Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muncul Wacana Presiden 3 Periode, Formappi: Elite Rindu Kemewahan Berkuasa Orba

Kompas.com - 01/12/2019, 14:02 WIB
Fitria Chusna Farisa,
Sandro Gatra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus menilai, usulan masa jabatan presiden tiga periode muncul karena elite partai politik rindu pada era Orde Baru.

Wacana ini muncul bersamaan sejumlah wacana lain, seperti wacana menghidupkan kembali Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN), wacana MPR sebagai lembaga tertinggi negara, hingga pemilihan presiden oleh MPR.

"Saya kira kerinduan bisa berkuasa mirip Soeharto dan kroni-kroninya di era orde baru yang banyak mendorong munculnya wacana-wacana seperti pemilihan Presiden oleh MPR, GBHN, masa kekuasaan tiga periode dan lain-lain," kata Lucius kepada Kompas.com, Minggu (1/12/2019).

Baca juga: Perludem: Usul Presiden Dipilih MPR Membawa Indonesia ke Masa Kelam

Menurut Lucius, sejumlah wacana yang muncul belakangan ini bertolak belakang seluruhnya dengan semangat awal reformasi.

Pada awal reformasi, MPR memutuskan untuk mengubah praktik demokrasi tidak langsung, masa jabatan presiden yang tanpa batas, menghapuskan GBHN, mengubah fungsi MPR sebagai lembaga tertinggi negara, untuk mencegah demokrasi sekadar jadi alat penguasa untuk mempertahankan otoritarianisme.

Namun, sejumlah wacana yang muncul belakangan justru seolah mendorong adanya perombakan sistem yang membuat Orde Baru bisa berkuasa tanpa batas alias sewenang-wenang.

"Saya menduga, bagi penguasa, kemewahan berkuasa pada era Orde Baru itu tetap menjadi impian. Bagaimana tidak, presiden dan kroni-kroninya tanpa beban bisa melakukan apa saja dalam waktu lama," ujar Lucius.

"Penguasa bisa sewenang-wenang memperlakukan rakyat, tanpa perlu takut diprotes rakyat melalui pengadilan. Bisa memperkaya diri, keluarga dan parpol tanpa perlu takut diciduk KPK," lanjutnya.

Baca juga: Nasdem Wacanakan Penambahan Masa Jabatan Presiden Jadi 3 Periode

Lucius mengatakan, masa jabatan presiden tiga periode hingga presiden dipilih MPR buruk dari sisi rakyat dan substansi demokrasi.

Sementara bagi penguasa, hal-hal tersebut adalah sebuah kemewahan.

Oleh karenanya, menurut Lucius, jika saat ini muncul usulan masa jabatan tiga periode, bukan tidak mungkin ke depan muncul wacana masa jabatan presiden yang lebih lama lagi.

"Saya yakin bukan tak mungkin (masa jabatan) akan diubah kembali menjadi lebih lama lagi. Wong rakyat sudah bisa ditawar-tawar kok soal waktu," katanya.

Baca juga: Istana: Jokowi Tak Terpikir Perpanjang Jabatan Jadi 3 Periode

Sebelumnya, dalam rencana amandemen terbatas UUD 1945 telah muncul berbagai pendapat dari masyarakat terkait perubahan masa jabatan presiden.

Ada yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi delapan tahun dalam satu periode.

Ada pula yang mengusulkan masa jabatan presiden menjadi empat tahun dan bisa dipilih sebanyak tiga kali.

Usul lainnya, masa jabatan presiden menjadi lima tahun dan dapat dipilih kembali sebanyak tiga kali.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Senada dengan Nasdem, PKB Anggap Hak Angket Kecurangan Pemilu Kian Sulit Diwujudkan

Nasional
Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Usai Dukung Prabowo-Gibran, Nasdem dan PKB Bilang Timnas Amin ‘Bubar’

Nasional
MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

MK Sidangkan Sengketa Pileg 2024 Mulai 29 April, Sehari Puluhan Perkara

Nasional
Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasdem Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran, PKS: Pak Surya Paling Cantik Bermain Politik

Nasional
Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Penghormatan Terakhir PDI-P untuk Tumbu Saraswati...

Nasional
Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Idrus Sebut Ada Posisi Strategis yang Ditawarkan jika Jokowi Masuk Golkar; Ketua Umum hingga Ketua Dewan Pembina

Nasional
CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

CSIS: Jumlah Caleg Perempuan Terpilih di DPR Naik, tapi Sebagian Terkait Dinasti Politik

Nasional
Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum 'Move On'

Cak Imin Titip 8 Agenda Perubahan ke Prabowo, Eks Sekjen PKB: Belum "Move On"

Nasional
CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

CSIS: Caleg Perempuan Terpilih di Pemilu 2024 Terbanyak Sepanjang Sejarah sejak Reformasi

Nasional
Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada 'Stabilo KPK'

Prabowo-Gibran Disarankan Terima Masukkan Masyarakat saat Memilih Menteri, daripada "Stabilo KPK"

Nasional
CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

CSIS: Caleg Terpilih yang Terindikasi Dinasti Politik Terbanyak dari Nasdem, Disusul PDI-P

Nasional
MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

MK Registrasi 297 Sengketa Pileg 2024

Nasional
CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

CSIS: 138 dari 580 Caleg Terpilih di DPR Terasosiasi Dinasti Politik

Nasional
Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Idrus Marham Dengar Kabar Golkar Dapat 5 Kursi Menteri dari Prabowo

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo-Anies Mesra Saat Penetapan di KPU | Sinyal PKB Gabung Pemerintahan Mendatang

[POPULER NASIONAL] Prabowo-Anies Mesra Saat Penetapan di KPU | Sinyal PKB Gabung Pemerintahan Mendatang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com