Hegemoni dan Kekuasaan

24 Apr

Kekuasaan oleh foucault di introduksi menjadi nuansa baru sebagai sesuatu yang positif dan produktif, kemudian menyebar dalam ruang-ruang lokal. Namun yang harus diakui bahwa ketika kekuasaan menyebar maka segalanya menjadi tercakup dalam kekuasaan.

            Dalam pandangan ilmuan kelahiran perancis 1926 ini, kekuasaan tidak dimaknai sebagai “kepemilikan” melainkan dipraktikkan dalam suatu ruang lingkup tertentu. Kekuasaan tidak dipahami sebagai sesuatu yang menindas melinkan produktif, kekuasaan menyususn wacana, pengetahuan, benda-benda dan subjektifitas.

            Kekuasaan selalu terakulasikan melalui pengetahuan, dan pengetahuan selalu memiliki efek kuasa. Kekuasaan selalu memproduksi pengetahuan sebagai basis kekuasaannya, karena hampir tidak mungkin kekuasaan tidak ditopang dengan ekonomi politik kebenaran.

Oleh foucaault kebenaran tidak  dipahami sebagai sesuatu yang datang dari langit,bukan juga sebuah konsep yang abstrak. Akan tetapi ia diproduksi, setiap kekuasaan menghasilkan dan memproduksi kebenaran sendiri melalui mana khalayak digiring untuk mengikuti kebenaran yang telah ditetapkan.

Truth is the world; it is produced there by virtue of multiple constrain. Each society has its regime of truth; its general politics of truth: that is the types of discourse it harbours adn causes to function as true: the mechanisms and instances which enable one to distinguish true from false statements, the way in wich each is sanctioned; the techniques and procedures which are valorised for obtaining truth: the status of those who are changed with saying what count as true.

            Kekuasaan dislaurkan melalui hubungan sosial dimana memproduksi bentuk- bentuk kategori perilaku sebagai baik atau buruk. Sebagai bentuk pengendalian perilaku. Relasi sosial itulah yang memproduksi bentuk subjektifitas dan perilaku. Jadi khalayak ditundukkan bukan dengan kontrol yang bersifat langsung dan fisik melainkan dengan wacana dan mekanisme berupa prosedur, aturan dan tatacara.

Dari deskripsi diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan. Pertama, kekuasaan dalam konsep Foucault bukanlah milik melainkan sebuah strategi seseorang, kelompok atau berupa gagasaan dan produksi teks. Oleh karena itu ,kekuasaan bukan kepemilikan melainkan dipraktikkan. Kedua, kekuasaan tidak bekerja melalui represi, negatif, struktur yang menindas melainkan ia hadir melalui peraturan, regulasi, norma yang tidak memaksa melalui fisik. Ketiga, kekuasaan tidak bisa dilokalisir melainkan ia berada dimana-mana. Artinya kekuasaan hadir ketika peraturan, norma dan regulasi hadir dan ditegakkan.

Kekuasaan tidak bisa dilepaskan dari hegemoni. Menurut Gramsci hegemoni adalah jenis hubungan kekuatan sosial khusus yang kelompok-kelompok dominannya mengamankan posisi mereka atas hak-hak istimewa dengan cara sebagian besar melalui cara-cara konsensus.

Dalam literatur yang berbeda Gramsci menjelaskan bahwa hegemoni adalah tentang cara menerapkan kekuasaan ideologi yang tidak terlihat. Hegemoni adalah tentang proses-proses yang melaluinya seperangkat ide milik satu kelompok sosial menjadi dominan dalam suatu masyarakat.

Dasar epistemologis gramsci dalam hegemoni didasarkan pada konsep  kesadaran. Suatu pengetahuan atau ideologi yang dimasukkan secara terselubung , pembiasaan maupun dengan pemaksaan (doktrinasi) kedalam atmosfir kesadaran kolektif massif, telah memunculkan kesadaran relatif baru.

Konsep hegemoni Gramsci diambil secara dialektis melalui dikotomi tradisional yang berkarakteristik pemikiran italia, yakni Machiavelli (kekuatan) sampai Pareto (persetujuan) dan juga Lenin (strategi). Teori Gramsci tentang hegemoni menjadi langkah maju dalam rangka pemikiran marxisme dari definisi pasif revolusi.

Gramsci mengubah makna hegemoni dari strategi (sebagaimana menurut Lenin) menjadi sebuah konsep tentang kekuatan dan hubungan produksi, kelas dan negara menjadi sarana untuk memahami  masyarakat dengan tujuan untuk mengubahnya. Ia mengembangkan gagasan tentang kepemimpinan dan pelaksanaannya sebagai syarat untuk memperoleh kekuasaan negara.

“suatu kelompok sosial bisa bahkan harus menjalankan kepemimpina sebelum merebut kekuasaan pemerintahan( hal ini jelas merupakan salah satu syarat utama untuk memoeroleh kekuasaan tersebut); kesiapan itu pada gilirannya menjadi sangat penting ketika kelompok itu menjalankan kekuasaan…..mereka harus tetap “memimpin”( Gramsci, 1976: 57-68)

Gagasan revolusioner Gramsci yang cenderung elitis tidak menafikkan adanya peranan strukturalisme dalam perubahan masyarakat. Namun Gramsci tidak yakin bahwa strukturalisme mampu menghantrakan massa kepada ruang revolusi.

Massa perlu mengembangkan gagasan revolusioner guna membangkitkan gelora perjuangan kelas, namun gagasan revolusioner hanya mampu dilahirkan oleh kaum intelektual yang akan diteruskan oleh massa. Gagasan revolusioner yang ditopang dengan kekuatan massa akan melahirkan sebuah gerakan revolusi sosial.

Dalam The Prison Notebooks Gramsci mengacu pada hegemoni untuk menggambarkan aktivitas kelompok yang sedang dominan maupun kekuatan-kekuatan progresif (komunitas perjuangan). Bagi Gramsci, apapun dan bagaimanapun kelas kelompok sosial, mereka harus melalui berbagai tahapan sebelum mereka dapat menjadi hegemonik. Gramsci kemudian berlanjut menyatakan bahwa terdapat tiga tingkat perkembangan politik yang harus dilalui suatu kelompok sosial agar dapat mengembangkan gerakan yang dapat memulai perubahan.

Tahap pertama perkembangan kelompok disebut “korporat-ekonomis”. Korporatis merujuk pada pemaknaan seseorang yang mengutamakan kepentingan individu. Seseorang berafiliasi dengan tahap korporat-ekonomis sebagai fungsi dari kepentingan pribadinya, menyadari bahwa mereka membutuhkan dukungan orang lain untuk memperoleh keamanan mereka sendiri. Mereka berserikat dan berkelompok hanya untuk kepentingan jangka pendek, kepentingan pribadi, kenyamanan individu mendominasi segala kepentingan berserikat. Hal yang ditekankan adalah: pada tahap perkembangan historik ini, kelompok yang bersangkutan belum memiliki rasa solidaritas di antara anggota-anggotanya.

Dalam tahap kedua, anggota-anggota kelompok mulai menyadari bahwa terdapat wilayah kepentingan yang lebih luas dan bahwa terdapat orang lain yang berbagi kepentingan dengan mereka dan akan terus membagi kepentingan-kepentingan ini dalam masa depan yang terjangkau. Dalam tahap inilah rasa solidaritas berkembang, tapi solidaritas ini masihlah hanya berbasiskan kepentingan ekonomi bersama. Tidak terdapat pandangan dunia bersama atau apa pun semacam itu. Solidaritas seperti ini dapat mengarah pada upaya-upaya untuk menggalakkan reformasi-reformasi di bidang hukum untuk memperbaiki posisi kelompok tersebut dalam sistem yang ada, tapi belum ada kesadaran tentang bagaimana mereka, dan yang lainnya, dapat diuntungkan oleh pembentukan sistem yang baru.

Hegemoni hanya bisa diwujudkan setelah mencapai tahapan yang ketiga, yakni anggota kelompok sosial mulai menyadari kepentingan dan kebutuhan untuk menjangkau melampaui apa yang dapat mereka lakukan dalam konteks kelas-kelas mereka tersendiri. Nilai pentingnya adalah menjadikan agenda kepentingan kelompok menjadi agenda milik bersama dan melekat menjadi satu dengan kepentingan anggota secara internal dan kelompok lain secara eksternal sehingga perjuangan menjadi lebih massif.

Belajar dari perencanaan Revolusi bolsehevik, dimana kaum intelektual proletariat perkotaan mengembangkan issu revolusi tani, sehingga revolusi bukan sekedar dimaknai sebagai agenda kaum elit melainkan juga sebagai kepentingan kaum proletar kelas bawah.

Berjalannya suatu kelompok sosial dari reformisme atas kepentingan pribadi dan kelompok menuju hegemoni nasional dapat terjadi secara efektif via partai politik. Dalam formulasi yang kompleks ini, beragam ideologi kelompok-kelompok yang beraliansi akan berkumpul. Tak dielakkan lagi akan terjadi konflik antara ideologi-ideologi ini, dan melalui proses perdebatan dan pertarungan, satu ideologi, atau kombinasi penyatuan darinya, akan muncul mewakili kelas-kelas yang beraliansi. Ideologi ini dapat dibilang hegemonik, kelompok yang mewakilinya telah meraih posisi hegemonik atas kelompok-kelompok yang tersubordinasi. Dalam tahap ini, partai mencapai kedewasaan dengan meraih kesatuan antara tujuan ekonomi dan politik maupun kesatuan moral dan intelektual – dapat dikatakan sebagai saling berbagi suatu pandangan dunia.

Leave a comment