Kamis 27 Jul 2017 14:26 WIB

Dorong Potensi Ekonomi Syariah, Pemerintah Bentuk KNKS

Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Bambang Brodjonegoro saat menghadiri Milad ke-12 IAEI di Jakarta, beberapa waktu lalu. (Republika/Rakhmawaty La'lang)
Foto: Republika/Rakhmawaty La'Lang
Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Bambang Brodjonegoro saat menghadiri Milad ke-12 IAEI di Jakarta, beberapa waktu lalu. (Republika/Rakhmawaty La'lang)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah membentuk Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) melalui Peraturan Presiden Nomor 91 Tahun 2016 tentang Komite Nasional Keuangan Syariah. Komite yang dipimpin langsung oleh Presiden RI Joko Widodo dan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla ini bertujuan mengembangkan potensi sekaligus menjawab tantangan keuangan dan ekonomi syariah di Indonesia.

Pada 2016, penduduk Indonesia diperkirakan mencapai 258,7 juta jiwa dan sekitar 85 persen diantaranya adalah pemeluk agama Islam. Sebagai negara dengan penduduk Muslim terbesar di dunia, Indonesia dinilai sangat berpotensi untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah, terutama dalam mendukung pendanaan prioritas-prioritas pembangunan, seperti proyek-proyek infrastuktur, pendidikan, dan pertanian.

Keuangan syariah sebenarnya telah hadir di Indonesia selama lebih dari dua dasawarsa. Sayangnya, perkembangannya belum sesuai harapan. Hal tersebut tercermin dari pangsa pasar keuangan syariah Indonesia yang masih relatif kecil, yaitu hanya mencapai 5,3 persen terhadap industri perbankan nasional pada 2016. Capaian tersebut berada jauh di bawah negara-negara lainnya seperti Arab Saudi yang mencapai 51,1 persen, Malaysia 23,8 persen, dan Uni Emirat Arab (UEA) 19,6 persen.

“Pembentukan Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) adalah wujud komitmen pemerintah untuk mengembangkan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia secara serius dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan”, ujar Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional sekaligus Ketua Umum Ikatan Ahli Ekonomi Islam (IAEI), Bambang Brodjonegoro dalam keterangan tertulis yang diterima Republika.co.id, Kamis (27/7).

KNKS hari ini diluncurkan oleh Jokowi di Istana Negara, Jakarta. KNKS mendapat amanat untuk mempercepat, memperluas, dan memajukan pengembangan keuangan syariah dalam rangka mendukung pembangunan. KNKS juga berperan menyamakan persepsi dan mewujudkan sinergi antara para regulator, pemerintah, dan industri keuangan syariah. Semuanya tak lain demi menciptakan sistem keuangan syariah yang selaras dan progresif untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

KNKS mendorong peran jasa keuangan syariah dalam kegiatan sektor riil dari ekonomi syariah, seperti pembiayaan syariah untuk industri pariwisata  ramah Muslim. KNKS juga diamanatkan untuk mewujudkan keuangan dan ekonomi syariah yang bermanfaat bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

“KNKS harus bisa menjawab tantangan pembangunan maupun ekonomi terkini, misalnya ada isu tentang ketimpangan pendapatan, maka akan didorong dulu bagaimana kontibusi ekonomi syariah terhadap penanganan masalah ketimpangan tersebut”, kata Bambang.

KNKS akan mengawal agenda dalam Masterplan Arsitektur Keuangan Syariah Indonesia (AKSI) yang telah diluncurkan pemerintah Indonesia di sela acara World Islamic Economic Forum (WIEF) 2016 di Jakarta. Masterplan AKSI berisi kajian dan rekomendasi strategi untuk memperbaiki industri keuangan syariah di bidang perbankan, pasar modal, lembaga keuangan nonbank, dan dana sosial keagamaan yang meliputi dana haji, zakat, dan wakaf.

Perbaikan tersebut menyangkut permodalan, sumber daya manusia, tata kelola, perlindungan konsumen, teknologi informasi, sosialisasi dan sistem jaring pengaman. Masterplan AKSI fokus untuk menjadikan keuangan syariah sebagai kekuatan nyata bagi Indonesia.

Ini bisa dilakukan dengan memanfaatkan dinamika ekonomi untuk mencapai tujuan pembangunan yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015–2019 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005–2025.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement