Saronen Sumenep

Salah satu budaya yang menarik dan sudah turun temurun dilestarikan di Sumenep, yaitu budaya musik saronen. Budaya musik saronen ini sering digunakan untuk penyambutan tamu penting, untuk pengantar musik kerapan sapi, sapi sonok, sampai dengan resepsi pernikahan.

Musik saronen adalah musik khas Madura yang memiliki ciri khas terdiri dari sembilan instrumen yang sangat khas, karena disesuaikan dengan nilai filosofis Islam yang merupakan kepanjangan tangan dari kalimat pembuka Alqur’anul Karim yaitu ” bismillahhirrahmanirrahim” yang kalau dilafalkan terdiri dari sembilan keccab  yaitu bis mil lah hir rah ma nir ra him. Mengapa demikian? Karena budaya musik saronen pada perkembanganya digunakan sebagai media dakwah agama islam. Sejarah keberadaan musik saronen erat kaitannya dengan penyebaran agama islam di Madura khususnya di Kabupaten Sumenep. Karena lahirnya musik itu, diprakarsai oleh ulama Sumenep sebagai media untuk menyampaikan pesan-pesan agama Islam kepada Masyarakat. Usia musik tradisional itu lebih dari 500 tahun lamanya.

Musik itu pertama kali dimunculkan atau diciptakan oleh Kiai Hatib Sendang, beliau putera ulama yang pertama kali datang ke Sumenep, Sayid Ahmad Baidhawi (Pangeran Katandur). Tempat tinggal Kiai Hatib (cicit Sunan Kudus) adalah desa Sendang Kecamatan Paragaan, yang juga tercatat sebagai pondok pesantren pertama di Madura. Nama Saronen dalam catatan sejarahnya mengambil dari nama hari senin (Sennenan).

Sejarahnya musik itu sering ditabuh setiap hari Senin di Pasar Ganding Sumenep. Kyai Hatib Sendang dan para pengikutnya menghibur pengunjung pasar disertai pelawak yang menari (Atandang), selain itu mereka melantunkan kejhung islami untuk mengajak masyarakat untuk melakukan Syariat Islam secarah kaffah dan benar. Setelah para pengunjung pasar berkumpul, mulailah giliran Kyai Hatib Sendang berdakwah memberi pemaparan tentang Islam dan kritik sosial. Gaya dakwah yang kocak humoris tapi mampu menggetarkan hati pengujung membuat masyarakat yang hadir tertarik langsung minta baiat masuk Islam.

Kesembilan instrumen musik saronen ini terdiri dari : 1 saronen, 1 gong besar, 1 kempul, 1 satu kenong besar, 1 kenong tengahan, 1 kenong kecil, 1 korca, 1 gendang besar, 1 gendang dik-gudik (gendang kecil). Musik saronen ini biasanya dipakai untuk mengiringi lomba kerapan sapi, kontes sapi sono’, upacara ritual, resepsi pernikahan, kuda serek (kencak). (http://muslimlokal.blogspot.co.id/ akses 4 maret 2017).

Budaya musik saronen itu sendiri alat-alat musiknya pertama yaitu alat musik saronen yang ditiup oleh para pemainnya, saronen ini berbentuk seperti terompet dan alat musik ini menghasilkan bunyi melengking yang khas yang ditiup terus menerus.

Alat musik yang kedua adalah gong besar, biasanya gong besar ini dipikul oleh dua orang pemain dan alat musik ini menghasilkan bunyi yang menggema yang dipukul sekali dengan diberikan jeda.

Alat musik yang ketiga dan keempat adalah kenong besar dan tengahan,  kenong besar dipikul bersama dengan gong besar, alat ini menghasilkan suara yang hampir sama dengan gong akan tetapi lebih tidak menggema dan dipukul sekali dengan diberikan jeda bergantian dengan dipukulnya gong, kenong tengahan ini dipegang oleh pemain dan menghasilkan suara dung-dung yang dipukul berkali-kali dengan sedikit jeda. 

Alat musik yang kelima adalah kenong kecil, kenong ini dipegang oleh pemain dengan satu pemain membawa dua buah kenong kecil yang kemudian saling dipukulkan dan menghasilkan bunyi ngecreng. Alat musik yang keenam dan ketujuh adalah gendang besar dan gendang duk giduk, gendang ini menghasilkan bunyi seperti klotekanyang dipukul berkali-kali tanpa jeda.

Alat musik yang ke delapan adalah korca, alat musik ini dibawa oleh pemain yang kemudian dipukulkan ke tangannya yang kemudian menghasilkan suara crek-crek, alat musik ini dipukulkan berkali-kali tanpa jeda. Kemudian alat musik yang terakhir adalah kempul, kempul ini dibawa  oleh pemain dan menghasilkan bunyi dung-dung-dung yang dipukul berkali-kali dengan sedikit jeda.

Budaya musik saronen tersebut sering sekali dimainkan dalam acara-acara  besar yang ada di Sumenep madura, hal tersebut terus menerus dilakukan sampai sekarang ini. Komunikasi yang ada pada budaya musik saronen bisa sebagai komunikasi sebagai tindakan satu arah, bisa sebagai komunikasi sebagai interaksi dan bisa juga sebagai tindakan transaksional, jadi semua konseptualisasi dalam budaya musik saronen ketiganya ada. Salah satu contohnya pada budaya musik Saronen dalam penyambutan tamu, Musik saronen sering digunakan salah satunya sebagai penyambutan tamu, jadi ketika ada tamu yang berkunjung ke Sumenep akan disuguhkan musik saronen dengan tujuan bahwa sebagai tuan rumah ingin menunjukkan rasa hormat kepada tamu.

 

Sumber: https://kikomunal-indonesia.dgip.go.id/home/explore/cultural/30239 

Bookmark the permalink.

Comments are closed.