KERUSAKAN HUTAN (DEFORESTASI) DI BERBAGAI WILAYAH INDONESIA

Oleh : Arif Widodo, SE

Pendahuluan

Dengan wilayah yang terbentang dari ujung Sumatera sampai Papua, Indonesia mempunyai banyak potensi kehutanan yang luar biasa. Hutan Indonesia merupakan salah satu hutan tropis terluas di dunia dan ditempatkan pada urutan kedua dalam hal tingkat keanekaragaman hayatinya. Hutan Indonesia memberikan manfaat berlipat ganda, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada manusia untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia. Hutan di Indonesia memiliki nilai ekonomi, sosial, lingkungan dan budaya bagi negara dan khususnya bagi masyarakat setempat. Jika berbagai peranan itu tidak seimbang, yang satu lebih ditekankan daripada yang lainnya, maka keberlanjutan hutan akan semakin terancam.

defores5

Hutan merupakan sumber daya alam yang dapat memberikan manfaat berlipat ganda, baik manfaat yang secara langsung maupun manfaat secara tidak langsung. Manfaat hutan secara langsung adalah sebagai sumber berbagai jenis barang, seperti kayu, getah, kulit kayu, daun, akar, buah, bunga dan lain-lain yang dapat dimanfaatkan secara langsung oleh manusia atau menjadi bahan baku berbagai industri yang hasilnya dapat digunakan untuk memenuhi hampir semua kebutuhan manusia. Manfaat hutan yang tidak langsung meliputi: (a) Gudang keanekaragaman hayati (biodiversity) yang terbesar di dunia meliputi flora dan fauna, (b) Bank lingkungan regional dan global yang tidak ternilai, baik sebagai pengatur iklim, penyerap CO2 serta penghasil oksigen, (c) Fungsi hidrologi yang sangat penting artinya bagi kehidupan manusia di sekitar hutan dan plasma nutfah yang dikandungnya, (d) Sumber bahan obat-obatan, (e) Ekoturisme, (f) Bank genetik yang hampir-hampir tidak terbatas (Jayapercunda, 2002).[2] Hutan Indonesia merupakan hutan tropis yang terluas ketiga di dunia setelah Brazil dan Republik Demokrasi Kongo. Dengan luas 1.860.359,67 km2 daratan, 5,8 juta km2 wilayah perairan dan 81.000 km garis pantai, Indonesia ditempatkan pada urutan kedua setelah Brazil dalam hal tingkat keanekaragaman hayati (Ministry of Environment, 2009). Keanekaragaman hayati yang terdapat di bumi Indonesia meliputi: 10 persen spesies tanaman berbunga, 12 persen spesies mamalia, 16 persen spesies reptil dan amfibi, 17 persen spesies burung, serta 25 persen spesies ikan yang terdapat di dunia (FWI, 2011).

Hal ini terlihat selama 25 tahun terakhir ini, eksploitasi sumberdaya dan tekanan pembangunan mempunyai pengaruh pada hutan. Dalam buku Agenda 21 Indonesia disebutkan bahwa faktor-faktor yang menekan kerusakan hutan Indonesia[3], adalah: a) pertumbuhan penduduk dan penyebarannya yang tidak merata, b) konversi hutan untuk pengembangan perkebunan dan pertambangan, c) pengabaian atau ketidaktahuan mengenai pemilikan lahan secara tradisional (adat) dan peranan hak adat dalam pemanfaatan sumberdaya alam, d) program transmigrasi, e) pencemaran industri dan pertanian pada hutan lahan basah, f) degradasi hutan bakau yang disebabkan oleh konversi menjadi tambak, g) pemungutan spesies hutan secara berlebihan dan h) introduksi spesies eksotik (UNDP & KMNLH, 1997). Hutan yang begitu besar manfaatnya bisa rusak karena faktor manusianya yang tidak mengerti cara memelihara lingkungan atau mengerti namun karena pertimbangan keuntungan, profit, eksploitasi terhadap hutan tetap dilakukan. Industri yang kian berkembang tentunya menghendaki lahan sebagai tempat produksi, ini juga hal yang menyebabkan terjadinya penggundulan hutan, sehinga semakin banyak industri yang berkembang akan menimbulkan kerusakan hutan yang cenderung meningkat.

Analisa Data

Pada tahun 1950, Dinas Kehutanan Indonesia menerbitkan Peta Vegetasi Indonesia dalam peta ini disimpulkan hampir 84 persen atau sekitar 162 juta ha, luas daratan Indonesia pada masa itu tertutup hutan primer. Deforestasi mulai menjadi masalah penting di Indonesia sejak awal 1970-an ketika penebangan hutan secara komersil mulai dibuka secara besarbesaran. Melalui survei RePPProT (1990) dihasilkan data tutupan hutan pada tahun 1985 sebesar 119 juta ha atau mengalami penurunan luas tutupan hutan sebesar 27 persen. Pada tahun 1997, hasil analisis Global Forest Watch menyebutkan bahwa tutupan hutan Indonesia sebesar 95 juta ha (FWI, 2011). Mengenai kondisi hutan dalam periode tahun 2000-2006 telah dipublikasikan berbagai versi perkiraan kerusakan hutan di Indonesia. Departemen Kehutanan menyatakan angka laju kerusakan hutan Indonesia adalah 2,83 juta ha per tahun dalam kurun waktu 1997-2000 (Departemen Kehutanan, 2005).

Hasil analisis tutupan hutan oleh FWI (2011) menunjukkan bahwa pada tahun 2009 luas daratan Indonesia adalah 190,31 juta ha, sementara luas tutupan hutannya adalah 88,17 juta ha atau sekitar 46,33 persen dari luas daratan Indonesia. Namun tutupan hutan ini tidak tersebar secara proporsional di seluruh pulau di Indonesia. Persentase luas tutupan hutan terhadap luas daratan di Provinsi Papua dan Papua Barat adalah 79,62 persen, Kalimantan 51,35 persen, Sulawesi 46,65 persen, Maluku 47,13 persen, Sumatera 25,41 persen, Bali-Nusa Tenggara 16,04 persen, dan Jawa 6,90 persen.

defores1

Pasal 18 UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan mengatur dan menetapkan angka “kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan hutan untuk setiap daerah aliran sungai, dan atau pulau guna optimalisasi manfaat lingkungan, manfaat sosial, dan manfaat ekonomi masyarakat setempat. Luas kawasan hutan dan penutupan hutan yang harus dipertahankan adalah minimal 30 (tiga puluh) persen dari luas daerah aliran sungai dan atau pulau dengan sebaran yang proporsional”. Jika kita mengacu kepada angka tersebut, maka luas tutupan hutan di pulau Sumatera, Bali-Nusa Tenggara dan Jawa tidak terpenuhi. Dari gambar di atas, terlihat jelas perbedaan yang cukup signifikan antara luas kawasan hutan pulau Kalimantan dan Jawa, atau Papua dan Jawa. Ini dikarenakan salah satunya adalah karena kawasan industri atau pusat kegiatan ekonomi masih berpusat di Pulau Jawa, sehingga kalau dilihat daerah Jawa luas hutannya semakin berkurang. Lain soal dengan Kalimantan, hutan yang berada dii Kalimantan berlipat-lipat kali lebih luas jika dibandingkan dengan hutan di pulau Jawa, karena kawasan industri di Kalimantan tidak sebanyak di Pulau Jawa. Kendati demikian, luas hutan di Kalimantan sekarang tidak seluas sepuluh tahun yang lalu. Banyak faktor yang menyebabkan deforestasi dan degradasi, faktor tersebut saling berhubungan dan semakin kompleks.

Penyebab lansungnya antara lain seperti yang sudah tertulis sebelumnya, tentang pembangunan infrastruktur, selain itu ekstraksi kayu dengan menebang pohon-pohon di hutan juga sangat berpengaruh pada deforestasi. Terdapat pula faktor-faktor yang tidak secara langsung mempengaruhi deforestasi, antara lain faktor ekonomi makro, faktor demografi, faktor budaya dan teknologi.[1]

defores2

Berdasarkan luas total tutupan hutan Indonesia, Papua  merupakan daerah yang memiliki proporsi tutupan hutan terluas di Indonesia dengan persentase sebesar 38,72 persen, diikuti Kalimantan 31,02 persen, Sumatera 13,39 persen, Sulawesi 10,25 persen, Maluku 4,26 persen, Bali-Nusa Tenggara 1,34 persen dan Jawa 1,02 persen. Tutupan hutan sebagai salah satu tolok ukur kondisi hutan terus berkurang sejalan dengan intervensi dan eksploitasi yang dilakukan oleh manusia.[1] FWI (2001) melaporkan beberapa temuan yang menyebabkan Indonesia menjadi negara yang mengalami kehilangan hutan tropis yang tercepat di dunia.

Berdasarkan hasil analisis tutupan hutan antara tahun 2000 sampai tahun 2009 terlihat bahwa hutan di Indonesia yang mengalami deforestasi adalah sekitar 15,15 juta ha. Provinsi yang mengalami deforestasi terbesar adalah Provinsi Kalimantan Tengah dengan luas mencapai 2 juta ha.

defores3

Menurut laporan FWI (2011), jika tutupan hutan pada tahun 2000 dibandingkan dengan tutupan hutan pada tahun 2009, hutan yang sudah mengalami deforestasi di Jawa sekitar 60,64 persen, Bali-Nusa Tenggara 45,92 persen, Maluku 25,09 persen, Sumatera 23,92 persen, Kalimantan 16,76 persen, Sulawesi 15,58 persen dan Papua 1,81.

defores4

Gambar di atas, menyajikan persentase luas deforestasi di setiap wilayah terhadap deforestasi total di seluruh Indonesia selama periode tahun 2000-2009. Deforestasi terbesar terjadi di Kalimantan dan Sumatera dengan persentase masing-masing sebesar 36,32 persen, dan 24,49 persen, diikuti Sulawesi 11,00 persen, Jawa 9,12 persen, Maluku 8,30 persen, Bali-Nusa Tenggara 6,62 persen. Papua menjadi wilayah yang paling kecil menyumbang deforestasi yakni sebesar 4,15 persen. Dapat dilihat bahwa deforestasi di Indonesia sampai pada tahun 2009 terkonsentrasi di Kalimantan dan Sumatera.

Mengapa terkonsentrasi pada Kalimantan dan Sumatera? Ini pertanyaan yang cukup menggelitik. Kalimantan dan Sumatera merupakan dua wilayah yang mempunyai hutan yang luas di Indonesia. Dengan luasnya hutan di daerah tersebut, pemerintah belum mampu melakukan kontrol secara massif terhadap pihak yang berkepentingan dalam pengelolaan hutan di kalimantan dan sumatera, sehingga perbuatan menyimpang pun sering dilakukan oleh pihak yang tak bertanggung jawab tanpa sepengatahuan Pemerintah—dalam hal ini Dinas Kehutanan setempat.  Kemungkinan lain yang terjadi adalah adanya kongkalikong antara pihak pemerintah dengan pihak yang tak bertanggung jawab, dengan memberikan ‘uang pemulus’ sehingga kegiataan yang seharusnya dilarang (karena bersifat merusak) dapat dilakukan. Sedangkan dii Jawa, laju deforestasi relative rendah karena hutan di daerah Jawa tidak seluas Kalimantan oleh karena banyaknya pembangunan industri yang terpusat di Jawa.

Referensi

Abdul Hakim, “Dampak Penerapan Kebijakan Konversi Hutan pada Kerusakan Lingkungan (Studi Kasus Pelepasa Kawasan Hutan untuk Perkebunan Kelapa Sawit”. Tesis S2 Universitas Indonesia, diakses dalam http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71322, 30 September 2013.

Departemen Kehutanan Republik Indonesia, 2005, Rekalkulasi Penutupan Lahan Indonesia Tahun 2005. Jakarta: Departemen Kehutanan Republik Indonesia.

Forest Watch Indonesia/Global Forest Watch. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Bogor: Forest Watch Indonesia dan Washington DC: Global Forest Watch.

Jayapercunda, Sadikin. 2002. Hutan dan Kehutanan Indonesia: Dari Masa Ke Masa. Bogor: IPB Press.

Kanninen et.al. Apakah Hutan dapat Tumbuh di atas Uang? Implikasi Penelitian Deforestasi bagi Kebijakan yang mendukung REDD. Perspektif Kehutanan 4. Bogor, Indonesia: CIFOR.

Ministry of Environment, 2009. Fourth National Report The Convention on Biological Biodiversity. Jakarta: Biodiversity Conservation Unit, Ministry of Environment.

Republik Indonesia. 1990. Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Lembaran Negara RI Tahun 1999 No. 167. Jakarta: Sekretariat Kabinet RI.

Wirendro Sumargo et.al, 2011, “Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009”, Bogor: Forest Watch Indonesia (FWI).

[1] Wirendro Sumargo et.al, “Potret Keadaan Hutan…..”, hal. 6.

[1] Wirendro Sumargo et.al, “Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009”, op. cit. hal. 5, dikutip dari Kanninen et.al. Apakah Hutan dapat Tumbuh di atas Uang? Implikasi Penelitian Deforestasi bagi Kebijakan yang mendukung REDD. Perspektif Kehutanan 4. Bogor, Indonesia: CIFOR.

 

[1] Wirendro Sumargo et.al, “Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009”, op. cit. hal. 5, dikutip dari Kanninen et.al. Apakah Hutan dapat Tumbuh di atas Uang? Implikasi Penelitian Deforestasi bagi Kebijakan yang mendukung REDD. Perspektif Kehutanan 4. Bogor, Indonesia: CIFOR.

[2] Wirendro Sumargo et.al, “Potret Keadaan Hutan Indonesia Periode Tahun 2000-2009”, Forest Watch Indonesia (FWI), hal. 1.

[3] Seperti dikutip Abdul Hakim, “Dampak Penerapan Kebijakan Konversi Hutan pada Kerusakan Lingkungan (Studi Kasus Pelepasa Kawasan Hutan untuk Perkebunan Kelapa Sawit”. Tesis S2 Universitas Indonesia, diakses dalam http://www.digilib.ui.ac.id/opac/themes/libri2/detail.jsp?id=71322, 30 September 2013.

Tinggalkan komentar