Anda di halaman 1dari 16

Sejarah Proklamasi Kemerdekaan

ADVERTISEMENT
sumber: indozone.id
Peristiwa proklamasi Indonesia merupakan peristiwa terpenting dalam sejarah kemerdekaan
Indonesia, karena peristiwa ini membuka gerbang kemerdekaan bagi Indonesia.

Hari kemerdekaan Indonesia jatuh pada tanggal 17 Agustus 1945 di mana hari tersebut diraih
melalui proses panjang perjuangan rakyat.

Titik terang perjuangan kemerdekaan ini bermula setelah kota Hiroshima, Jepang, dijatuhi bom
atom oleh tentara Sekutu pada 6 Agustus 1945.

Sehari setelah peristiwa tersebut, tepatnya tanggal 7 Agustus 1945, PPKI mempertegas keinginan
untuk segera mewujudkan kemerdekaan Indonesia.

Pada tanggal 9 Agustus 1945, Sekutu menjatuhkan bom atom yang kedua kalinya di kota
Nagasaki, Jepang.

Peristiwa tersebut berhasil memukul mundur pasukan Jepang dari Indonesia, hingga kemudian
para tokoh proklamator segera mengambil langkah untuk menyegerakan proklamasi.

Berikut urutan peristiwa setelah bom atom kedua dijatuhkan:

 9 Agustus 1945: Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat dipanggil oleh Marsekal
Terauchi ke Dalat, Saigon (Vietnam)
 12 Agustus 1945: Marsekal Terauchi menegaskan kepada Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman
Wedyodiningrat bahwa Jepang akan menyerahkan kemerdekaan
 14 Agustus 1945: Soekarno, Mohammad Hatta, dan Radjiman Wedyodiningrat kembali ke Indonesia.
Sutan Syahrir mendesak Soekarno dan Hatta untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia
 15 Agustus 1945: Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, lalu terjadi vacuum of
power (kekosongan kekuasaan) di Indonesia
 15 Agustus 1945: Golongan muda mendesak Soekarno untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
paling lambat 16 Agustus 1945. Namun Soekarno menolak karena ingin meminta pendapat PPKI
 16 Agustus 1945: Soekarno dan Hatta diculik oleh golongan muda ke Rengasdengklok
 16 Agustus 1945: Soekarno, Hatta, dan golongan muda merumuskan naskah proklamasi di rumah
Laksamana Maeda Tadashi
 17 Agustus 1945: Pembacaan naskah proklamasi di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56
 18 Agustus 1945: PPKI mengesahkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar negara
Peristiwa Rengasdengklok
peristiwa Rengasdengklok merupakan aksi yang dilakukan oleh golongan muda pimpinan Chairul
Saleh dengan menculik Soekarno dan Hatta sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan.
Penculikan tersebut dimaksudkan untuk menjauhkan Soekarno dan Hatta dari pengaruh Jepang.

Latar belakang Peristiwa Rengasdengklok


Peristiwa Rengasdengklok terjadi akibat adanya perbedaan antara golongan tua dan golongan muda
dalam menyikapi kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II. Pada dasarnya, perbedaan antara
golongan tua dengan golongan muda menjelang proklamasi kemerdekaan Indonesia terkait waktu
yang tepat untuk melaksanakan proklamasi. Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada
tanggal 14 Agustus 1945.

Awalnya, hal ini coba dirahasiakan dari Indonesia, tetapi gagal dilakukan. Adapun orang yang
pertama kali mendengar atau mengetahui berita kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II ialah
Sutan Syahrir. Tindakan pertama yang dilakukan para pemuda IOndonesia setelah mendengar berita
kekalahan Jepang adalah menemuai Bung Karno dan Bung Hatta untuk segera menyelenggarakan
proklamasi kemerdekaan. Golongan muda, yang dipimpin oleh Chairul Saleh, menginginkan
Soekarno dan Mohammad Hatta segera mengumumkan kemerdekaan Indonesia melalui proklamasi.
Akan tetapi, keinginan dari golongan muda mendapat tentangan dari golongan tua, yang dipimpin
oleh Soekarno. Golongan tua berpendapat bahwa proklamasi akan diputuskan melalui sidang Panitia
Persiapan Kemerdekan Indonesia (PPKI).

Sebelum Peristiwa Rengasdengklok terjadi, pada 15 Agustus 1945, golongan muda yang dipimpin
Chairul Saleh mengadakan rapat di Pegangsaan Timur, Jakarta, terkait kapan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia dikumandangkan. Dalam rapat, disepakati bahwa kemerdekaan Indonesia
adalah keputusan rakyat Indonesia, bukan Jepang. Kemudian, malam harinya, anggota dari golongan
muda, Wikana dan Darwis, diutus menemui Soekarno dan Hatta untuk mendesak agar proklamasikan
kemerdekaan Indonesia dilakukan pada 16 Agustus 1945.

Wikana dan Darwis juga mengancam Seokarno dan Hatta, apabila pada 16 Agustus 1945
proklamasikan kemerdekaan belum dilakukan, maka akan terjadi pergolakan besar. Namun, desakan
Wikana dan Darwis tidak dituruti oleh Soekarno dan Hatta, yang berpendapat bahwa pelaksanaan
proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dirundingkan terlebih dahulu dengan PPKI. Mendengar hal
itu, Wikana dan Darwis lantas kembali mengadakan rapat bersama dengan golongan muda di Jalan
Cikini 71, Jakarta. Dalam rapat, diputuskan bahwa Soekarno dan Hatta akan dibawa ke
Rengasdengklok untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang.

Kronologi Peristiwa Rengasdengklok Rencana


golongan muda menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dilaksanakan pada 16 Agustus dini
hari. Ketika dibawa golongan muda untuk menuju Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta tidak
menolak. Padahal, sebagai tokoh utama PPKI, keduanya memiliki kekuatan dan kewibawaan. Hal ini
terjadi karena mereka sebenarnya merasa bahwa kemerdekaan harus segera diproklamasikan.
Namun, karena ancaman dari Pemerintah Jepang dan janji kemerdekaan, Soekarno dan Hatta belum
mau mengambil keputusan. Setelah sampai di Rengasdengklok, Soekarno dan Hatta kembali didesak
untuk segera memproklamasikan kemerdekaan. Setelah didesak di hadapan Shodanco Singgih,
salah satu tokoh golongan muda, Soekarno bersedia memproklamasikan kemerdekaan setelah
kembali ke Jakarta.

Antara golongan tua dan golongan muda pun sepakat bahwa proklamasi kemerdekaan harus
dilakukan di Jakarta. Ketegangan di Rengasdengklok dapat diakhiri setelah Achmad Soebardjo, salah
satu tokoh golongan tua, menjemput Soekarno dan Hatta di Rengasdengklok dan menjamin
proklamasi kemerdekaan terlaksana pada 17 Agustus 1945. Sekembalinya dari Rengasdengklok,
Soekarno dan Hatta menuju kerumah Laksamana Maeda dalam rangka menyusun naskah
Proklamasi. Sesampainya di Jakarta, Soekarno dan Hatta segera menyusun teks proklamasi di
rumah Laksamana Maeda, yang kemudian diketik oleh Sayuti Melik. Pada 17 Agustus 1945 pukul
10.00, proklamasi kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Soekarno di Jalan Pegangsaan Timur
Nomor 56, Jakarta.
Peristiwa Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan

sumber: republika.co.id

Malam hari pada tanggal 16 Agustus 1945, diadakan perundingan terkait penyusunan
naskah proklamasi yang diselenggarakan di rumah Laksamana Maeda.

Penyusunan tersebut dilakukan oleh Soekarno, Mohammad Hatta, dan Achmad


Soebardjo.

Dalam penyusunannya, mereka disaksikan oleh tiga orang golongan muda, yakni B.M.
Diah, Sudiro, dan Sayuti Melik.

Setelah selesai merumuskan naskah proklamasi dan telah disepakati, naskah tersebut
kemudian diketik oleh Sayuti Melik.

Lalu naskah tersebut ditandatangani oleh Soekarno dan Hatta atas nama bangsa
Indonesia.
Peristiwa Pembacaan Teks Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia

sumber: wikipedia.org
Pada mulanya, pembacaan teks proklamasi direncanakan dibacakan di lapangan Ikada, namun dengan
segala pertimbangkan terkait keamanan dan ketertiban lokasinya dipindah.
Pembacaan teks proklamasi kemudian diselenggarakan di kediaman Soekarno di Jalan Pegangsaan
Timur Nomor 56.

Teks proklamasi dibacakan pada tanggal 17 Agustus 1945, tepatnya pada pukul 10.00 WIB.
Cara kemudian disambung dengan pidato Soekarno, lalu ada sambutan dari Suwiryo dan dr. Muwardi
yang pada waktu itu menjabat sebagai walikota.

Setelah itu dilanjutkan dengan pengibaran bendera merah putih yang dijahit tangan oleh Fatmawati.
Bendera tersebut dikibarkan oleh Latief Hendraningrat dan Soehoed.
Pengibaran bendera diiringi dengan nyanyian lagu Indonesia Raya ciptaan W.R. Soepratman yang
kemudian dijadikan lagu kebangsaan.

Keesokan harinya, 18 Agustus 1945, PPKI Menetapkan Pancasila dan UUD 1945 sebagai dasar
negara.

Dengan demikian, Indonesia resmi menjadi sebuah negara yang merdeka dan menjadi hari
ditetapkannya Soekarno sebagai presiden dan Hatta sebagai wakil presiden.
Kekalahan Jepang terhadap Sekutu

Lihat Foto Bom atom pertama dijatuhkan.

Dan kota Hiroshima serta penduduknya lenyap. (Dok. KOMPAS) Dikutip dari
emodul.kemdikbud Sejarah Paket C, awal mula Jepang menyerah kepada Sekutu yakni
setelah dua wilayah Jepang, Kota Hiroshima dan Nagasaki dijatuhi bom atom oleh AS. AS
menjatuhkan bom atom "Little Boy" ke Kota Hiroshima pada 6 Agustus 1945.

Kemudian, pada 9 Agustus 1945, AS kembali menjatuhkan bom atom bernama "Fat Man" ke
Kota Nagasaki. Untuk menghindari kehancuran di pihak Jepang yang lebih mendalam, maka
14 Agustus 1945 waktu New York (atau 15 Agustus 1945 waktu Indonesia) Kaisar Jepang
Hirohito memerintahkan untuk menghentikan perang.

Hirohito juga mengaku menyerah kepada Sekutu (AS) di atas geladak kapal perang AS yang
bernama USS Missouri. Dengan begitu, di Indonesia terjadi kekosongan kekuasaan (vacum
of power).
Peristiwa Bandung Lautan Api
Dalam perjuangan kemerdekaan di Indonesia, ada banyak peristiwa heroik yang menandakan
adanya perlawanan sengit para pejuang terhadap penjajah di tengah keterbatasan yang ada.
Salah satunya adalah peristiwa heroik yang terjadi di Bandung, Jawa Barat yang dikenal
dengan Sebutan “Bandung Lautan Api”.

Mungkin sebagian dari kalian ada yang sudah mendengar dan mengetahuinya, namun tidak
salah bila kita refresh kembali untuk mengetahui sejarah singkat dari peristiwa heroik Bandung
Lautan Api. Selain untuk menambah pengetahuan, mengingat perjuangan para pahlawan juga
dapat menumbuhkan kecintaan terhadap tanah air.

Bandung Lautan Api adalah peristiwa dibumi hanguskannya kota Bandung provinsi Jawa Barat
pada 23 Maret 1946. Hal ini terjadi karena mencegah tentara sekutu dan tentara Netherlands
Indies Civiele Administration (NICA)  Belanda untuk dapat menggunakan kota Bandung
sebagai markas strategis militer dalam perang Kemerdekaan Indonesia.

Pada awalnya, pasukan Inggris bagian dari Brigade MacDonald tiba di Bandung pada 12
Oktober 1945. Sejak semula hubungan sekutu (Inggris) dengan pemerintah Indonesia sudah
tegang, dimana mereka menuntut agar semua senjata api yang ada di tangan penduduk kecuali
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) diserahkan kepada pihak sekutu.

Orang-orang Belanda yang baru dibebaskan dari tawanan mulai melakukan tindakan-tindakan
yang mulai mengganggu keamanan. Akibatnya, bentrokan bersenjata antara Inggris dan TKR
tidak dapat dihindari. Pada 21 November 1945 malam, TKR dan badan-badan perjuangan
melancarkan serangan terhadap kedudukan-kedudukan Inggris di bagian utara yang digunakan
sebagai markas.

Setelah penyerangan tersebut, maka MacDonald menyampaikan ultimatum kepada Gubernur


Jawa Barat agar Bandung Utara dikosongkan oleh penduduk Indonesia termasuk pasukan
bersenjata dengan alasan menjaga keamanan. Namun, ultimatum ini tidak diindahkan oleh
Tentara Republik Indonesia (TRI), maka dikeluarkan kembali ultimatum kedua oleh Sekutu
pada 23 Maret 1946 untuk mengosongkan seluruh kota Bandung.

Melihat peristiwa ini, pemerintah Republik Indonesia di ibukota Jakarta menginstruksikan


pengosongan Bandung agar tidak terjadi pertumpahan darah. Hal ini justru mendorong TRI
untuk melakukan operasi “bumi-hangus” karena tidak rela bila Bandung dimanfaatkan oleh
pihak sekutu dan NICA. Akhirnya, pada 23 Maret 1946 Kolonel Abdoel Haris Nasoetion selaku
Komanda Divisi III TRI memerintahkan evakuasi kota Bandung.

TRI menyerang markas sekutu dan membakar habis Bandung selatan sebelum
meninggalkannya. Dimana-mana asap hitam mengepul membumbung tinggi di udara dan
semua listrik mati. Bandung sengaja dibakar oleh TRI dan rakyat setempat dengan maksud
agar sekutu tidak dapat menggunakan Bandung sebagai markas strategis militer.

Pertempuran yang paling besar terjadi di Desa Dayeuhkolot sebelah selatan Bandung, di mana
terdapat gudang amunisi besar milik tentara sekutu. Gudang tersebut berhasil diledakan
menggunakan dinamit, sehingga meledak dan terbakar. Kurang lebih pukul 24.00 Bandung
selatan telah kosong dari penduduk dan TRI tetapi api masih membumbung membakar kota,
sehingga Bandung pun menjadi lautan api.

Pembumi-hangusan Bandung tersebut dianggap merupakan strategi yang tepat dalam perang
kemerdekaan Indonesia karena kekuataan TRI dan milisi rakyat tidak sebanding dengan
kekuatan pihak sekutu dan NICA yang berjumlah besar. Peristiwa ini diabadikan oleh
pemerintah dengan membangun Monumen Bandung Lautan Api dan mengilhami Ismail
Marzuki dalam lagunya yang berjudul Halo Halo Bandung.

Sejarah Berdirinya Budi Utomo pada 1908

Budi Utomo adalah organisasi pemuda yang didirikan oleh mahasiswa STOVIA. Sejarah
berdirinya Budi Utomo dimulai dari Gedung STOVIA.(Foto: Collectie Stichting Nationaal
Museum van Wereldculturen via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-3.0)
Jakarta, CNN Indonesia -- Budi Utomo adalah organisasi pemuda yang menjadi awal
kebangkitan Indonesia. Sejarah berdirinya Budi Utomo berawal dari gagasan dr Wahidin
Soedirohusodo.
Pada 1907, Wahidin mengunjungi sekolah lamanya STOVIA (School Tot Opleiding Van
Indische Artsen). Di depan para mahasiswa sekolah kedokteran itu, Wahidin menyerukan
agar mereka membuat organisasi untuk mengangkat derajat bangsa.

Soetomo, salah seorang mahasiswa yang mendengar ide tersebut tertarik untuk
menjalankannya.

Sejarah berdirinya Budi Utomo pada 1908 tak lepas dari peran dr Soetomo. Dia dan
sejumlah pemuda lain mendirikan Budi Utomo yang idenya dicetuskan oleh dr
Wahidin Sudirohusodo. (Foto dr Soetomo: Tangkapan layar web
kebudayaan.kemdikbud.go.id)

Alhasil, Soetomo dan sejumlah pemuda lain mendirikan Boedi Oetomo atau Budi Utomo di
Batavia. Budi Otomo berdiri pada 20 Mei 1908. Organisasi ini menjadi organisasi pemuda
pribumi pertama di Indonesia yang berjalan dengan baik.
Budi Utomo membentuk kepengurusan yang diganti secara periode, memiliki program
kegiatan, dan memiliki kongres yang terjadwal. Salah satu program utama Budi Utomo
adalah kemajuan yang harmonis bagi Nusa Jawa dan Madura.

Budi Utomo langsung bergerak cepat dan menggelar kongres pertama di Yogyakarta pada 3-
5 Oktober 1909. Sejak saat itu Budi Utomo rutin mengelar kongres. Organisasi ini
berkembang dari yang hanya terbatas pada orang Jawa, meluas menjadi orang Indonesia.
Berdirinya Budi Utomo memicu organisasi pergerakan lain muncul di Indonesia.

Dikutip dari Indonesia.go.id, muncul sejumlah organisasi lain seperti Syarikat Islam pada
1912, partai politik pertama di Hindia Belanda yakni Indische Partij (Partai Hindia) juga pada
1912, dan organisasi ISDV (Indische Sociaal Democratische Vereeniging) pada 1914.
Muncul pula organisasi keagamaan Muhammadiyah pada 1912 dan Persatuan Islam pada
1920-an.

Kelompok pemuda lain juga tak ingin tertinggal. Lahir pula Jong Soematra Bond, Jong Java,
Jong Celebes, Jong Ambon, Jong Islamieten Bond, Jong Batak, dan Jong Minahasa. Sejak
kehadiran Budi Utomo dan organisasi lain, perlawanan melawan penjajah lebih terorganisir
dengan mengedepankan nasionalisme Indonesia.
Pergerakan Budi Utomo berakhir pada 1935 saat bergabung dengan Persatuan Bangsa
Indonesia dan membentuk Partai Indonesia Raya (Parindra). Pergerakan Budi
Utomo menjadi tonggak baru kebangkitan Indonesia. Hari lahirnya Budi Utomo pun
ditetapkan sebagai Hari Kebangkitan Nasional yang diperingati setiap tahun.

Sejarah Latar Belakang Peristiwa Pemberontakan G30S PKI


Salah satu peristiwa penting dalam sejarah Indonesia adalah G30S PKI. Gerakan 30
September oleh PKI yang disebut G30S PKI adalah salah satu tragedi nasional mengancam
keutuhan NKRI. Seperti namanya tragedi tersebut terjadi pada tanggal 30 September 1965.
Peristiwa itu berlangsung selama dua hari yakni sampai tanggal 1 Oktober 1965.

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 yang menjadi tragedi nasional tersebut diduga
dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia dan menimbulkan korban di kalangan petinggi
militer. Latar belakang peristiwa G30S PKI adalah sebab persaingan politik, karena PKI
sebagai kekuatan politik merasa khawatir dengan kondisi kesehatan Presiden Soekarno
yang memburuk.

Pada awal Agustus 1965, ketika Presiden Soekarno tiba-tiba pingsan setelah berpidato,
banyak pihak yang beranggapan bahwa usia beliau tidak akan lama lagi. Sehingga muncul
pertanyaan besar tentang siapa yang akan menjadi pengganti Presiden Soekarno nantinya.
Hal ini yang menyebabkan persaingan semakin tajam antara PKI dengan TNI.

Kronologi G30S PKI secara Singkat: Awal Pemberontakan


Peristiwa G30S PKI terjadi selama dua hari satu malam, yakni mulai 30 September sampai 1
Oktober tahun 1965. Pada tanggal 30 September 1965, kegiatan koordinasi dan persiapan,
selanjutnya pada tanggal 1 Oktober 1965 dinihari kegiatan pelaksanaan penculikan dan
pembunuhan.Berikut kronologi singkat awal pemberontakan G30S PKI:

Gerakan 30 September 1965 berada di bawah kendali Letkol Untung dari Komando Batalion
I resimen Cakrabirawa :
Letkol Untung pemimpin Gerakan 30 September 1965
Letkol Untung menunjuk Lettu Dul Arief menjadi ketua pelaksanaan penculikan
Pasukan bergerak mulai pukul 03.00, enam Jendral menjadi korban penculikan dan
pembunuhan yakni Letjen. Ahmad Yani, Mayjen. R. Soeprapto, Mayjen. Harjono, Mayjen. S.
Parman, Brigjen D.I. Panjaitan dan Brigjen Sutoyo dan satu perwira yakni Lettu Pierre
Tendean. Keseluruhannya dimasukkan ke dalam lubang di kawasan Pondok Gede, Jakarta
Satu Jendral selamat dalam penculikan ini yakni Jendral A.H. Nasution, namun putrinya
menjadi korban yakni Ade Irma Suryani serta ajudannya Lettu Pierre Tendean
Korban lain adalah, Brigadir Polisi K.S. Tubun wafat ketika mengawal rumah Dr. J. Leimena
Gerakan ini menyebar juga di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta, Kolonel Katamso dan
Letkol. Sugiono menjadi korban karena tidak mendukung gerakan ini
Setelah berhasil menculik dan membunuh petinggi AD, PKI menguasai gedung Radio
Republik Indonesia. Dan mengumumkan sebuah Dekrit yang diberi nama Dekrit no.1, yakni
pernyataan bahwa gerakan G30S adalah upaya penyelamatan negara dari Dewan Jendral
yang ingin mengambil alih negara.
SEJARAH SINGKAT HARI LAHIR PANCASILA
Hari lahir Pancasila jatuh pada tanggal 1 Juni yang ditandai oleh pidato yang dilakukan oleh
Presiden pertama Indonesia, Soekarno pada 1 Juni 1945 dalam sidang Dokuritsu Junbi Cosakai
(Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan). Pidatonya pertama kali mengemukakan
konsep awal Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia.

Adapun sejarahnya berawal dari kekalahan Jepang pada perang pasifik, mereka kemudian
berusaha mendapatkan hati masyarakat dengan menjanjikan kemerdekaan kepada Indonesia dan
membentuk sebuah Lembaga yang tugasnya untuk mempersiapkan hal tersebut. Lembaga ini
dinamai Dokuritsu Junbi Cosakai. Pada sidang pertamanya di tanggal 29 Mei 1945 yang diadakan
di Gedung Chuo Sangi In (sekarang Gedung Pancasila), para anggota membahas mengenai tema
dasar negara.

Sidang berjalan sekitar hampir 5 hari, kemudian pada tanggal 1 Juni


1945, Soekarno menyampaikan ide serta gagasannya terkait dasar negara Indonesia, yang dinamai
“Pancasila”. Panca artinya lima, sedangkan sila artinya prinsip atau asas. Pada saat itu Bung Karno
menyebutkan lima dasar untuk negara Indonesia, yakni Sila pertama “Kebangsaan”, sila kedua
“Internasionalisme atau Perikemanusiaan”, sila ketiga “Demokrasi”, sila keempat “Keadilan
sosial”, dan sila kelima “Ketuhanan yang Maha Esa”.

Untuk menyempurnakan rumusan Pancasila dan membuat Undang-Undang Dasar yang


berlandaskan kelima asas tersebut, maka Dokuritsu Junbi Cosakai membentuk sebuah panitia yang
disebut sebagai panitia Sembilan. Berisi Ir. Soekarno, Mohammad Hatta, Abikoesno
Tjokroseojoso, Agus Salim, Wahid Hasjim, Mohammad Yamin, Abdul Kahar Muzakir, Mr. AA
Maramis, dan Achmad Soebardjo.

Setelah melalui beberapa proses persidangan, Pancasila akhirnya dapat disahkan pada Sidang
PPKI tanggal 18 Agustus 1945. Pada siding tersebut, disetujui bahwa Pancasila dicantumkan
dalam Mukadimah Undang-Undang Dasar 1945 sebagai dasar negara Indonesia yang sah.

Sejara Hari Lahir Pancasila sangat perlu untuk diingat dan yang lebih utama lagi bagaimana kita
dapat memaknai Pancasila sebagai dasar Negara dan sebagai landasan berkeperilaku dalam
kehidupan bermasyarakat
Sejarah Peristiwa Merah Putih di Manado

Peristiwa merah putih di Manado adalah peristiwa penyerbuan markas militer Belanda di
Teling, Manado, Sulawesi Utara. Berikut sejarah peristiwa merah putih di Manado.
Peristiwa merah putih di Manado terjadi pasca kemerdekaan Indonesia yakni pada 14
Februari 1946.

Latar belakang peristiwa merah putih ini terjadi karena provokasi Belanda yang menyebut
kemerdekaan Indonesia hanya untuk Pulau Sumatera dan Jawa.

Kronologi peristiwa merah putih di Manado berawal dari kabar kemerdekaan Indonesia. Saat
itu, masyarakat di Manado baru mengetahui kemerdekaan Indonesia pada 24 Agustus 1945.

Setelah mengetahui bahwa Indonesia telah merdeka, masyarakat Manado bergegas


mengibarkan bendera merah putih di berbagai tempat termasuk kantor-kantor bekas
penjajah Jepang.

Meski sudah merdeka, Belanda masih ingin menguasai Manado. Pada Oktober 1945,
pasukan Belanda atau Netherland Indies Civil Administration (NICA) datang ke Manado.

Saat itu, masyarakat Manado dengan tegas menolak Belanda. Perlawanan rakyat Manado
pun dimulai. Suasana di Manado dan sejumlah daerah seperti Tomohon dan Minahasa pun
memanas.

Puncaknya terjadi pada 14 Februari 1946. Residen Manado Bernard Wilhelm Lapian, Letnan
Kolonel Charles Choes Taulu dan Sersan SD Wuisan menggerakkan pasukannya untuk
mengambil alih markas militer yang dikuasai Belanda. Rakyat dari kalangan pribumi pun ikut
dalam penyerbuan itu.

Mereka pun mengibarkan bendera merah putih di atas gedung tangsi militer Belanda. Rakyat
juga tak segan-segan merobek bendera triwarna Belanda menjadi bendera merah putih.

Perebutan tangsi militer Teling dan penurunan bendera triwarna yang diganti bendera merah
putih berhasil memukul mundur Belanda dan pasukannya.

Peristiwa berdarah serta bersejarah ini semakin menguatkan kemerdekaan Indonesia.


Peristiwa merah putih di Manado ini diberitakan lewat radio. Informasi penyerbuan itu sampai
ke radio Australia, London hingga San-Francisco, AS.

Untuk mengenang seluruh jasa para pahlawan dalam insiden merah putih di Manado,
didirikan sebuah monumen BW Lapian dan Ch Ch Taulu di Jalan Raya Kawangkoan-
Tampaso, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara. Monumen ini diresmikan pada 30
November 1987.
Sejarah Pemberontakan DI/TII
Sejarah pemberontakan DI/TII akan diulas dalam artikel ini. Pemberontakan ini menjadi salah satu
pemberontakan tersulit yang pernah dihadapi Indonesia. Pasalnya, pemberontakan DI/TII terjadi di
beberapa wilayah Indonesia, yakni Jawa, Kalimantan, Sulawesi, maupun Sumatera. DI merupakan
singkatan dari Darul Islam, sedangkan TII singkatan dari Tentara Islam Indonesia. Gerakan Darul
Islam (DI) adalah gerakan politik yang tujuannya mendirikan Negara Islam Indonesia. Gerakan DI
memiliki pasukan bernama Tentara Islam Indonesia (TII).

Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat terjadi mulai Februari 1948 hingga 4 Juni 1962. Adapun
prosesnya dimulai dari pengangkatan diri Kartosuwiryo menjadi pemimpin tertinggi pada Februari
1948. Baca: Soal Ikrar Eks DI/TII, Semua Pihak Diminta Berpikir Positif Selanjutnya, terjadi
pertempuran antara pasukan Divisi Siliwangi yang long march dengan pasukan TII di Malangbong.
Kemudian, Kartosuwiryo pada 7 Agustus 1949 memproklamirkan berdirinya Negara Islam Indonesia.
Pemberontakan DI/TII di Jawa Barat ditumpas dengan berbagai cara. Salah satunya dengan
melakukan pendekatan pribadi yang dilakukan oleh Ketua Masyumi Muhammad Natsir, namun
mengalami kegagalan. Selain itu, operasi pagar betis, yakni strategi militer dengan menyertakan
kekuatan rakyat. Strategi ini membuat gerakan pasukan TII semakin sempit.

Lalu, pada 4 Juni 1962, pasukan Divisi Siliwangi berhasil menangkap Kartosuwiryo. Saat itu,
Mahkamah Angkatan Darat Jawa-Madura menjatuhi hukuman mati kepada Kartosuwiryo. Sementara
itu, pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah dilatarbelakangi oleh keinginan untuk bergabung dengan
Negara Islam Indonesia bentukan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah ini
berlangsung pada 23 Agustus 1949 hingga Juni 1954.

Sedangkan proses pemberontakan DI/TII di Jawa Tengah adalah mengikrarkan berdirinya DI/TII
Jawa Tengah (Jateng) pada 23 Agustus 1949 di Desa Pengarasan, Tegal. Kemudian, perluasan
pemberontakan di Kebumen oleh Kiai Moh. Mahfudz. Selain itu, Batalyon 426 Kudus dan Magelang
bergabung dengan pasukan DI/TII Jateng. Pemberontakan DI/TII Jateng berhasil dihentikan dengan
cara pembentukan komando operasi militer oleh pemerintah yang diberi nama Gerakan Benteng
Nasional pada Januari 1950. Di samping itu, pembentukan komando militer Operasi Benteng Raiders.

Pada Juni 1954, DI/TII Jateng berhasil dilumpuhkan. Adapun latar belakang pemberontakan DI/TII
Sulawesi Selatan adalah kekecewaan Kahar Muzakar karena pasukannya yang tergabung dalam
Komando Griliya tidak dimasukkan ke dalam Angkatan Perang Republik Indonesia (APRIS).
Pemberontakan DI/TII Sulawesi Selatan berlangsung pada 1950 hingga Februari 1965. Proses
pemberontakan Kahar Muzakar dimulai setelah pasukannya ditolak ke dalam APRIS. Kahar beserta
anak buahnya melarikan diri ke hutan. Dia menyatakan bahwa pasukannya menjadi bagian dari NII
Kartosuwiryo.

Penumpasan pasukan DI/TII Sulawesi Selatan dilakukan dengan penyerbuan oleh pasukan Batalyon
330/Kujang Siliwangi. Kahar Muzakar tewas tertembak dalam penggerebekan itu. Sementara itu,
pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan (Kalsel) berlangsung pada 1950 hingga 1959. Keinginan
untuk bergabung dengan NII bentukan Kartosuwiryo yang melatarbelakangi pemberontakan DI/TII
Kalsel.

Pemberontakan DI/TII Kalsel diawali dari deklarasi Ibnu Hajar pada Oktober 1950 bahwa DI/TII Kalsel
merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwiryo. Dia juga menamakan pasukannya Kesatuan Rakyat yang
Tertindas (KRYT). Berbagai cara dilakukan pemerintah untuk mengatasi pembentukan Ibnu Hajar.
Salah satunya cara persuasif, pemerintah menyarankan agar Ibnu Hajar menghentikan
pemberontakannya. Namun, usaha pemerintah ini gagal. Lalu, operasi militer dilaksanakan pada
1959. Operasi ini berhasil menangkap Ibnu Hajar sekaligus menumpas DI/TII Kalsel. Sementara itu,
pemberontakan DI/TII Aceh berlangsung pada 1953-1962. Latar belakang pemberontakan ini adalah
kekecewaan masyarakat Aceh karena diturunkannya status Aceh menjadi Keresidenan di bawah
Sumatera Utara.

Pemberontakan ini dimulai dengan keluarnya maklumat yang menyatakan Aceh bagian dari DI/TII
Jawa Barat pada 20 September 1953. Setelah itu, pasukan Daud Beureuh menguasai berbagai kota
di Aceh dan mempropagandakan rakyat Aceh untuk anti terhadap RI. Berbagai cara juga dilakukan
untuk memadamkan pemberontakan DI/TII Aceh. Salah satunya, mendatangkan pasukan dari
Sumatera Utara dan Sumatera Tengah untuk mendesak pasukan TII Aceh hingga hutan. Lalu,
diadakan Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh pada 17-28 Desember 1962 oleh Kolonel M. Yasin.
Akhirnya, Daud Beureuh menerima hasil musyawarah dan kembali ke masyarakat.
Sejarah Peristiwa Malari, Malapetaka di Tahun 1974

Peristiwa Malari merupakan salah satu peristiwa kelam di zaman Orde Baru. Peristiwa
Malari merupakan singkatan dari malapetaka 15 Januari 1974. Berikut sejarah
peristiwa Malari.
Peristiwa Malari adalah demonstrasi mahasiswa yang berujung kerusuhan besar yang
terjadi pada 15 Januari 1974. Peristiwa ini berawal dari rencana kedatangan Perdana
Menteri Jepang Tanaka Kakuei ke Indonesia dan juga kisruh investasi asing saat itu.

Jumlah korban peristiwa Malari adalah 11 orang tewas, 137 orang luka-luka, 750
orang ditangkap.

kronologi Peristiwa Malari


Kronologi Peristiwa Malari pada 1974 berakhir ricuh. Sejumlah gedung dan pusat
perbelanjaan pun terbakar. (Foto: iStock/Kesu01)
Mahasiswa menyambut kedatangan Kakuei pada 14 Januari dengan melakukan
demonstrasi di Bandara Halim Perdanakusuma. Namun, para demonstran tak bisa
masuk karena mendapat penjagaan ketat dari aparat keamanan.

Keesokan harinya, mahasiswa kembali turun ke jalan untuk menuntut ketidaksetaraan


penanaman modal asing yang menguntungkan kelompok tertentu, pemberantasan
korupsi, dan tingginya harga kebutuhan pokok. Selain tiga tuntutan itu, mahasiswa
juga menuntut dibubarkannya Asisten Penasehat Pribadi (Aspri) Presiden Soeharto.

Menjelang sore hari, aksi demonstrasi mulai memanas dan berakhir ricuh. Kerusuhan
besar ini diduga terjadi karena provokator. Saat itu, terjadi sejumlah pengrusakan,
pembakaran, dan penghancuran merek mobil Jepang.

Kerusuhan yang semula terjadi di Jalan Sudirman meluas hingga ke Senen. Massa
menjara dan membakar pusat perbelanjaan itu. Sejumlah gedung pun terbakar.

Dampak Peristiwa Malari


Pasca Peristiwa Malari, Presiden Soeharto mencopot sejumah posisi di
pemerintahan.(Foto: AFP/JOHN GIBSON)
Aparat keamanan menyalahkan mahasiswa sebagai dalang di balik kerusuhan
tersebut. Namun, mahasiswa menyanggah dan menyebut aksi yang mereka lakukan
dari Salemba ke Grogol berlangsung damai.

Setelah kerusuhan, Presiden Soeharto mengambil langkah dengan mencopot


Panglima Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban Jenderal Sumitro.
Dia dianggap bertanggung jawab terjadinya kerusuhan dan korban tewas.

Pencopotan juga menimpa orang-orang terdekat Sumitro. Kepala Badan Koordinasi


Intelijen Negara (Bakin) Sutopo Juwono dicopot dan digantikan oleh Yoga Soegomo.

Sementara Ketua Dewan Mahasiswa Universitas Indonesia yang saat itu menjadi
penggerak para mahasiswa berdemonstrasi, Hariman Siregar dinyatakan bersalah
oleh pemerintah dan dijatuhi hukuman penjara. Tuntutan pembubaran Aspri tercapai.
Lembaga Asisten Pribadi Presiden pun dibubarkan. Meski begitu, Mantan pemimpin
Aspri Ali Murtopo dipindah tugaskan ke Bakin.
Hingga saat ini, dalang utama di balik kerusahan peristiwa Malari belum diketahui.
Itulah sejarah peristiwa Malari, malapetaka pada 15 Januari 1974.

Sejarah Pertempuran Ambarawa


Dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia, para tokoh sentral pergerakan dianugerahi gelar
pahlawan nasional. Salah satunya adalah Jenderal Soedirman. Selain dikenal sebagai gerilyawan dalam
perjuangannya, Soedirman juga menghadapi berbagai pertempuran kota, salah satunya adalah apa yang
terjadi di Ambarawa, atau biasa kita kenal sebagai pertempuran Ambarawa. Dimana, sang Jenderal
melawan Inggris dan Belanda.

Sesuai namanya, Pertempuran Ambarawa atau disebut juga Palagan Ambarawa adalah sebuah
peristiwa perlawanan rakyat Indonesia terhadap sekutu atau Inggris dan Belanda yang terjadi di
Ambarawa, sebelah selatan Semarang Jawa Tengah pada 20 November 1945 dan berakhir pada 15
Desember 1945. Pertempuran Ambarawa ini, dilatarbelakangi dengan mendaratnya pasukan Inggris di
kota Semarang pada 20 Oktober 1945.

Kedatangan pihak sekutu untuk mengurus tawanan perang atau tentara Belanda yang saat itu berada
di penjara Magelang dan Ambarawa, awalnya disambut baik oleh pemerintah Indonesia. Bahkan, kedua
negara melakukan kesepakatan, dimana pihak Indonesia akan menyediakan bahan makanan dan
keperluan lain bagi kelancaran tugas pihak sekutu, selama mereka berjanji tidak mengganggu
kedaulatan Republik Indonesia.

Sayangnya, niat pihak sekutu tersebut diboncengi oleh Netherlands Indies Civiele Administration
(NICA) karena setelah pembebasan tawanan perang, para tawanan tersebut malah dipersenjatai
sehingga menimbulkan kemarahan pihak Indonesia. Maka pada 26 Oktober 1945 terjadilah sebuah
insiden di Kota Magelang, dimana tentara sekutu bertindak sebagai penguasa yang mencoba melucuti
Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan membuat kekacauan.

Meletusnya Pertempuran Ambarawa


TKR Resimen Magelang pimpinan Letkol M Sarbini membalas tindakan tersedut dengan mengepung
tentara sekutu dari segala penjuru. Untuk menenangkan suasana maka Presiden Soekarno dan Brigjen
Bethel melakukan perundingan gencatan senjata pada 2 November 1945, tetapi sayangnya sekutu
mengabaikan perjanjian dalam gencatan senjata tersebut sehingga meletuslah pertempuran pada 20
November 1945 yang kemudian menjalan ke dalam kota pada 22 November 1945.

Bala tentara sekutu melakukan pemboman ke pedalaman Ambarawa untuk mengancam kedudukan
TKR. Dengan tidak gentar pihak Indonesia melakukan pembalasan untuk mempertahankan wilayah dari
sekutu, dimana pihak sekutu mencoba menduduki dua desa di sekitar Ambarawa, sehingga pasukan
Indonesia di bawah pimpinan Letkol Isdiman berusaha membebaskan kedua desa tersebut.

Semangat perlawanan rakyat di Ambarawa yang bersatu dengan TKR membuat sekutu kesulitan
menaklukan wilayah tersebut, meskipun harus mengorbankan Letkol Isdiman yang gugur di medan
perang. Namun dalam perlawanan tersebut senjata yang digunakan oleh pasukan sekutu lebih modern,
sehingga pasukan tentara Indonesia berhasil sedikit dikalahkan.

Kolonel Soedirman Pimpin Pertempuran


Setelah gugurnya Letkol Isdiman maka Komando Kolonel Soedirman yang saat itu merupakan Panglima
Divisi Banyumas akhirnya langsung menuju Ambrawa dan memimpin komando seluruh TKR dan
pasukan rakyat saat itu. Kehadiran Kolonel Soedirman memberikan napas baru kepada pasukan tentara
Indonesia.

Koordinasi diadakan di antara komando-komando sektor dan pengepungan terhadap musuh semakin
ketat dengan siasat yang diterapkan adalah serangan pendadakan serentak disemua sektor. Pada 12
Desember 1945 jam 04.30 pagi serangan mulai dilancarkan dan Kolonel Soedirman langsung
memimpin pasukannya yang menggunakan taktik gelar supit urang atau pengepungan rangkap dari
kedua sisi, sehingga musuh benar-benar terkurung.
Suplai dan komunikasi dengan pasukan induknya diputus sama sekali. Kekuatan sekutu yang berada di
Benteng Willem berhasil dikepung TKR 4 hari 4 malam, hal ini menyebabkan kedudukan sekutu terjepit
dan muncul dari Ambarawa tepat pada 15 Desember 1945.

Berkat jasa-jasanya maka Kolonel Soedirman diangkat sebagai Jenderal Panglima Besar TKR.
Kemenangan pertempuran ini kini diabadikan dengan didirikannya Monumen Palagan Ambarawa dan
pada 15 Desember juga diperingati hari Infantri Nasional Indonesia.

Sejarah Singkat Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928

28 Oktober adalah hari bersejarah. Hari dimana lahirnya sumpah pemuda. Dalam sumpah
pemuda bisa dilihat bahwa begitu luar biasanya perjuangan pahlawan Indonesia dalam
membebaskan bangsa Indonesia untuk melawan para penjajah.

Peristiwa sumpah pemuda dilatar belakangi oleh munculnya dorongan untuk bersatu dalam
diri pemuda Indonesia. Sejak zaman dahulu bangsa Indonesia terpecah belah akibat
perbedaan suku, agama dan ras. Pemuda mengaggap bahwa keadaan tersebut membuat
penjajah semakin mudahuntuk melakukan politik adu domba atau lebih dikenal dengan
Devide Et Impera.

Perlawanan terhadap penjajah pun sangat sulit untuk dilakukan, hal ini dikarenakan oleh
perlawanan bangsa Indonesia yang kala itu lebih banyak bersifat fisik dan kedaerahan,
sehingga sangat mudah untuk dipatahkan oleh penjajah.

Para pemuda terpelajar menyadari kondisi ini dan mereka mulai berfikir untuk merubah
strategi perlawanan dari gerakan fisik menjadi gerakan politik. Maka bermunculan beragam
organisasi-organisasi kepemudaan daerah. Beberapa diantaranya yang cukup terkenal yaitu,
Jong Java (Pemuda Jawa), Jong Sumatranen Bond (Pemuda Sumatra), Jong Minahasa
(Pemuda Minahasa), Jong Celebes ( Pemuda Sulawesi).

Menyadari pentingnya persatuan mereka menginginkan agar organisasi-organisasi yang


bersifat kedaerahan itu meleburkan diri menjadi satu organisasi yang bersifat nasional untuk
bersama-bersama melawan penjajah. Karena pengalaman mengajarkan bahwa organisasi-
organisasi bersofat kedaerahan sangat mudsah untuk dipatahkan oleh penjajah.

Maka semua akhinya bersepakat untuk melakukan kongres pemuda. Kongres pemuda
dikerjakan oleh organisasi kepemudaan yang saat itu terpecah belah. Kongres pemuda
diselenggarakan di Jakarta dan terjadi sebanyak dua kali, yakni kongres pemuda satu
berlangsung pada tanggal 30 april sampai 2 mei 1926, dan kongres pemuda dua
berlangsung pada tanggal 27-28 oktober 1928.

Pada kongres pemuda dua tersebut mereka mengeluarkan sebuah ikrar yang dikenal
dengan sumpah pemuda. Isi sumpah pemuda terkandung dalam putusan hasil kongres
pemuda saat itu, sumpah tersebut berisikan satu nusa satu bangsa dan satu bahasa yaitu
bahasa Indonesia. Berikut isi dari sumpah pemuda :
1. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2. Kami putra dan putri Indonesia, mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3. Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, Bahasa Indonesia. Ikrar
sumpah pemuda menjadi tonggak perjuangan bangsa Indonesia secara nasional untuk
bersama-sama melawan penjajah guna untuk menjadi bangsa yang merdeka dan bebas dari
segala bentuk penjajahan serta penindasan .
Sejarah Pemberontakan PKI Madiun: Latar Belakang dan
Dalangnya
Pemberontakan PKI Madiun adalah sebuah konflik PKI di Madiun dengan pemerintahan
Indonesia. Terjadi pada 18 September 1948, apa penyebab pemberontakan tersebut?
Pemberontakan PKI merupakan bentuk pemberontakan terhadap pemerintahan Indonesia
yang saat itu dipimpin oleh Presiden Sukarno. Menurut situs resmi Kemdikbud, PKI Madiun
diketuai oleh Amir Sjarifuddin dan Muso.

Latar Belakang Pemberontakan PKI Madiun


1. Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin
Jatuhnya Kabinet Amir Sjarifuddin akibat ditandatanganinya perjanjian Renville. Perjanjian ini
disebut yang sangat merugikan negara Indonesia. Pasalnya, berdasarkan perjanjian
Renville, wilayah Indonesia yang diakui Belanda hanya Jawa Tengah, Yogyakarta, dan
Sumatera.

Amir Sjarifuddin, Perdana Menteri saat itu bertindak sebagai wakil Indonesia dalam
perundingan dan membubuhkan tanda tangannya. Karena hasil perundingan justru banyak
merugikan Indonesia, kekuasaan politik Amir semakin melemah.

Akibatnya, kabinet pimpinan Amir Sjarifuddin jatuh dan kemudian digantikan oleh Kabinet
Hatta. Setelah tidak lagi menjadi Perdana Menteri, Amir membentuk Front Demokrasi Rakyat
(FDR) yang kemudian bekerja sama dengan organisasi berpaham kiri seperti Partai Komunis
Indonesia, Barisan Tani Indonesia (BTI), Pemuda Sosialis Indonesia (Pesindo) dan lain
sebagainya.

2. Kedekatan Amir Sjarifuddin dengan tokoh PKI


Kedekatan Amir Syarifuddin dengan tokoh PKI Muso mendorong terjadinya pemberontakan
PKI di Madiun. Bersama, mereka bercita-cita menyebarkan ajaran komunisme di Indonesia.

3. Propaganda Terhadap Perdana Menteri Selanjutnya


Faktor pendorong lain pemberontakan PKI Madiun adalah adanya propaganda kekecewaan
terhadap Perdana Menteri selanjutnya yakni Hatta.

Kabinet Hatta membuat program kebijakan Rekonstruksi dan Rekonsiliasi (RERA) untuk
mengembalikan 100.000 tentara menjadi rakyat biasa dengan alasan penghematan
anggaran.

Tujuan Pemberontakan PKI Madiun


Selain berusaha untuk menggulingkan pemerintahan, pemberontakan PKI di Madiun juga
bertujuan untuk:

- Membentuk negara Republik Indonesia Soviet

- Mengganti dasar negara Pancasila dengan Komunisme


- Mengajak petani dan buruh untuk melakukan pemberontakan

Apa Latar Belakang Pemberontakan DI/TII dan RMS? Berikut Penjelasannya


Untuk mengatasi pemberontakan PKI Madiun, pemerintah melakukan beberapa cara untuk
mengakhiri pemberontakan, di antaranya:

1. Soekarno memperlihatkan pengaruhnya dengan meminta rakyat memilih Soekarno-Hatta


atau Muso-Amir.
2. Panglima Besar Sudirman memerintahkan Kolonel Gatot Subroto di Jawa Tengah dan
Kolonel Sungkono di Jawa Timur untuk menjalankan operasi penumpasan pemberontakan
PKI Madiun dibantu oleh para santri.

Anda mungkin juga menyukai