Breaking News

Berita Sumenep Madura

Saronen, Musik Tradisional Sumenep Tetap Bertahan di Tengah Serbuan Musik Milenial

Saronen, musik tradisional Sumenep tetap bertahan di tengah serbuan musik milenial.

Penulis: Moh Rivai | Editor: Parmin
SURYAOnline/moh rivai
Musik tradisional Saronen yang merupakan karya asli Sumenep, Madura. 

SUDAH lama Musik Saronen yang merupakan musik tradisional Kabupaten Sumenep terdengar tidak saja bagi masyarakat Sumenep, Jawa Timur dan Nasional, bahkan musik tradisional peninggalan budaya kerajaan Sumenep ini beberapakali diundang pemerhati kesenian tradisional mencanegara. Beberapakali musik tradisional asal Sumenep tampil di pentas internasional seperti Belanda dan Jepang.

Sampai saat ini, Musik Saronen tetap bertahan, walau tidak jarang musik ini harus berhadapan dengan terpaan musik masa kini. Lalu bagaimana musik Saronen ini bertahan?

Musik Saronen adalah musik rakyat yang tumbuh berkembang di masyarakat Sumenep Madura. Irama dan harmonisasi musik yang dinamis, rancak, dan bertema keriangan dari bunyi yang dihasilkannya, merupakan cerminan karakteristik dan identitas masyarakat Sumenep Madura yang tegas, polos, dan sangat terbuka.

“ Sampai saat ini, musik Saronen yang jumlah ratusan, masih eksis di masyarakat, khususnya di pedesaan,” kata Mohammad Hartono, pemerhati musik Tradisional Saronen Semenep, Minggu (24/3/2019)

Menurut pria kelahiran Batu Putih Sumenep ini, asal kata musik Saronen berasal dari bahasa Madura " Sennenan " atau hari Senin. Penciptanya Kyai Khatib Sendang asal Desa Sendang, Kecamatan Pragaan, Sumenep. Kyai Khatib adalah cicit Sunan Kudus ini mencipta Sennenan atau musik Saronen ini sebagai alat dahwah Islamiyah yang biasanya digelar pada setiap hari Sennin yang bertepatan hari pasaran.

Ciri khas musik Saronen terdiri dari instrumen atau pemain alat musiknya yang berjumlah 9 alat musik dan 9 orang juga pemainnya. Ini katanya merupakan filosofi dari bacaan "Bismillahirrahmanirrahiem" yang kalau dilafalkan terdiri 9 ucapan.

9 alat musik Saronen itu yakni, 1 saronen, 1 gong besar, 1 kempul, 1 satu kenong besar, 1 kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1 korca, 1 gendang besar, 1 gendang dik-gudik ( gendang kecil ). Dulu, pemainya yang berjumlah 9 orang selalu keliling desa dengan musik Saronen.

“ Sayangnya, musik tradisional yang masih eksis ini justru kurang mendapat perhatian dari Pemkab Sumenep. Sehingga mereka pun berupaya sendiri melestarikan budaya ini,” lanjutnya.

Kelompok musik ini biasanya selalu tampil dalam berbagai event tradisional di desa-desa. Diantaranya di acara khitanan, penganten adat, dan pengantar pertunangan dan gelar budaya selamat desa ( rokat desa ) dan acara selamatan laut ( rokat tase’) serta di event pertunjukan khusus di desa-desa. Belakangan ini musik Saronen selalu menjadi pengirim kegiatan Kerapan Sapi dan Sapi Sonok.

“Dulu sempat kita ajukan dan mempatenkan musik Saronen sebagai musik tradisional asli Sumenep dan ditetapkan pada tanggal 10 Oktober. Tapi nampaknya tidak ditindaklanjuti,” lanjutnya.

Dan untuk mempertahankan keberadaan musik Saronen ini, beberapa kelompok musik Saronen ini dengan menggelar arisan antara anggota kelompok bahkan antar group musik Saronen di Sumenep.

BERITATERKAIT
  • Ikuti kami di
    AA
    KOMENTAR

    BERITA TERKINI

    © 2024 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved