Kamis, 18 April 2024

Paksi Katon Cegah AMP Orasi

- Rabu, 2 Juli 2014 | 09:01 WIB
JOGJA - Keinginan mahasiswa Papua di Jogjakarta menggelar orasi politik memperingati proklamasi kemerdekaan Papua Barat di persimpangan Titik Nol Kilometer Jogja atau depan Kantor Pos Besar Jogjakarta kemarin (1/7) gagal. Mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Papua (AMP) ini dihadang puluhan anggota Paksi Katon (Paguyuban Seksi Keamanan Keraton) dan anggota Polda DIJ.Penghadangan terjadi di Jalan Kusumanegara Jogja. Tepatnya, di depan Kampus Sekolah Tinggi Ilmu Pertanian.Masa AMP tersebut melakukan aksi jalan kaki dari Asrama Mahasiswa Papua di Jalan Kusumanegara. Mereka berniat melakukan orasi di Titik Nol Kilometer. Keinginan itu urung terwujud. Sempat terjadi adu mulut antara Ketua Paksi Katon Muhamad Suhud dengan sejumlah perwakilan masa AMP.
Keributan terjadi karena AMP tetap ingin melakukan orasi di Titik Nol Kilometer. Mereka juga membawa atribut.Suhud menegaskan akan membubarkan orasi tersebut bila mereka tetap nekad membawa atribut bendera bintang kejora dan berbagai poster berisi tentang kemerdekaan Papua. "Sekarang ini kalian berada di tanah Jogja. Apabila kalian ingin orasi di Titik Nol. Maka harus melepaskan atribut bendera OPM. Jika nekad ke sana dengan membawa bendera OPM, kami tidak bertanggung jawab bila terjadi apa-apa. Kami tidak ingin di Jogja ada gerakan separatis, gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI. Sebab, Jogja bagian dari NKRI," kata Suhud.Perwakilan AMP mengatakan aksi ini bagian dari wujud kegembiraan mahasiswa Papua di Jogjakarta yang ingin merayakan proklamasi kemerdekaan ke-43 Papua Barat. Mereka mengklaim aksi ini sudah seizin Sultan Hamengku Buwono X sebagai raja Keraton Jogja sekaligus gubernur DIJ.
"Kami ingin menyampaikan aspirasi dan ini dijamin undang-undang," kata Agus Godomo, anggota AMP.Meski gagal orasi di Titik Nol, bukan berarti mereka tak menyampaikan aspirasi. Dalam orasinya, mereka mengajukan tiga tuntutan. Pertama, ingin diberikan kebebasan dan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokrasi bagi rakyat Papua. Kedua, menuntut aktivitas perusahaan nasional dan asing di Papua segera ditutup dan dihentikan. "Kami meminta kepada pemerintah Indonesia menarik militer Indonesia dari tanah Papua, baik TNI/Polri organik maupun nonorganik," terang Agus. (mar/amd)

Editor: Editor News

Terkini

X