Berkenalan dengan Agama-Agama Baru nan Unik

Reporter: Arman Dhani tirto.id - 23 Sep 2016 21:00 WIB

View non-AMP version at tirto.id

Agama-agama konvensional semakin banyak mendapat kritisisme, bahkan tak sedikit pula yang meninggalkannya. Bersamaan dengan gejala itu, agama-agama baru pun bermunculan.

tirto.id - Belakangan ini agama-agama besar sedang terpojok. Buku best seller karangan Sam Harris, The End of Faith, memblejeti hal-hal yang dianggapnya sebagai borok dari ajaran-ajaran agama terorganisir. Dengan cara menulis yang tajam, kadang terasa sangat sinis, Harris juga secara khusus menyorot kaitan antara ajaran Islam dengan terorisme.

Tak hanya mendapat "serangan intelektual", agama juga semakin tak populer di beberapa bagian dunia. Eropa semakin sekuler dan agama Kristen tak lagi jadi bagian hidup orang Eropa. Indikatornya adalah semakin menurunnya jumlah orang yang beribadah di gereja. Di sisi lain, memang ada peningkatan pemeluk agama Islam seiring tingginya pendatang dari Timur Tengah ke benua tersebut.

Tapi di luar kritisisme sampai pengabaian ajaran-ajaran agama besar itu, ternyata ada juga agama-agama baru bermunculan. Jangan bayangkan agama dan Tuhan seperti diyakini dalam agama-agama tradisi Ibrahimi—Yahudi, Kristen, dan Islam—atau agama-agama yang berasal dari daratan India seperti Hindu dan Buddha. Agama-agama baru ini menawarkan hal-hal yang sama sekali lain.

Salah satunya adalah Kopimisme. Isak Gerson, pemimpin spiritual dari agama ini, menganggap proses menyalin data di komputer adalah perilaku suci. Agama ini meyakini bahwa berbagi data dan berkas digital sebagai laku ibadah. Pada 5 Januari 2012, pemerintah Swedia mengesahkan ajaran Isak sebagai agama resmi. Anda bisa ikut agama ini jika meyakini berbagi pengetahuan sebagai sesuatu yang sakral. Menyalin data dan pengetahuan adalah salah satu ritus yang disebut kopyacting. CTRL+C dan CTRL+V menjadi simbol sakral dalam agama ini.

Tak tertarik? Coba cek yang satu ini: Flying Spaghetti Monster (Monster Spageti Terbang). Agama ini muncul sebagai kritik terhadap agama-agama konvensional. Meski banyak ditulis sebagai agama main-main dan dianggap menghina agama lain, pengikut Flying Spaghetti Monster berkeyakinan agama mereka sama sahihnya dengan agama-agama lain di dunia.

“Agama kami kerap dianggap sebagai satire, padahal ini adalah kebenaran. Anda mesti tahu apa yang benar untuk bisa memahami satire,” tulis mereka dalam rilis resminya.

Pengikut resmi agama ini disebut sebagai Pastafarians. Mereka percaya di hari akhir nanti akan disediakan bir dan penari telanjang. Tentu saja fasilitas surga ala Pastafarians itu terbatas hanya untuk yang percaya. Agama ini dibentuk secara resmi pada 2005 di Amerika Serikat dan menjadi agama resmi di Polandia.

Sebelum beranjak pada agama selanjutnya, pendapat D. Bruce Dickson, profesor antropologi dari Texas A&M University, agaknya perlu disimak. Dalam bukunya The Dawn of Belief: Religion in the Upper Paleolithic of Southwestern Europe, ia mengungkapkan gejala agama sebgai proses yang terjadi secara repetitif.

Ia mengemukakan konsep agama paleolitik, yakni seperangkat keyakinan spiritual yang dianut manusia prasejarah. Ritus seperti pemakaman, konsep yang maha di luar diri, juga penciptaan mitos-mitos yang tak masuk akal, sudah ada sejak zaman itu. Kini, masyarakat modern juga mengadopsi konsep itu dengan agama-agama baru mereka.

src="https://mmc.tirto.id/image/2016/09/06/Agama-01.jpg" width="860" /

Agama yang mengadopsi keyakinan lama dalam mitos modern itu contohnya adalah Jemaah Gereja Jediisme, dibentuk Daniel Jones pada 2007. Jediisme berkembang dari ide film Star Wars bahwa seluruh jagat raya ini dialiri oleh Force, kekuatan tak kasat mata yang mengatur semua jalan hidup. Beberapa orang menganggap keyakinan ini sebagai lelucon internet. Namun, banyak penggemar garis keras Star Wars memang meyakini Force sebagai pengatur jalannya nasib di jagat raya. Para penganut agama ini yakin keyakinannya sama baiknya dengan agama-agama terdahulu.

Meski menarik, ketiga agama di atas tak punya banyak pengikut. Lalu apa agama baru yang pengikutnya massal?

Gabe Bullard dalam tulisannya di National Geographic April lalu berpendapat: “tidak beragama” adalah keyakinan paling besar dan paling berkembang saat ini. Alih-alih memasukkan diri mereka ke dalam kelompok berlabel atheisme, orang-orang "tidak beragama" ini kerap diasosiasikan sebagai humanis, agnostik, dan kaum skeptis. Kebanyakan dari mereka, menurut Gabe Bullard, menolak konsepsi tentang Tuhan seperti yang diajarkan agama-agama saat ini. Atau tak peduli. Atau tak menganggapnya relevan.

Apa penyebab pengabaian terhadap Tuhan dan ketidakberagamaan ini? Sekulerisme-lah yang kerap ditunjuk sebagai biang keladi. Ada juga yang menyalahkan perkembangan sains sebagai usaha menghilangkan peran Tuhan. Upaya menyembuhkan penyakit dengan metode sel punca alias stem cell, misalnya, dianggap semacam tindakan makar terhadap kekuasaan Tuhan.

Menariknya, beberapa kelompok baru nonkeyakinan seperti “New Atheism” menurut Bullard adalah respons langsung terhadap agama konvensional seperti Islam. Pemimpin atau pemuka New Atheism banyak yang sinis dan berseberangan dengan Islam hingga kerap dianggap menyebarkan Islamofobia. Salah satu dari mereka, tentu saja, Sam Harris si penulis The End of Faith.

Baca juga artikel terkait Humaniora atau tulisan menarik lainnya Maulida Sri Handayani
(tirto.id - msh/dan)

Reporter: Arman Dhani
Penulis: Arman Dhani
Editor: Maulida Sri Handayani