Kisah Pilu Seorang Pemulung Mati Kelaparan, 2 Hari tak Makan, Imbas Corona Sulit Cari Barang Bekas
Hanya dari sampah dan barang bekas yang terbuang di pinggiran kota-lah mengatur kehidupan Yuli bersama suami dan anak-anaknya.
BARANG BEKAS. Pada barang-barang bekaslah hidup keluarga pemulung. Hanya dari sampah dan barang bekas yang terbuang di pinggiran kota-lah mengatur kehidupan Yuli bersama suami dan anak-anaknya
TRI BUN-MEDAN.com-BARANG BEKAS. Pada barang-barang bekaslah hidup keluarga pemulung. Hanya dari sampah dan barang bekas yang terbuang di pinggiran kota-lah mengatur kehidupan Yuli bersama suami dan anak-anaknya.
Hanya sampah-lah tumpuan rezekinya setiap hari. Dan, menumpukan harapan untuk bisa makan.
Setiap hari begitu fajar merekah, Yuli keluar rumah bersama keluarganya. Yuli bekerja di kantor dinas yang digaji harian.
Sedangkan suaminya keluyuran sepanjang hari mencari barang bekas. Tentu saja, Yuli sekeluarga sangat menggantungkan nafkahnya dari sampah-sampah kota. Sebab, gaji hariannya Rp 25 ribu tak cukup.
Selama pandemi Corona mengganas di Kota Serang, Banten, Yuli tak lagi bekerja harian di kantor dinas itu. Jadi, mereka sekeluarga hanya bergantung nafkah dari suaminya yang pemulung itu.
Akan tetapi, penghasilan pemulung juga ikut tergerus lantaran aktivitas ekonomi tak berputar seperti biasa. Penghasilan tambahan dari barang-barang bekas yang dijual pun seperti plastik, kertas bekas, kaleng, tak ada.
Bisa Anda bayangkan betapa beratnya kehidupan keluarga pemulung seperti Yuli ini. Bahkan, mereka harus merasakan lapar berhari-hari.
Yuli, meninggal dunia di kediamannya kemarin diduga diakibatkan kelaparan.
Adapun Suami Yuli, Kholid menjelaskan pagi hari sebelumnya istrinya masih sempat berbincang di rumah.
Yuli sama sekali tak menunjukkan tanda-tanda sakit.
Sampai pukul 13.00 WIB, Yuli masih seperti biasa berinteraksi dengan empat anaknya sambil merapihkan bantuan dari masyarakat.
Akan tetapi ketika jam 2 siang, Kholid mendapati kabar dari sang anak bahwa istrinya pingsan.