulannya, sembari berharap dia tidak membunuh saya, karena saya punya anak yang masih kecil," kata wanita 30 tahun ini.

Susi akhirnya membongkar penyiksaan yang dialaminya setelah kasus Erwiana menyeruak. Law dinyatakan bersalah atas penyiksaan terhadap para pekerja di rumahnya dan divonis enam tahun penjara.

Susi bukan satu-satunya TKW asal Indonesia yang menderita siksaan. Sumasri, TKW di Malaysia, menderita luka parah di punggungnya karena disiram air panas oleh majikannya di Malaysia. Bekas luka yang memilukan itu menjadi salah satu objek foto McCurry.

"Saya rutin ke klinik untuk berobat. Sekarang sudah tidak sakit lagi. Paling menyakitkan adalah empat bulan pertama," kata Sumasri.

Korban lainnya adalah Anis, 26, yang mengalami patah tulang jari setelah dibacok dengan pisau oleh majikannya. Insiden itu terjadi lima hari setelah Anis bekerja di rumah majikannya di Hong Kong.

Sritak juga mengalami penyiksaan saat bekerja di Taiwan. Luka bakar di dada Sritak terlihat jelas dalam foto McCurry. Majikan Sritak membakar kulitnya dengan garpu yang dipanaskan. "Dia mengambil garpu dan memanaskannya di atas kompor dan meletakkannya di tangan saya. Dia seperti kerasukan setan," kata wanita 31 tahun ini yang terpaksa bekerja di luar negeri demi membantu keluarganya di desa.

Sritak pernah dipukul dengan pipa besi dan disiram air panas karena dituduh mencuri.
Sritak, memiliki lebih dari 20 bekas luka akibat penyiksaan majikannya. (Steve McCurry/ILO)
Perjuangan hidup dan mati

Selain Indonesia, TKW asal Nepal dan Filipina yang mengalami penyiksaan majikan juga turut ditampilkan dalam pameran tersebut.

Mereka adalah gambaran betapa bekerja di luar negeri merupakan perjuangan hidup dan mati. Menurut ILO ada 52 juta pekerja domestik di seluruh dunia. Namun di Asia, para pekerja ini tidak mendapatkan perlindungan hukum yang cukup sehingga kerap jadi korban.

"Di beberapa tempat mereka mendapatkan gaji hanya US$9 (Rp1,2 juta) per bulan. Di tempat lainnya, mereka bahkan tidak digaji sama sekali, seperti budak," ujar Elizabeth Tang, Sekretaris Jenderal Federasi Pekerja Domestik Internasional.

Tang mengatakan perlakuan ini tidak akan berubah selama hak-hak hukum pekerja ini tidak diubah.

"Ini waktunya pemerintah turun tangan dan mengubah hukum, agar mereka diperlakukan sama seperti pekerja lainnya," kata Tang.

Jurnalis Karen Emmons yang menyelenggarakan pameran tersebut mengatakan kasus serupa selalu terjadi setiap tahunnya.

"Saya ingin agar kisah dan penyiksaan para korban sampai pada orang-orang yang bisa membuat perubahan, dan mengatakan pada para majikan bahwa banyak ada yang melihat mereka; kami tahu apa yang terjadi," ujar Emmons. (stu)
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER