Berbagai Dimensi Seksualitas

sexuality-logoSeksologi mempelajari berbagai aspek tentang seksualitas. Berbagai aspek seksualitas saling mempengaruhi satu sama lain, walaupun pada akhirnya orang melihat atau merasakan dalam bentuk perilaku seksual. Meninjau seksualitas dari sudut pandang yang bervariasi ini, sebenarnya sama dengan mempelajari tentang manusia dengan segala kompleksitasnya. Mempelajari seksualitas dengan benar memberikan beberapa manfaat, yaitu:
1. Dapat mencegah masalah seksual
2. Dapat memberikan informasi dan pendidikan seksual yang benar
3. Dapat mengatasi berbagai masalah seksual
4. Menjadi lebih peka dan sadar dalam hubungan antar manusia

Pengetahuan seksual yang benar dapat memimpin ke perilaku seksual yang rasional dan bertanggung jawab, dan dapat membantu membuat keputusan pribadi yang penting tentang seksualitas.

Kita sering mendengar kata seks, seksualitas, reproduksi, dan jender. Bahkan mungkin kita sering mengucapkan itu, walaupun mungkin tidak tahu dengan benar apa artinya.Seks dapat berarti jenis kelamin atau organ kelamin. Seksualitas mempunyai arti yang lebih luas karena meliputi semua aspek yang berhubungan dengan seks, meliputi orientasi, sikap, dan perilaku. Seksualitas berarti suatu dimensi kepribadian, tidak sama dengan kemampuan seseorang untuk memberikan reaksi erotik. Reproduksi erat kaitannya dengan seks dan seksualitas, tetapi tidak sama persis. Reproduksi lebih menunjuk kepada menghasilkan keturunan. Tetapi untuk menghasilkan keturunan tentu saja diperlukan organ seks juga. Jender menunjukkan suatu status sosial atau peran yang diberikan oleh masyarakat berdasarkan perbedaan jenis kelamin. Berdasarkan pengertian ini, maka seks tidak dapat berubah. Tetapi seksualitas dan jender dapat berubah. Seksualitas dapat ditinjau dari beberapa dimensi sebagai berikut..

Dimensi Biologi

Dimensi biologi seksualitas bersifat luas. Faktor biologi mengontrol perkembangan seksual dari konsepsi sampai kelahiran dan kemampuan bereproduksi setelah pubertas. Sisi biologi seksualitas juga mempengaruhi dorongan seksual, fungsi seksual, dan kepuasan seksual. Bahkan kekuatan biologi juga mempengaruhi diferensiasi seks tertentu dalam hal perilaku, misalnya kecenderungan pria untuk bertindak lebih agresif daripada wanita. Reaksi seksual menghasilkan peristiwa biologi yang spesifik, misalnya meningkatnya nadi, reaksi pada organ kelamin, dan sensasi yang dirasakan pada seluruh tubuh.

Dimensi Psikososial

Dimensi psikososial meliputi faktor psikik yaitu emosi, pandangan dan kepribadian, yang bergabung dengan faktor sosial, yaitu bagaimana manusia berinteraksi. Dimensi psikososial seksualitas penting karena tidak hanya muncul pada banyak masalah seksual tetapi juga karena berpengaruh terhadap perkembangan menjadi manusia yang seksual. Dari masa anak-anak, identitas jender seseorang terutama dibentuk oleh kekuatan psikososial. Pandangan seksual awal kita yang sering kali terbawa sampai dewasa terutama didasarkan kepada orangtua, teman sebaya, dan guru yang menceriterakan arti dan tujuan seks. Seksualitas juga diatur oleh masyarakat melalui hukum, tabu, dan keluarga serta teman sebaya yang mengarahkan untuk mengikuti arah tertentu tentang perilaku seksual.

Dimensi Perilaku

Membicarakan perilaku seksual, seharusnya kita menghindarkan diri dari menghakimi perilaku seksual orang lain dengan menggunakan nilai dan pengalaman kita sendiri. Banyak orang yang cenderung berpikir tentang seksualitas dalam istilah “normal” dan “tidak normal” secara salah. “Normal” acapkali diartikan apa yang kita sendiri lakukan dan rasakan nyaman, sedang “abnormal” diartikan sebagai apa yang dilakukan oleh orang lain yang berbeda atau terasa ganjil bagi kita. Mencoba memutuskan apa arti normal bagi orang lain sebenarnya sia-sia karena obyektivitas kita tertutup oleh nilai dan pengalaman kita.

Dimensi Klinis

Meskipun seksualitas merupakan suatu fungsi yang alamiah, banyak hambatan yang dapat mengurangi kesenangan seksual atau spontanitas hubungan seksual. Masalah fisik seperti penyakit, trauma, atau obat-obatan dapat mengganggu reaksi seksual atau melenyapkan sama sekali. Perasaan seperti kecemasan, rasa bersalah, malu, depresi dan konflik dalam hubungan pribadi juga dapat mengganggu seksualitas. Perspektif klinis seksualitas memberikan solusi terhadap masalah tersebut dan masalah lain yang menghambat tercapainya kebahagiaan seksual. Dalam dua dekade terakhir telah dicapai hasil yang sangat memuaskan dalam pengobatan masalah seksual. Ada dua perubahan pokok yang berperan dalam sukses tersebut, yaitu pengertian yang lebih baik mengenai seksualitas yang multidimensi dan perkembangan seksologi.

Dimensi Kultural

Topik seksual seringkali menimbulkan kontroversi dan mengandung nilai-nilai. Tetapi kontroversi sering bersifat relatif terhadap waktu, tempat, dan lingkungan. Apa yang disebut “moral” atau “hak” berbeda dari satu budaya ke budaya lain, dari masa ke masa. Banyak isu moral mengenai seks berhubungan dengan tradisi keagamaan, tetapi agama tidak mempunyai monopoli atas moralitas. Tidak ada sistem nilai seksual yang baik bagi setiap orang dan tidak ada satupun kode moral yang tidak dapat diperdebatkan dan dapat digunakan secara universal. Perubahan perilaku seksual yang terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia, tidak terlepas dari dimensi kultural. Ada beberapa faktor yang menyebabkan perubahan itu.

Pertama, perubahan peran jender. Secara tradisional, wanita diperlakukan sebagai mahluk yang pasif dan tidak responsif secara seksual, sedang pria dianggap sebagai agresor seksual. Sesuai dengan pandangan ini, pria diharapkan menjadi pengambil inisiatif dan pintar dalam urusan seksual, dan wanita yang agresif atau sangat menikmati seks dianggap aneh. Pandangan ini kini telah diganti oleh suatu konsep partisipasi dan kepuasan bersama.

Kedua, semakin terbukanya segala sesuatu tentang seksualitas. Semua bentuk media, dari media cetak, televisi sampai bioskop merupakan refleksi perubahan ini, dan akibatnya seks semakin tidak dianggap sebagai sesuatu yang menimbulkan rasa malu dan misterius.

Ketiga, semakin diterimanya hubungan seksual untuk tujuan rekreasi dan relasi, sebagai lawan dari reproduksi. Perubahan ini terutama disebabkan oleh beredarnya kontrasepsi. Munculnya filosofi seks yang positif ini juga berkaitan erat dengan emansipasi seksual wanita dan keterbukaan masyarakat terhadap seks.

(Dari bahan kuliah seksologi oleh Prof Wimpie Pangkahila)

Leave a comment