studiku

Pola Kemitraan Bidang Usaha Franchise (The pattern of the partnership of the efforts field franchise)

In Artikel on September 7, 2008 at 2:07 pm

studiku

Kerjasama bisnis dengan model franchise merupakan kerja sama yang didasarkan pada asas kepercayaan dan transparansi. Franchisor harus percaya akan kemampuan franchisee dalam mengelola gerainya. Sebaliknya, franchisee juga percaya bahwa bisnis yang dikembangkan franchisor betul-betul bisnis yang prospektif dan menguntungkan. Dalam mekanisme operasionalnya, kedua belah pihak juga harus percaya bahwa masing-masing memiliki iktikad baik untuk bekerjasama dan berbagi keuntungan maupun risiko. Kepercayaan muncul dari iktikad baik. Namun membangun kepercayaan saja tidaklah cukup. Perlu ada instrumen hukum untuk melindungi hak-hak baik pihak franchisor maupun franchisee dalam kerja sama mereka. Perlu ada kekuatan hukum untuk “memaksa” kedua belah pihak tetap menyeimbangkan hak dan kewajiban masing-masing. Selain itu, yang paling penting, franchisee harus tetap membuka mata untuk memperhatikan huruf demi huruf dari perjanjian franchise yang hendak tangani.

Franchise agreement (perjanjian franchise) adalah kontrak tertulis antara franchisor dan franchisee yang menje­laskan setiap hal yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Perjanjian tersebut mencantumkan kewajiban dan tanggung jawab setiap pihak (franchisor/franchisee). Perjanjian memberikan detil yang penting tentang hubungan antara penerima franchisor de­ngan franchisee. Hal-hal dalam perjanjian mencakup se­perti biaya, persyaratan, kewajiban kedua belah pihak, kondisi­-kondisi yang menentukan penghentian franchise dan keterbatas­annya. Perjanjian tersebut merupakan dokumen pemberi franchise karena dipersiapkan oleh franchisor dan men­cantumkan apa yang diinginkan franchisor.

 

Asas-asas perjanjian franchise hendaknya didasarkan pada:

  • Asas Kebebasan Berkontrak. Pasal 1338 KUH Perdata menyatakan bahwa semua per­setujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang­-undang bagi mereka yang membuatnya.
  • Asas Konsensualitas. Perjanjian ini sudah dianggap ada saat tercapainya kese­pakatan tentang hal-hal yang diperjanjikan.
  • Asas Itikad Baik. Franchisor dengan itikad baik harus menjamin hak-hak yang akan diberikan kepada franchisee itu benar-benar miliknya bukan sebagai hasil kejahatan, dan pihak fran­chisee harus mewujudkan kewajiban yang harus diberi­kan kepada franchisor dengan baik serta iktikad baik.
  • Asas Kerahasiaan. Pada dasarnya bisnis dengan pola franchise sangat berciri khas dari suatu produk barang/jasa. Se­hingga apabila unsur kerahasiaan dari trade secret know-how tidak dijaga dengan baik hal ini akan merugikan fran­chisor karena mengakibatkan ciri khas dari franchise yang ada diketahui oleh pihak ketiga.
  • Asas Persamaan Hukum. Perjanjian bisnis franchise hendaknya dibuat atas dasar kesamaan hak di depan hukum, baik bagi pemberi hak franchise maupun penerima hak franchise.
  • Asas Keseimbangan. Franchisor dinilai mempunyai kekuatan untuk menuntut prestasi namun franchisor memikul pula beban untuk me­laksanakan perjanjian itu dengan itikad baik. Asas kese­imbangan menekankan pada keseimbangan antara hak dan kewajiban dari para pihak secara wajar dengan tidak membebani salah satu pihak saja.

Dalam perjanjian franchise, harus ada keseimbangan antara hak dan kewajiban di antara kedua belah pihak, yaitu pemberi franchise (franchisor) dan penerima franchise (franchisee). Hak Franchisor menurut Kepmen Perindustrian dan Perda­gangan No. 259/ MPP/ Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997 adalah:

  • Melakukan pengawasan jalannya franchise,
  • Memperoleh laporan berkala atas jalannya usaha franchise franchisee tersebut,
  • Melaksanakan inspeksi pada usaha franchisee untuk me­mastikan semua berjalan sebagaimana mestinya,
  • Sampai batas tertentu, mewajibkan franchisee dalam hal-­hal tertentu membeli barang-barang tertentu dari fran­chisor,
  • Mewajibkan franchisee merahasiakan, HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut,
  • Mewajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbul­kan persaingan usaha baik langsung maupun tidak lang­sung dengan usaha franchise tersebut,
  • Menerima pembayaran royalty fee,
  • Meminta dilakukannya pendaftaran atas franchise yang diberikan kepada franchisee,
  • Jika franchise berakhir, franchisor berhak meminta kepada franchisee untuk mengembalikan semua data, informasi maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama ma­sa pelaksanaan franchise,
  • Jika franchise berakhir, franchisor berhak melarang kepa­da franchisee untuk memanfaatkan lebih lanjut semua data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh fran­chisee selama masa pelaksanaan franchise,
  • Jika franchise berakhir, franchisor berhak untuk tetap me­wajibkan franchisee untuk tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha baik langsung maupun tidak langsung de­ngan usaha franchise tersebut,
  • Pemberian franchise, kecuali yang bersifat eksklusif, ti­dak menghapuskan hak franchisor untuk tetap memanfaat­kan, menggunakan, atau melaksanakan sendiri HAKI, penemuan, atau ciri khas franchise tersebut.

Hak pemberi franchise kepada franchisee harus mencakup antara lain adalah sebagai berikut:

  • Menerima setoran dari penerima franchise.
  • Menerima laporan secara berkala.
  • Memeriksa pembukuan penerima franchise.
  • Memeriksa usaha penerima franchise.
  • Memutuskan hubungan kemitraan karena pelanggaran oleh penerima franchise.
  • Membeli kembali franchise pada saat pemutusan hu­bungan kemitraan.
  • Membeli kembali franchise pada saat dijual oleh pene­rima franchise.

Di sisi lain, pemberi franchise juga memiliki kewajiban untuk mengimbangi hak-haknya. Kewajiban Franchisor menurut Kep­men Perindustrian dan Perdagangan No. 259 /MPP/Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997 adalah:

  • Memberikan segala macam informasi yang berhubungan dengan HAKI, penemuan, atau ciri khas franchise, misal­nya sistem manajemen usaha, cara penjualan atau cara penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteris­tik franchise, dalam rangka pelaksanaan franchise yang diberikan tersebut,
  • Memberikan bantuan pada franchisee berupa pembinaan, bimbingan, dan pelatihan kepada franchisee.

Kewajiban pemberi franchise menurut Iman Sjahputra Tunggal antara lain adalah:

  • Membantu memilih lokasi usaha.
  • Membantu pengembangan usaha.
  • Menyediakan manual untuk operasional usaha.
  • Membantu mengembangkan kampanye promosi pe­ngembangan usaha.
  • Menyediakan program pelatihan bagi penerima franchise.
  • Memberikan bimbingan dan petunjuk untuk mengurus pendaftaran dan izin usaha.
  • Menyediakan staf yang mensupervisi masa awal berdiri­nya franchise.
  • Memberikan materi promosi.
  • Memberikan hak penggunaan nama, cap dagang, ran­cangan dan logo kepada penerima franchise.

Penerima franchise diizinkan untuk bergabung ke dalam per­usahaan franchise, tentunya setelah is membayar franchise fee dan bersedia membayar royalti. Seperti halnya pemberi franchise atau franchisor, penerima franchise (franchisee) juga memiliki hak dan kewajiban. Namun hak dan kewajiban franchisor tentu saja berbe­da dibandingkan hak dan kewajiban franchisee.

Franchisee diberi hak-hak oleh Franchisor dengan merujuk pada ketentuan Kepmen Perindustrian dan Perda­gangan No. 259 /MPP /Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997 seperti memperoleh segala macam informasi yang berhubungan dengan HAKI, penemuan, atau ciri khas franchise, misal­nya sistem manajemen usaha, cara penjualan, cara pena­taan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik franchise, dalam rangka pelaksanaan franchise yang di­berikan. Selain itu pihak franchise juga berhak memperoleh bantuan dari franchisor atas segala macam cara pemanfaatan dan penggunaan HAKI, penemuan, atau ciri khas franchise misalnya sistem manajemen usa­ha, cara penjualan atau cara penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik franchise, dalam rangka pelaksanaan franchise yang diberikan tersebut.

 

Oleh karena itu dalam pelaksanaannya, franchise diberikan hak-hak antara lain adalah:

  • Memperoleh petunjuk dan bantuan.
  • Menggunakan nama, dan sistem.
  • Memperoleh persediaan produk.
  • Menjual franchise kepada pembeli yang disetujui.
  • Memutuskan hubungan jika perjanjian franchise dilang­gar oleh pemberi franchise.

Kewajiban Franchisee menurut Kepmen Perindustrian dan Perdagangan No.259 /MPP/Kep /1997 tanggal 30 Juli 1997 adalah:

  • Melaksanakan seluruh instruksi yang diberikan oleh fran­chisor kepadanya guna melaksanakan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut,
  • Memberikan keleluasaan kepada franchisor untuk melaku­kan pengawasan dan inspeksi berkala maupun secara tiba-­tiba guna memastikan bahwa franchisee telah melaksana­kan franchise yang digunakan dengan baik,
  • Memberikan laporan berkala ataupun laporan khusus atas,
  • Sampai batas tertentu, membeli barang modal atau ba­rang-barang tertentu dari franchisor,
  • Menjaga kerahasiaan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut, baik selama ataupun setelah ber­akhirnya masa pemberian franchise,
  • Melaporkan segala pelanggaran HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut yang terjadi dalam praktik,
  • Tidak memanfaatkan HAKI, penemuan, atau ciri khas usaha franchise tersebut selain dengan tujuan melaksana­kan franchise yang diberikan,
  • Melakukan pendaftaran franchise,
  • Tidak melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbulkan persaingan usaha, baik lang­sung maupun tidak langsung dengan usaha franchise ter­sebut,
  • Melakukan pembayaran royalty fee yang telah disepakati bersama,
  • Jika franchise berakhir, mengembalikan semua data, in­formasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama masa pelaksanaan franchise,
  • Jika franchise berakhir, tidak lagi memanfaatkan lebih lanjut semua data, informasi, maupun keterangan yang diperoleh franchisee selama pelaksanaan franchise,
  • Jika franchise berakhir, tidak lagi melakukan kegiatan yang sejenis, serupa, atau apa saja yang bisa menimbul­kan persaingan usaha baik langsung maupun tidak lang­sung dengan usaha franchise tersebut.

Kewajiban penerima franchise atau franchisee antara lain adalah:

  • Memberi informasi posisi keuangan yang akurat.
  • Memberi izin pemeriksaan usaha.
  • Menghadiri program pelatihan awal.
  • Mengembangkan franchise sesuai yang ditentu­kan.
  • Membayar biaya-biaya franchise.
  • Hanya menjual produk dan jasa yang telah disetujui.
  • Membeli persediaan bahan dan tingkat persediaannya.
  • Menggunakan bahan promosi, manual operasi usaha se­suai.

Selain itu, franchisee biasanya juga memiliki kewajiban untuk menanggung biaya-biaya. Biaya-biaya yang menjadi kewajiban penerima franchise antara lain:

  • Pembayaran awal
  • Pembayaran selama sistem berjalan
  • Pembayaran atas pengalihan hak
  • Penyediaan produk.

Kapan biaya-biaya itu dibayarkan oleh penerima franchise, berdasarakan ketentuan yang biasa diberlakukan dalam perjanjian franchise adalah sebagai berikut:

  • Pembayaran awal dilaksanakan setelah pemberi franchise dan penerima franchise saling menyetujui isi perjan­jian yang ditawarkan pemberi franchise.
  • Pembayaran awal mencakup biaya keseluruhan mulai dari pembukaan outlet sampai pelaksanaan operasi awal.
  • Pembayaran selama sistem berjalan mencakup royalti, pembayaran atas promosi dan iklan, administrasi dan penggunaan fasilitas lain.
  • Pembayaran atas pengalihan hak dilakukan apabila pe­nerima franchise menjual sistem franchise kepada calon penerima franchise yang disetujui pemberi franchise.

Perjanjian franchise antara Franchise dan Franchisor sekurang-kurangnya memuat klausula mengenai:

  • Nama, alamat dan tempat kedudukan perusahaan masing-ma­sing pihak; Untuk franchisor dalam negeri wajib memiliki SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan) dan atau Izin Usaha dari Depar­temen Teknis lainnya.
  • Nama dan jabatan masing-masing pihak yang berwenang dalam perjanjian; Merupakan persyaratan sahnya suatu perjanjian menurut KUH Perdata.
  • Nama dan jenis Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), pene­muan, atau ciri khas usaha misalnya sistem manajemen, cara penjualan atau penataan atau cara distribusi yang merupakan karakteristik khusus yang menjadi obyek Franchise; Para pihak akan menegaskan kembali jenis franchise yang diberikan apakah franchise yang diberikan hanya terba­tas pada franchise nama dagang atau produk, atau meli­puti juga format bisnis.
  • Hak dan kewajiban masing-masing pihak serta bantuan dan fasilitas yang diberikan kepada penerima franchise Ini merupakan hal penting bagi terfranchise, karena un­tuk itulah mereka mengeluarkan dana investasi yang ti­dak sedikit.
  • Wilayah Pemasaran; Wilayah pemasaran franchise dalam perjanjian franchise dapat mencakup seluruh atau sebagian wilayah Indonesia.
  • Jangka waktu perjanjian dan tata cara perpanjangan perjanjian Berta syarat-syarat perpanjangan perjanjian; Jangka waktu perjanjian franchise ditentukan sekurang­kurangnya 5 (lima) tahun.
  • Cara penyelesaian perselisihan; Cara penyelesaian perselisihan bisa melalui pengadilan atau melalui pranata alternatif, misalnya arbitrase untuk mencegah supaya franchisee yang tidak beritikad baik ti­dak membongkar rahasia franchisor di pengadilan.
  • Ketentuan-ketentuan pokok yang disepakati yang dapat meng­akibatkan pemutusan perjanjian atau berakhirnya perjanjian; Perlu diatur secara pasti dan jelas apa-apa saja yang me­rupakan dan menjadi dasar pembenaran pengakhiran le­bih awal suatu perjanjian.
  • Ganti rugi dalam hal terjadi pemutusan perjanjian; Tuntutan ganti rugi yang diminta akibat pembatalan, pe­mutusan, atau pengakhiran perjanjian secara lebih awal harus jelas dan dapat dikuantifikasikan dalam suatu nilai nominal mata uang tertentu.
  • Tata cara pembayaran imbalan (fee); Sesuai dengan perjanjian fee yang telah disepakati antara franchisor dan franchisee.
  • Penggunaan barang atau bahan basil produksi dalam negeri yang dihasilkan dan dipasok oleh pengusaha kecil; Mengutamakan bahwa franchisee dan atau pemasok ada­lah berupa usaha kecil menengah (UKM) untuk mendo­rong gerak laju UKM di Indonesia.
  • Pembinaan, bimbingan, dan pelatihan kepada franchisee; Sifatnya wajib bagi franchisor dalam suatu perjanjian franchise.
  • Pilihan hukum; Perjanjian franchise di Indonesia harus memilih ketentu­an hukum Indonesia. Perjanjian franchise harus dibuat dalam bentuk tertulis antara Pemberi Franchise dan Pene­rima Franchise, dan dibuat dalam bahasa Indonesia.

Berdasarkan Pedoman Franchise (Franchise) yang diterbitkan Departemen Perdagangan: “Perjanjian franchise bukan sekadar pemberian lisensi merek, tetapi memiliki ruang lingkup yang le­bih luas karena biasanya disertai tehnical assistance agreement un­tuk suatu jangka waktu tertentu”. Oleh karena itu, umumnya per­janjian franchise disertai perjanjian lain seperti:

Bentuk Penerima Franchise. Pihak yang disebut sebagai penerima franchise dapat berupa perusahaan atau perseorangan. Dalam hal perusa­haan, pemberi franchise harus mendapat jaminan dari semua pemegang saham. Dalam hal perseorangan, penerima franchise diberi hak untuk mengubah usahanya menjadi perusahaan, tetapi tidak membebaskannya dari tanggung jawab secara pri­badi kepada pemberi franchise.

Pernyataan (Recitals). Pernyataan di dalam perjanjian franchise sangat penting dan merupakan perkenalan ke dalam hubungan franchise. Biasanya diterangkan bahwa pemberi franchise telah membangun nama baik (goodwill) berupa merek tertentu dan sistem usaha. Seringkali pernyataan digunakan un­tuk menjelaskan istilah-istilah: 1) Nama dan merek dagang beserta logo yang dirancang pemberi franchise untuk diguna­kan penerima franchise dalam kaitannya dengan sis­tem usaha pemberi franchise. 2) Sistem usaha yang dibangun pemberi franchise sehu­bungan dengan nama dan mereka yang dilisensikan kepada penerima franchise. 3) Citra (image) seperti penampilan interior maupun eks­terior, papan reklame, dirumuskan oleh pemberi franchise sebagai bagian dari sistem.

Jaminan. Pemberi franchise memberikan jaminan kepada peneri­ma franchise berupa: 1) Hak untuk menggunakan sistem usaha pemberi franchise pada lokasi, jangka waktu, dan spesi­fikasi tertentu. 2) Hak untuk menggunakan nama dan merek di lokasi penerima franchise sehubungan dengan usaha yang dikelola penerima franchise.

Jangka Waktu. Jangka waktu perjanjian franchise dapat ditentukan rela­tif singkat (misal satu tahun) atau panjang (misal sepuluh tahun). Jangka waktu ini dapat diperpanjang apabila di­kehendaki oleh kedua belah pihak. Bilamana pemberi franchise akan menyewakan (leasing) tempat kepada penerima franchise, maka jangka waktu perjanjian mengikuti waktu penyewaan.

Wilayah. Pemberi franchise membantu penerima franchise dalam mencarikan tempat usaha yang strategis, dengan cara membeli atau menyewa. Bila diketahui pemberi franchise akan mengembangkan sistem usahanya, umumnya pene­rima franchise akan meminta suatu perlindungan wilayah.

Tempat Usaha. Pada penentuan toko pemberi franchise mensyaratkan bentuk bangunan yang khas sesuai dengan yang ditetapkan da­lam perjanjian franchise. Dalam perjanjian harus jelas di­nyatakan pihak yang akan bertanggung jawab untuk melaksanakan dan membayar setiap tahap dalam proses pembangunan. Jika tempat usaha dibangun oleh penerima franchise, ma­ka pemberi franchise harus menyediakan rancang ba­ngun dan spesifikasinya serta mengharuskan penerima franchise untuk mengikutinya.

Sumber Daya Manusia. Pemberi franchise dapat memberi bantuan dalam memi­lih karyawan, pendidikan dan latihan khusus bagi karya­wan. Dalam perjanjian perlu dinyatakan biaya yang ha­rus ditanggung oleh penerima franchise. Kebanyakan penerima franchise juga menjanjikan ada­nya staf pengawas yang membantu selama jangka waktu pembukaan. Maka perlu juga dicantumkan pihak yang akan menanggung biaya, besarnya biaya beserta lamanya bimbingan.

Petunjuk Pelaksanaan. Pemberi franchise harus membuat petunjuk pelaksanaan bagi penerima franchise. Dalam perjanjian terdapat pasal yang mewajibkan penerima franchise untuk mengikuti operasi. Perlu pula disebutkan bahwa petunjuk pelaksanaan bersifat rahasia dan harus dijaga. Pada akhir dari kerja sama franchise, petunjuk pelaksanaan harus dikembalikan kepada pemberi franchise.

Bantuan Pelaksanaan. Perjanjian franchise juga memuat bantuan operasi yang diberikan pemberi franchise selama berlangsungnya ker­ja sama. Bantuan pemberi franchise dapat berupa: Teknik menjual, Pelatihan karyawan, Personalia Produk dan pelayanan, Pembukaan, persediaan dan sistem akuntansi, serta Iklan dan program promosi.

Perjanjian Hutang Piutang. Perjanjian ini berisi jumlah dan waktu pembayaran awal dan pembayaran berkala, dengan menyebutkan dasar pembayaran secara rinci.

Pelaporan. Perlu disebutkan jenis laporan dan jangka waktu pelapor­an.

Pemeriksaan dan Audit. Pemberi franchise mempunyai hak untuk mengaudit ca­tatan usaha penerima franchise. Penerima franchise ber­kewajiban untuk menyiapkan laporan dan membantu selama proses pemeriksaan. Pemberi franchise juga berhak untuk memeriksa tempat usaha penerima franchise. Selain itu, pemberi franchise juga diberi hak untuk menempatkan wakilnya di kantor penerima franchise guna mempelajari kegiatan operasi­nya.

Promosi. Perlu disebutkan jenis promosi yang perlu dilakukan dan peran serta penerima franchise dalam program promosi yang diselenggarakan pemberi franchise. Beberapa pem­beri franchise memberi wewenang pada penerima franchise untuk dapat melakukan promosi di wilayahnya.

Pemutusan Hubungan. Perjanjian franchise harus menyediakan mekanisme pe­mutusan hubungan oleh penerima franchise bilamana pemberi franchise ingkar janji. Perlu pula disebutkan aki­bat dari habisnya masa berlaku atau pemutusan hubung­an kontrak.

 

Kontrak kerja sama franchise selain meliputi hal-hal umum yang menjamin kepen­tingan kedua belah pihak, juga dapat mencakup hal-hal spesifik sebagai berikut:

  • Transfer of asset specificity, mencakup brand name, sistem yang spesifik, dan peralatan khusus.
  • Managerial assistance, dalam hal ini mencakup pemasaran dan promosi, serta pelatihan karyawan.
  • Stfranchiseerdized operation. Untuk menjamin mutu dan pela­yanan yang sama, franchisor menentukan kegiatan operasional gerai. Hal irti berimplikasi pada kontrol dan pengawasan oleh franchisor.
  • Fee dan royalty, yaitu jumlah tertentu yang harus dibayar­kan oleh franchisee kepada franchisor.
  • Franchisee hanya boleh mengoperasikan satu merek da­gang (exclusive operation).
  • Jangka waktu kontrak.

Bentuk kontrak kerja sama antara franchisor dan franchisee me­liputi:

Bagi pemilik franchise (franchisor):

  • Menyediakan nama perusahaan/merek.
  • Menyediakan logo, desain dan fasilitas yang dapat segera dikenal konsumen.
  • Memberikan pelatihan manajemen yang profesional un­tuk setiap staf unit independen.
  • Memberikan bantuan secara kontinyu sesuai dengan pe­tunjuk yang tertera dalam kontrak kerja sama.
  • Membangun komunitas usaha bersama agar saling me­nunjang.
  • Mensupply kebutuhan produk/jasa dan kebutuhan ope­rasional.

Bagi pemilik hak franchise (franchisee):

  • Mengontrak paket usaha dengan jalan melakukan asi keuangan dalam membantu pengoperasian usaha.
  • Membayar franchise fee dalam persentase dari penghasilan kotor kepada franchisor.
  • Memelihara hubungan usaha yang kontinyu dengan fran­chisor.
  • Memelihara kinerja mutu tertentu. Memelihara/menjaga paket peralatan yang dibeli dari franchisor.

Asistensi atau bantuan dari franchisor kepada franchisee meru­pakan salah satu yang secara khusus harus tertera dalam perjanji­an. Sebab hal ini berpotensi menimbulkan masalah di masa depan. Jika gerai franchisee kurang berkembang, bisa saja franchisee menyalahkan franchisor yang tidak memberikan asistensi secara cukup. Oleh karena itu, masalah asistensi perlu disebutkan secara eksplisit dalam perjanjian, dengan ukuran-ukuran yang sedapat mungkin dikuantifikasi.

 

Tujuan diberikannya asistensi kepada franchisee adalah sebagai berikut:

  • Membantu memberikan kemudahan bagi franchisee dalam menjalankan bisnisnya sehingga dapat lebih cepat meng­hasilkan keuntungan;
  • Menjaga keseragaman yang menjadi ciri sistem franchise Franchisee di antara gerai-gerai franchise milik franchisee;
  • Memudahkan dalam memonitor franchisee sehingga oto­matis memudahkan pengambilan solusi jika terjadi masa­lah.

Asisten yang diberikan kepada franchisee mencakup bantuan-bantuan se­bagai berikut:

  • Asistensi pada tahap pre-opening outlet milik franchisee, yaitu: 1) Asistensi untuk mendapatkan pembiayaan dari lem­baga keuangan. Hal yang harus diperhatikan adalah: Kredibilitas (kompetensi dan prospek dari fran­chise), Akses atau jaringan Franchisee kepada pihak bank atau lembaga keuangan, dan Nama besar franchise. 2) Asistensi saran dan ketentuan mengenai lokasi out­let, ada dua macam kondisi: Lokasi telah ditentukan dan disediakan oleh fran­chisor dan Lokasi ditentukan sendiri oleh franchisee. 3) Asistensi untuk dukungan konstruksi outlet. 4) Asistensi untuk masalah perizinan.
  • Asistensi pada tahap awal dan selama masa operasional, yaitu asistensi dalam mendapatkan bahan baku, asistensi dalam proses produksi, asistensi pemasaran, asistensi pengelolaan SDM, dan asistensi di bidang administrasi keuangan dan akun­tansi.

Asistensi dari franchisor merupakan salah satu kunci sukses bisnis franchise. Tentu saja yang tak kalah penting adalah peran dan inisiatif dari terfranchise untuk memajukan gerainya. Kedua belah pihak harus proaktif dan saling percaya dan paling mem­bantu dalam koridor perjanjian franchise.

studiku

PUSTAKA

 

Direktorat Pengadaan dan Penyaluran Hasil Industri dan Pertambangan, Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Departemen Perdagangan, Pedoman Waralaba (Frinchise), Jakarta, 1995.

Iman Sjahputra Tunggal, Frinchising: Konsep dan Kasus, Harvindo, Jakarta, 2005

 

Jackie Ambadar, Miranty Abidin, dan Yanty Isa, Membeli dan Menjual Franchise,

 

Yayasan Bina Karsa Mandiri, Jakarta, 2007.

 

Lindawaty S. Sewu, Franchise: Pola Bisnis Spektakuler dalam Perspektif Hukum dan Ekonomi, CV. Utomo, Bandung, 2004.

 

Pietra Sarosa, Kiat Praktis Membuka Usaha: Mewaralabakan Usaha Anda, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta, 2004.

 

studiku