CARA MEMBANTU ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL AGAR BERHASIL DALAM PENDIDIKAN INKLUSIF

Standard

GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

 

  1. PENGERTIAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

Menurut CCBD (Council for Children with Behavioral Disorders), gangguan emosi dan tingkah laku adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan merespon perilaku dan emosional dalam program-program pembelajaran sangat tidak sesuai dengan usia, budaya atau norma-norma etnis yang berdampak buruk secara nyata pada pendidikannya. Pendidikan disini meliputi kemampuan akademis sosial, keterampilan dan kepribadian.

Tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial. individu tunalaras biasanya menunjukan prilaku menyimpang yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku disekitarnya. Tunalaras dapat disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal yaitu pengaruh dari lingkungan sekitar.

Di Amerika Serikat, anak-anak dengan berbagai kesulitan yang karakteristiknya sesuai dengan konsep dari istilah-istilah yang disebutkan di atas digolongkan kedalam serious emotional disturbance (gangguan emosi yang serius) dalam The Individuals with Disabilities Education Act (IDEA) (Undang-Undang bagi Pendidikan Individu Penyandang Cacat) tahun 1990, yang mendefinisikan istilah sebagai berikut:

  1. Istilah itu berarti suatu kondisi yang menunjukkan satu atau lebih dari karakteristik berikut ini selama jangka waktu yang panjang dan pada satu tingkatan tertentu yang mempengaruhi secara beragam pada performa pendidikan anak:
  2. Ketidakmampuan untuk belajar yang tidak dapat dijelaskan oleh faktor-faktor intelektual, sensorik, atau kesehatan;
  3. Ketidakmampuan untuk membangun atau mengatur hubungan interpersonal yang memuaskan dengan teman sebaya dan guru;
  4. Jenis-jenis perilaku atau perasaan yang tidak penting di bawah kondisi normal;
  5. Suasana ketidakbahagiaan atau depresi umum yang menjalar.
  6. Kecenderungan untuk mengembangkan gejala-gejala fisik atau ketakutan yang berhubungan dengan masalah pribadi atau sekolah.
  7. Istilah itu termasuk kepada anak-anak yang menderita skizofrenia. Istilah itu tidak termasuk anak-anak yang secara sosial maladjusted, kecuali jika sudah dinyatakan bahwa mereka memiliki gangguan emosi yang serius.

Anak dengan gangguan perilaku (Tunalaras) adalah anak    yang    berperilaku menyimpang baik pada taraf sedang, berat dan sangat berat, terjadi pada usia anak dan remaja, sebagai akibat terganggunya perkembangan emosi dan sosial atau keduanya, sehingga merugikan dirinya sendiri maupun lingkungan, maka dalam mengembangkan potensinya memerlukan pelayanan   dan pendidikan secara khusus.

Di dalam dunia PLB dikenal dengan nama anak tunalaras (behavioral disorder). Kelainan tingkah laku ditetapkan bila mengandung unsur:

  1. Tingkah laku anak menyimpang dari standar yang diterima umum.
  2. Derajat penyimpangan tingkah laku dari standar umum sudah ekstrim.
  3. Lamanya waktu pola tingkah laku itu dilakukan.
  1. KLASIFIKASI ANAK BERGANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL
    1. Klasifikasi berdasarkan 4 dimensi perilaku
  2. Anak yang mengalami gangguan prilaku
  3. Anak yang meraasa cemas dan suka menyendiri
  4. Anak yang agresif sosial
  5. Individu yang tidak pernah dewasa
    1. Klasifikasi berdasarkan karakteristik masalah
  6. Masalah adaptasi sosial yang salah
  7. Gangguan emosional
    1. Gangguan emosional berdasarkan american Psychiatric Association (APA)
  8. Psikotik
  9. Psikoneurotik
  10. Kepribadian yang situasional
  11. Psikosomatik
  12. Gangguan pada otak
    1. Klasifikasi berdasarkan Telford dan Sawyer
  13. Kecemasan yang berlebihan
    • Rasa cemas yang kronis
    • Phobia
    • Obsesi
  14. Lari dari kenyataan
    • Schizophrenia
    • Autisme infantil
    • Regresi
    • Melamun dan berangan-angan

c.Regresi

  1. Quay dan Peterson
  1. Perilaku agresif, sangat merusak
  2. Perilaku antisosial, ditandai dengan menolak nilai umum maupun sosial.
  3. Kecemasan/menarik diri
  4. Gangguan pemusatan perhatian
  5. Gangguan gerak
  6. Perilaku psikotik
    1. Autisme
  7. Tidak tanggap terhadap orang lain
  8. Gerakan diulang-ulang seperti bergoyang, berputar, dan emilin tangan
  9. Menghindari kontak mata dengan orang lain
  10. Tetap dalam kebiasaan
  11. Aneh dan sikap-sikap yang ritualitas

  1. KARAKTERISTIK ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL
    1. Perilaku Agresif. Sangat perusak, sikap cari perhatian yang berlebihan dan juga pemarah.
    2. Perilaku Antisosial. Penolakan terhadap nilai-nilai umum dan sosial, tetapi menerima nilai-nilai dan aturan sesama teman kelompok, melakukan pelanggaran disekolah, penyalahgunaan obat-obatan.
    3. Kecemasan/Menarik Diri. Kesadaran diri yang berlebihan, menyamaratakan perasaan, ketakutan, kecemasan yang tinggi, depresi yang dalam, terlalu sensitif dan mudah sekali malu.
    4. Gangguan Pemusatan Perhatian. Sikap yang sering bingung, konsentrasi jelek dan impulsif.
    5. Gangguan Gerak. Gelisah, ketidakmampuan untuk tenang, tingkat tekanan tinggi dan sangat banyak bicara.
    6. Perilaku Psikotik. Mengungkapkan ide-ide yang aneh, bicara diulang-ulang, tidak sensitif, memperlihatkan sifat aneh.

Karakteristik Gangguan emosi dan perilaku tidak hanya mempengaruhi fungsi siswa dalam emosi dan perilaku, tetapi hal tersebut juga mempengaruhi kinerja akademis siswa dan interaksi sosial mereka dengan teman sebaya dan guru. Kita akan mempelajari karakteristik belajar dan perilaku siswa-siswa ini.

Karakteristik Belajar

Intelijensia

Studi-studi awal (misalnya oleh Morse, Cutler, & Fink, 1964) menemukan bahwa mayoritas siswa dengan gangguan emosi dan perilaku atas rata-rata menunjukkan kecerdasan. Kajian yang lebih mutakhir (misalnya, Rubin dan Barlow, 1978; Coleman, 1986) telah mengungkapkan bahwa anak-anak ini memiliki nilai IQ rata-rata yang lebih rendah daripada anak-anak tanpa gangguan emosi dan perilaku. Untuk anak-anak dengan beberapa jenis psikosis, penelitian menunjukkan bahwa IQ mereka berada dalam kisaran fungsi yang terbelakang. Sebagaimana Kauffman (1996) telah menunjukkan hal ini. “The IQ anak-anak yang terganggu muncul sebagai prediktor tunggal terbaik untuk bidang sakademik dan prestasi sosial di masa depan” (hlm. 245).

Rendah Kinerja Akademik

Siswa-siswa dengan gangguan emosi atau perilaku umumnya memiliki prestasi akademik yang rendah untuk usia mereka (Kaufmann, 1996). Beberapa penelitian (Gottlieb, Alter, dan Gottlieb, 1991) menunjukkan bahwa 74% dari pemuda yang diklasifikasikan dengan gangguan ini memiliki kesulitan akademis.

Defisit dalam Sosial dan Adaptive Keterampilan

Siswa dengan gangguan emosional atau perilaku biasanya memiliki kekurangan dalam ketrampilan sosial yang mempengaruhi kemampuan untuk bekerja sama dengan guru, fungsi di dalam kelas, dan bergaul dengan siswa lain (Williams et al., 1989).

Karakteristik Perilaku

Ada tiga jenis umum gangguan perilaku, masalah perilaku eksternal, masalah perilaku internal, dan gangguan insiden rendah.

Perilaku Eksternalisasi Masalah

Seperti anak-anak dengan ketidakmampuan belajar, salah satu yang paling umum keluhan tentang anak-anak merujuk pada evaluasi yang dinyatakan memiliki gangguan emosi dan perilaku adalah hiperaktif. Sulit untuk mendefinisikan hiperaktif karena baik kealamiahan dan jenis kegiatan harus dipertimbangkan. Ross dan Ross (1982) mendefinisikan hiperaktif sebagai “sebuah kelas gangguan perilaku yang heterogen di mana tingkat tinggi aktivitas ditunjukkan dalam waktu yang tidak tepat dan tidak dapat dihambat oleh perintah” (hlm. 14). Pada dasarnya, definisi yang berguna untuk hiperaktif adalah bahwa seorang anak terlalu banyak terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang merepotkan.

Masalah Perilaku Internal

Ada beberapa jenis masalah perilaku yang diinternalisasi: depresi, anoreksia dan bulimia, bisu elektif, ketakutan dan fobia, serta penarikan diri. Diskusi kita akan berfokus pada jenis yang paling umum ditemukan di antara anak-anak sekolah: depresi dan kecemasan/ penarikan diri.

Rendah-insiden Behavioral Disorders

Ada dua gangguan perilaku yang sangat dikenal, serius namun jarang terjadi: skizofrenia dan autisme. Di Amerika Serikat, satu persen dari populasi telah didiagnosis skizofrenia tetapi ini sangat jarang terjadi di antara anak-anak. Sebagai bentuk psikosis, perilaku skizofrenia termasuk khayalan aneh (misalnya, percaya pikiran seseorang dikendalikan oleh polisi), halusinasi (misalnya, suara-suara yang mengatakan kepada anak apa yang harus dilakukan atau dipikirkan), dan ketidaklogisan. Anak-anak dengan skizofrenia memiliki kesulitan yang serius di sekolah dan sering kali tinggal di rumah sakit atau lingkungan pendidikan khusus selama bagian tertentu dari masa kecil mereka. Anak-anak ini juga membutuhkan anggota tim multidisiplin untuk memberikan perawatan dan layanan. Tingkat prevalensi autisme adalah sekitar 4 dalam setiap 10,000 (Batshaw dan Perret, 1986). Gangguan ini sangat mempengaruhi seseorang dalam berpikir, berkomunikasi, dan berperilaku. Sering kali, orang-orang ini tampaknya terisolasi dengan kesulitan berat dalam membangun hubungan interpersonal yang memuaskan, bahasa yang tidak normal atau tidak adanya bahasa, ritual gerakan, dan perilaku yang merugikan diri sendiri.

Seringkali terdapat kesulitan untuk mengidentifikasi perilaku dan gangguan emosional pada anak kecil kecuali bila itu adalah sebuah kecacatan yang parah seperti psikosis. Anak-anak usia sekolah dengan gangguan emosi internal seperti itu akan sulit pula diidentifikasi. Anggota keluarga dan guru harus peka untuk mendeteksi kesulitan emosional atau perilaku antara anak-anak dengan tanda-tanda berikut:

  • Agresi terhadap diri sendiri atau orang lain.
  • Kecemasan atau fearfulness.
  • Distractibility atau ketidakmampuan untuk membayar perhatian untuk waktu yang panjang dibandingkan dengan teman-temannya.
  • Mengungkapkan pikiran untuk bunuh diri.
  • Perasaan depresson dan ketidakbahagiaan.
  • Sedikit atau tidak ada teman.
  • Perilaku hiperaktif.
  • Matang keterampilan sosial yang dinyatakan dalam interaksi sosial yang tepat.
  • Impulsif
  • Masalah dalam hubungan keluarga.
  • Masalah dengan hubungan guru-murid.
  • Penarikan ke dalam diri.

Karakteristik berdasarkan 4 dimensi adalah :

  1. Anak yang mengalami gangguan perilaku agresif (conduct disorders)
  2. suka berkelahi, memukul dan menyerang.
  3. Bersirat pemarah
  4. Tidak penurut, melawan peraturan
  5. Suka merusak, baik terhadap miliknya sendiri atau milik orang lain.
  6. Kurang ajar, kasar, dan tidak sopan
  7. Tidak mau bekerja sama, penentang, kurang perhatian terhadap orang lain.
  8. Suka mengganggu
  9. Selalu negatif, gelisah, pembolos, dan suka ribut
  10. Mudah marah suka mencari perhatian, suka pamer
  11. Suka mendominasi orang lain, suka mengancam, dan menggertak
  12. Suka iri hati, cemburu, suka bertengkar, dan membantah
  13. Ceroboh, mencuri, menggoda
  14. Menolak kesalahan yang dilimpahkan kepadanya, dan menyalahkan orang lain.
  15. Keadaan murung dan cemberut, mementingkan diri sendiri
  16. Anak yang mengalami kecemasan dan menyendiri (Anxiety/Withdrawal)
  17. Tegang, rasa takut yang berlebihan, cemas, dan pemalu
  18. Perasaan tertekan, sedih, merasa terganggu, sangat sensitif
  19. Merasa rendah diri, merasa tidak berharga, kurang keyakinan, mudah frustasi, terasing, sering menangis.
  20. Menyimpan rahasia, pendiam, bungkam.
  21. Anak yang agresif sosial (Socially Aggression)
  22. Memiliki perkumpulan yang tidak baik
  23. Mencuri bersama-sama anak lain
  24. Loyal terhadap teman yang nakal atau pelanggar hukum
  25. Anggota suatu geng
  26. Berkeliaran sampai larut malam
  27. Melarikan diri dari sekolah
  28. Melarikan diri dari rumah
  29. Individu yang tidak pernah dewasa (Immaturity)
  30. Perhatiannya terbatas, kurang konsentrasi, melamun
  31. Kaku atau canggung, kurang koordinasi, bengong, berangan terlalu tinggi.
  32. Pasif, kurang inisiatif, mudah dipimpin, lamban, ceroboh, mengantuk, kurang minat, bosan
  33. Gagal untuk mencapai akhir, kurang tabah/gigih.
  34. Tidak rapi.

  1. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

 

Secara tepat (beberapa) penyebab dari gangguan emosi dan perilaku dalam individu biasanya tidak diketahui karena sejumlah variabel yang terlibat. Kita jarang mampu melacak setiap satu variabel dengan kepastian sebagai penyebab gangguan emosi dan perilaku. Namun demikian, empat area umum diidentifikasi turut berperan untuk terjadinya gangguan emotioal dan perilaku: biologis, lingkungan atau keluarga, sekolah, dan masyarakat (lihat Gambar 6.1)

Faktor biologis

Beberapa penyebab biologis telah ditemukan berhubungan dengan gangguan emosi dan perilaku tertentu. Contohnya termasuk anak-anak yang lahir dengan sindrom alkohol janin, yang menunjukkan masalah dalam pengendalian impuls dan hubungan interpersonal yang dihasilkan dari kerusakan otak.

Malnutrisi dapat juga menyebabkan perubahan perilaku dalam penalaran dan berpikir (Ashem dan Janes, 1978). Selain itu, kelainan seperti skizofrenia mungkin memiliki dasar genetik.

Faktor lingkungan atau keluarga

Keluarga sangat penting dalam perkembangan anak-anak. Interaksi negatif atau tidak sehat di dalam keluarga seperti pelecehan dan penelantaran, kurangnya pengawasan, minat, dan perhatian, dapat mengakibatkan atau memperburuk kesulitan emosional yang ada dan/ atau kesulitan perilaku. Di sisi lain, interaksi yang sehat seperti kehangatan dan responsif, disiplin konsisten dengan panutan, dan perilaku yang mengharapkan penghargaan dapat sangat meningkatkan perilaku positif pada anak-anak (Anderson, 1981).

 

Faktor Sekolah

Guru memiliki pengaruh yang sangat besar dalam interaksi dengan siswa. Interaksi positif dan produktif guru-murid dapat meningkatkan pembelajaran siswa dan perilaku sekolah yang sesuai serta memberikan dukungan ketika siswa mengalami masa-masa sulit. Lingkungan akademik yang tidak sehat dengan guru yang tidak terampil atau tidak sensitif dapat menyebabkan atau memperburuk perilaku atau gangguan emosi yang sudah ada.

Faktor Masyarakat

Masalah masyarakat, seperti kemiskinan ekstrim disertai dengan gizi buruk, keluarga yang tidak berfungsi, berbahaya dan lingkungan yang penuh kekerasan, dan perasaan putus asa, dapat mengakibatkan atau memperburuk gangguan emosi atau perilaku.

Kita tidak boleh melupakan contoh anak muda yang telah selamat dari situasi yang mengerikan dan tumbuh menjadi orang dewasa yang sehat. Kita belajar dari individual yang ulet ini bahwa lingkungan yang merugikan tidak tak terhindarkan untuk menyebabkan kesulitan emosional atau perilaku.

Penyebab gangguan perilaku :

  • Frustasi
  • Peristiwa yang menghambat perilaku individu
  • Regresi
  • Kesedihan yang mendalam
  • Menahan perasaan
  • Resignasi

Disamping itu penyebab gangguan perilaku dapat dilihat dari tiga pokok pola kesalahan penyesuaian sosial :

  • Agresif tanpa rasa sosial
  • Agresif sosial
  • Terlalu hati-hati

 

  1. SIFAT DAN KEBUTUHAN ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL

Strategi pembelajaran bagi anak tunalaras

Untuk memberikan layanan kepada anak tunalaras, Kauffman (1985) mengemukakan model-model pendekatan sebagai berikut;

  1. Model biogenetic
  2. Model behavioral/tingkah laku
  3. Model psikodinamika
  4. Model ekologis

Kebutuhan pembelajaran bagi anak tunalaras yang harus diperhatikan guru antara lain adalah:

  1. Perlu adanya penataan lingkungan yang kondusif (menyenangkan) bagi setiap anak.
  2. Kurikulum hendaknya disesuaikan dengan hambatan dan masalah yang dihadapi oleh

   setiap anak.

  1. Adanya kegiatan yang bersifat kompensatoris sesuai dengan bakat dan minat anak.

Pencegahan Gangguan emosi dan perilaku

Beberapa gangguan perilaku atau emosional dapat dicegah dengan menghilangkan penyebab utama atau memperbaiki gejalanya. Sebagai contoh, mendidik wanita hamil untuk tidak minum untuk mencegah dampak perilaku sindrom alkohol janin. Di dalam kelas, guru dapat menggunakan teknik-teknik pengelolaan perilaku masalah untuk mencegah berkembang menjadi masalah serius. Sebagai sebuah masyarakat, strategi umum untuk mencegah gangguan emosi dan perilaku meliputi:

  1. Memberikan terapi individu dan keluarga
  2. Mengajarkan keluarga cara-cara baru berinteraksi
  3. Mempromosikan dan memberikan pelatihan karakter
  4. Pendidikan moral
  5. Mempromosikan kesehatan bayi dan anak-anak, dan
  6. Memberikan intervensi medis.
  7. PENDEKATAN-PENDEKATAN TEORITIS BAGI KEBUTUHAN SISWA YANG MENGALAMI GANGGUAN EMOSI DAN PERILAKU.
    1. Pendekatan Biomedis

Pendekatan ini berusaha untuk menerangkan gangguan emosi dan tingkah laku dari sudut pandang kedokteran. Ketidaknormalan neurologis dan cidera neurologis sebagai penyebab gangguan ini. Strategi penanganan yang ditekankan dalam pendekatan ini yaitu penggunaan obat dan penanganan medis lainnya.Guru dapat membantu siswa dan orang tua dalam mengatur penggunaan obat untuk siswa selama disekolah. Guru dapat pula membantu dengan mengawasi dan mencatat perubahan-perubahan siswa setelah mendapat penanganan medis.

  1. Pendekatan Psikodinamik

Pendekatan ini menitikberatkan pada kehidupan psikologis siswa. Berusaha memahami dan memecahkan kesulitan-kesulitan yang difokuskan pada penyebab-penyebab hambatan Pendekatan ini juga terapi untuk merubah sikap negatif siswa ke arah yang lebih positif. Ini dilakukan oleh psikiater, psikolog, konselor dan sejenisnya.

  1. Pendekatan Perilaku

Pendekatan ini berusaha untuk mengubah perilaku yang merupakan problematika secara sosial dan personal bagi siswa tersebut. Tujuannya adalah menghilangkan perilaku negatif dan menggantinya dengan perilaku yang lebih layak secara sosial.

  1. Pendekatan Pendidikan

Jarang ditemukan seorang siswa dengan gangguan emosional dan tingkah laku mendapat prestasi baik secara akademis. Mereka biasanya tidak mampu berkonsentrasi dan mengatur pembelajaran diri mereka. Sebaliknya, penanganan pembelajaran yang dapat membantu siswa berhasil secara akademis mungkin berdampak pada kehidupan emosi dan sikapnya. Suasana kelas yang baik dapat benar-benar menjadi lingkungan terapis.

  1. Pendekatan Ekologi

Pendekatan ekologi menekankan perlunya pemahaman siswa ke dalam konteks kehidupan mereka secara total. Pendekatan ini juga menekankan perlunya membantu siswa yang mengalami hambatan harus dilakukan melalui usaha-usaha kolaborasi keluarga, sekolah, teman dan masyarakat.

 

  1. CARA MEMBANTU ANAK DENGAN GANGGUAN PERILAKU, EMOSI DAN SOSIAL AGAR BERHASIL DALAM KELAS INKLUSIF
    1. Mengatasi Masalah-masalah Gangguan Emosi dan Tingkah Laku

Cara yang paling efektif dalam mengatasi masalah-masalah emosional dan perilaku dikelas adalah dengan mencegah terjadinya masalah ini. Sementara tidak semua masalah emosional dan perilaku dapat dicegah, suatu pendekatan proaktif jauh lebih efekif dibanding dengan cara yang semata-mata hanya merespon terhadap masalah. Cara ini juga memberikan hubungan yang saling memuaskan yang mungkin sebelumnya diterima dengan lebih negatif oleh siswa maupun guru.

Beberapa cara yang mungkin dapat meningkatkan perilaku positif siswa :

  • Buatlah harapan-harapan pada emosi dan perilaku siswa yang Anda inginkan sejelas mungkin bagi mereka.
  • Tunjukkan pada siswa bahwa Anda jujur dalam berhubungan dengan mereka.
  • Berikan perhatian dan pengakuan kepada siswa atas sifat-sifat dan prestasi yang positif untuk dinyatakan pada siswa setiap hari.
  • Buatlah contoh sikap, kebiasaan kerja dan hubungan yang positif.
  • Persiapkan pola pengajaran da berikan kurikulum yang tersusun dengan baik.
    1. Keterampilan Manajemen Diri
      1. Pemantauan Diri

Pola pengajaran siswa agar sadar dan mencatat seberapa sering mereka tidak masuk kelas, jumlah waktu mereka bercakap-cakap, dan jumlah waktu mereka dalam mengerjakan tugas.Pendekatan pemantauan diri mengajarkan siswa berkonsentrasi pada sikap-sikap tertentu dan mencatat frekuensi dan durasi dalam daftar periode waktu. Kemudian siswa dapat diajarkan menyusun tujuan-tujuan dalam mengurangi sifat-sifat yang negatif atau meningkatkan sifat-sifat positif.

  1. Intervensi Diri

Setelah siswa sadar akan sikap mereka sendiri dan dampaknya terhadap orang lain, berikan mereka sebuah penguatan berupa pujian ataupun bintang, bisa juga penghargaan berupa sertifikat yang diperlihatkan pada orang tua siswa.

  1. Pengarahan Diri

Latihan-latihan dalam mengajarkan mereka mengatasi masalah mungkin menjadi suasana yang kondusif bagi keberhasilan mereka di kelas inklusif.
Contohnya :

  • Mengenal masalah (apa yang diminta untuk dikerjakan)
  • Menciptakan solusi yang mungkin (cara apa yang saya pakai)
  • Analisis solusi yang mungkin (dari berbagai macam cara, cara apa yang paling tepat)
  • Berusaha memecahkan masalah (memilih suatu solusi yang dapat digunakan)
  • Nilailah apakah solusi itu berhasil (apakah ini cara yang membantu untuk menyelesaikan tugas secara berhasil)
    1. Penerapan Analisis Perilaku

Terkadang sikap-sikap negative siswa gangguan emosi dan tingkah laku sering muncul dan guru harus menganalisis sikap dasar sikap-sikap tersebut seperti :

  • Seberapa seringkah perilaku itu muncul
  • Kapan berakhirnya?
  • Apa yang menyebabkan perilaku itu muncul
  • Bagaimana asal mulanya
  • Apakah perilaku ini berhubungan dengan mata pelajaran atau aktivitas tertentu di sekolah
    1. Latihan Keterampilan Sosial

Program ini digunakan sebagai pendekatan pembelajaran tersusun bagi pengajaran kemampuan sosial. Contohnya :

  1. Peniruan/ modeling
  2. Bermain peran/memperagakan
  3. Umpan-balik Unjuk-kerja

Pertama siswa diberikan model-model sikap sosial yang positif. Peniruan ini digunakan bergantian oleh guru dan teman-temannya. Peniruan atau modeling diikuti dengan bermain peran. Umpan-balik dari bermain peran membuat siswa mengetahui hasilnya dengan baik, dia mendekati perilaku sosial yang telah menjadi model, kemudian siswa didukung dalam menerapkan kemampuan sosilanya pada kehidupan sehari-hari dikelas dan dirumah.

  1. Partisipasi Keluarga

Peran keluarga pada siswa inklusi sangatlah penting. Tugas guru untuk mengundang dan mendorong supaya keluarga dari siswa yang mengalami gangguan emosi dan tingkah laku terlibat di kelas dan sekolah inklusif untuk memberikan dukungan serta memperhatikan kemajuan dari anak tersebut.

  1. Latihan Perilaku-Kognisi

Menerapkan pada siswa untuk berpikir sebelum bertindak, dekati siswa dan tanyakan masalah dan perasaannya, pikirkan solusi masalah sebanyak mungkin, pikirkan lagi dan tanyakan pada siswa tentang alternatif solusi yang ditemukan oleh guru, dan cobalah terapkan solusi itu yang menurut guru benar. Latihan ini memberikan harapan untuk menumbuhkan kasadaran atas sikap-sikap mereka terhadap orang lain dan konsekuensi bagi diri mereka.

  1. Kolaborasi Teman Sebaya

Salah satu cara dalam meningkatkan hubungan positif diantara teman-teman dikelas inklusif adalah kerjasama teman sebaya. Bentuk kerjasamanya adalah memecahkan masalah bersama-sama, perantara teman untuk menengahi perbedaan-perbedaan dengan bersikap netral dikelas tersebut, dilatih dalam membantu pihak-pihak lain untuk menemukan solusi dari berbagai macam masalah dan pembagian tanggung jawab.

  1. Sikap-sikap Guru Dalam Mengatur Kelas
    1. Fleksibel Dalam Akademis. Mengetahui bahwa siswa belajar berbeda-beda dan pada tingkatan yang berbeda pula.
    2. Fleksibel Dalam Perilaku. Berkeinginan untuk menangani siswa kearah kemampuan sikap dan sosial yang meningkat.
    3. Sikap Humor. Mampu memperlihatkan sifat humornya dikelas dan bisa tertawa bersama dengan siswa oleh humor-humor tersebut tanpa keluar dari lingkungan pendidikan.

Guru perlu waspada akan kesulitan-kesulitan yang akan mereka hadapi pada anak gangguan emosional dan tingkah laku, baik segi akademis maupun sosial. Smith (1995) berpendapat bahwa 80% sampel siswa gangguan emosional dan tingkah laku memiliki kemampuan interaksi yang buruk dengan teman dikelas regular. Jelaslah, ada suatu kebutuhan dalam berusaha menemukan cara-cara yang lebih baik dalam menerima siswa-siswa ini kedalam kelas inklusif.

DAFTAR SUMBER

 

Depdiknas. 2007. Pedoman Khusus Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta : Depdiknas

Ningsih, Puja. 2010.Anak Berkebutuh Khusus. http://eprints.uny.ac.id/3023. (online) diakses tanggal 10 Februari 2012

Sumekar, Ganda. 2009. Anak Berkebutuhan Khusus, Cara Membantu Mereka Agar Berhasil dalam Pendidikan Inklusif. Padang : UNP Press

Leave a comment