LINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN BAHASA (ANALISIS KONTRASTIF)

A. Pendahuluan

Bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan intelektual, sosial dan emosional peserta didik dan merupakan penunjang keberhasilan dalam bereksplorasi di lingkungan akademik maupun kehidupan sosial. Pembelajaran bahasa ataupun gaya linguistik mencerminkan pengenalan diri dan budaya. Selain itu pembelajaran bahasa juga membantu para peserta didik mampu mengemukakan gagasan dan perasaan, berpartisipasi dalam masyarakat dan bahkan menemukan serta menggunakan kemampuan analitis dan imajinatif yang ada dalam dirinya.

Analisis kontrastif merupakan salah satu cabang linguistik yang mengkaji dan mendeskripsikan persamaan dan perbedaan struktur atau aspek-aspek yang terdapat dalam dua bahasa atau lebih. Aspek dan struktur bahasa tersebut mencakup semua objek kajian linguistik, seperti fonetik dan fonologi, morfologi, sintaksis, semantik bahkan pragmatik. Adanya pendeskripsian mengenai persamaan dan perbedaan antara bahasa I dan bahasa II dapat memprediksi kesalahan dan kesulitan yang akan dialami oleh pembelajar bahasa II. Sehingga bagian yang sulit akan diberikan perhatian dan penekanan secukupnya dalam latihan, sehingga membentuk suatu kebiasaan pada diri pembelajar, melalui berbagai bentuk latihan.

Dedi (2009: 140) berpendapat bahwa agar hasil analisis kontrastif benar-benar dapat dimanfaatkan ke dalam pendidikan bahasa Indonesia, minimal harus ada kerja sama dan adanya keterkaitan antara tiga jenis penelitian, yaitu analisis kontrastif, penelitian mengenai kesulitan belajar, dan penelitian mengenai metode pengajaran. Dalam hal ini analisis kontrastif dilakukan untuk memperoleh deskripsi persamaan dan perbedaan tentang bahasa I sebagai bahasa ibu dan bahasa II yang dipelajari, lalu dilakukan penelitian tentang masalah kesulitan belajar akibat perbedaan bahasa I dan bahasa II tersebut, dan terakhir melakukan penelitian tentang metode pengajaran untuk memperoleh bahan/materi yang tepat dalam belajar sehingga masalah yang dimaksud dapat diatasi. Sehingga dapat dikatakan bahwa dalam pengajaran bahasa Indonesia, kegiatan analisis kontrastif membantu pengajar dalam penyusunan metode, strategi, maupun pendekatan yang tepat untuk pengajaran.

B. Linguistik

Linguistik berarti ilmu bahasa. Ilmu bahasa adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi). Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu bahasa adalah bahasa sehari-hari yang sudah diabstraksi, dengan demikian anggukan, dehem, dan semacamnya bukan termasuk objek yang diteliti dalam linguistik.

Linguistik modern berasal dari Ferdinand de Saussure, yang membedakan langue, langage, dan parole (Verhaar, 1999).artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja tetapi juga menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya.

Menurut Verhaar (1999), setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas beberapa bidang bawahan, misalnya ada linguistik antropologis atau cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli antropologi budaya, ada sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi bidang-bidang bawahan tersebut mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasari. Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi; struktur kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis; masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang menyangkut siasat komunikasi antarorang dalam parole atau pemakaian bahasa, dan menyangkut juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau disebut pragmatik.

C. Pembelajaran Bahasa

Menurut Degeng (1997), pembelajaran merupakan upaya membelajarkan peserta didik. Pendidik harus mampu memilih strategi pembelajaran yang tepat dalam setiap jenis kegiatan pembelajaran, sehingga akan pencapaian tujuan belajar yang sebenarnya. Gilstrap dan Martin (1975) juga menyatakan bahwa peran pengajar lebih erat kaitannya dengan keberhasilan pebelajar, terutama berkenaan dengan kemampuan pengajar dalam menetapkan strategi pembelajaran.

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis (Depdikbud, 1995). Hal ini relevan dengan kurikulum 2004 bahwa kompetensi pebelajar bahasa diarahkan ke dalam empat subaspek, yaitu membaca, berbicara, menyimak, dan mendengarkan.

Brown (2000) menyarankan untuk mempertimbangkan kembali beberapa definisi tradisional. Kamus ‘masa kini’ mengungkapkan bahwa belajar adalah pemerolehan pengetahuan, (acquiring or getting of knowledge of a subjector a skill by study, experience, or instruction).

D. Hubungan Linguistik dan Pembelajaran Bahasa

Pembelajaran bahasa Indonesia diberikan di sekolah dengan tujuan agar peserta didik dapat berbahasa Indonesia, baik secara lisan maupun tulisan. Kemampuan berbahasa ini penting bagi peserta didik untuk mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran di sekolah, karena bahasa Indonesia digunakan sebagai bahasa pengantar untuk seluruh kegiatan belajar mengajar di sekolah hingga perguruan tinggi.

Peserta didik yang tidak menguasai bahasa Indonesia akan mengalami kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar di kelas. Oleh karena itulah ilmu linguitik diperlukan dalam pembelajaran bahasa agar peserta didik dapat memahami dan menguasai bahasa lebih baik. Selain itu peran linguistik dalam pembelajaran bahasa pada mulanya didorong oleh kepentingan praktis belajar bahasa (Syafi’ie, 2011).

E. Analisis Kontrastif

Analisis kontrastif adalah suatu kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan. Menurut Lado (1975), analisis kontrastif adalah cara untuk mendeskripsikan kesulitan atau kemudahan pembelajar bahasa dalam belajar bahasa kedua dan bahasa asing. Analisis kontrastif bukan saja untuk membandingkan unsur-unsur kebahasaan dan sistem kebahasaan dalam bahasa pertama (B1) dengan bahasa kedua (B2), tetapi sekaligus untuk membandingkan dan mendeskripsikan latar belakang budaya dari kedua bahasa tersebut sehingga hasilnya dapat digunakan pengajaran bahasa kedua atau bahasa asing.

Kajian terhadap unsur-unsur kebahasaan itu dilakukan dengan cara membandingkan dua data kebahasaan, yakni data bahasa pertama (B1) dengan data bahasa kedua (B2). Kedua data bahasa itu dideskripsikan atau dianalisis, hasilnya akan diperoleh suatu penjelasan yang menggambarkan perbedaan dan kesamaan dari kedua bahasa itu. Pembahasan data itu harus juga mempertimbangkan faktor budaya, baik budaya bahasa maupun budaya peserta didik. Hasil dari pembahasan tersebut akan diperoleh gambaran kesulitan dankemudahan peserta didik dalam belajar suatu bahasa.

F. Linguistik dan Pembelajaran Bahasa Indonesia dalam Analisis Kontrastif

Dalam pelajaran bahasa Indonesia, mengarang merupakan salah satu pelajaran yang dianggap sulit bagi sebagian peserta didik. Menurut penulis salah satu penyebabnya adalah peserta didik tidak hanya harus menulis kalimat-kalimat sesuai kaidah bahasa Indonesia, namun lebih dari itu peserta didik juga harus memikirkan (baca: mengarang) kalimat apa yang akan ditulis. Akibatnya banyak karangan peserta didik yang baik secara penulisan dalam bahasaIndonesia namun kurang menarik dari segi isi/ceritanya ataupun sebaliknya. Disamping itu, terutama pada Peserta didik, penguasaan dominan dalam bahasa I (bahasa Daerah) baik secara sadar maupun tidak sadar membuat banyak peserta didik menerapkan sistem campur kode saat mengarang dalam bahasa Indonesia dimana peserta didik terlebih dahulu berfikir dalam bahasa daerahnya tentang hal yang ingin diceritakan lalu baru ditulis dalam bahasa Indonesia sebagai bahasa II. Sementara itu, latihan sebagai salah satu bagian dari proses penguasaan bahasa II adalah hal yang penting, oleh karenanya berdasarkan hal-hal ini,

Namun sistem campur kode yang dilakukan kebanyakan peserta didik saat mengarang dalam bahasa Indonesia, terutama bagi peserta didik tingkat dasar, bahasa I (bahasa daerah) masih sangat dominan dibanding bahasa II (bahasa Indonesia), kemungkinan terjadinya penyimpangan sangatlah besar. Jika sedikit melihat cara pemerolehan B1, anak-anak menguasai bahasa ibunya melalui peniruan. Melalui kegiatan penirukan, anak-anak mengembangkan pengetahuannya mengenai struktur dan pola bahasa ibunya. Peristiwa semacam ini terjadi pula dalam pemerolehan B2. Melalui peniruan para peserta didik mengidentifikasi bentuk-bentuk bahasa yang merupakan kebiasaan dalam B2. Dari hal ini mungkin terjadi transfer negatif dalam pemerolehan bahasa II dimana peserta didik akan menggunakan sistem B1 dalam ber B2, padahal kedua sistem itu berbeda. Peristiwa ini dikenal juga dengan istilah interferensi. Interferensi menimbulkan penyimpangan, dan penyimpangan inilah yang menimbulkan kesalahan berbahasa. Kesalahan ini dapat terjadi secara lisan maupun tulisan. Namun kesalahan berbahasa dapat dihilangkan melalui laithan, pengulangan, dan penguatan.

Untuk itu peserta didik perlu mengetahui secara nyata perbedaan-perbedaan dan persamaan antara bahasa I yang dimilikinya dan B2 yang sedang dipelajarinya. Aspek persamaan bermanfaat untuk mencegah kekeliruan dan kesalahan, sedangkan aspek persamaan bermanfaat sebagai motivator bagi peserta didik untuk memahami lebih jauh dan mendalam. Oleh karena itu dalam rangkaian kegiatan belajar mengajar matakuliah Sakubun I, penulis menggunakan pendekatan analisis kontrastif yang diterapkan ketika mengoreksi hasil campur kode (baca : karangan) peserta didik di kelas. Hal ini bertujuan menjelaskan bagaimana kalimat yang benar dalam bahasa II (bahasa Indonesia) dan menjelaskan pada aspek-aspek apa kemungkinan peserta didik akan melakukan kesalahan dalam penggunaan kalimat bahasa Indonesia. Jadi analisis kontrastif dalam linguistik dan pembelajaran bahasa dapat memberikan manfaat jika diterapkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia.

Kesimpulan

Linguistik berarti ilmu bahasa. Ilmu bahasa adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi).

Belajar bahasa pada hakikatnya adalah belajar komunikasi. Oleh karena itu, pembelajaran bahasa diarahkan untuk meningkatkan kemampuan pebelajar dalam berkomunikasi, baik lisan maupun tulis. Oleh karena itulah ilmu linguitik diperlukan dalam pembelajaran bahasa agar peserta didik dapat memahami dan menguasai bahasa lebih baik.

Dalam analisis kontrastif, linguistik dan pembelajaran bahasa sangat diperlukan karena agar pendidik dan peserta didik dapat melaksanakan kegiatan belajar mengajar dengan selaras dan sesuai harapan tanpa adanya ketidak berhasilan peserta didik dalam mempelajari bahasa.

Daftar Pustaka

Brown. Principle of Language Learning and Teaching. New Yersey: Prentice Hall, 2000.

Degeng, I.N.S. Strategi Pembelajaran Mengorganisasi Isi dengan Model Elaborasi. Malang: IKIP dan IPTDI, 1997.

Depdikbud. Pedoman Proses Belajar Mengajar di SD. Jakarta: Proyek Pembinaan Sekolah Dasar,

One Response to LINGUISTIK DAN PEMBELAJARAN BAHASA (ANALISIS KONTRASTIF)

  1. Ping-balik: LINGUISTIK KONSTRUKTIF – Judul Situs

Tinggalkan komentar