Opini

Saatnya Sabang Naik Kelas

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

(Menyongsong ‘Sail Sabang 2017’)

Oleh Muslim Amiren dan Fauzi Umar

PEMERINTAH pusat menunjuk Aceh, khususnya Kota Sabang, menjadi tuan rumah even internasional, Sail Sabang 2017, yang akan digelar pada 28 November - 5 Desember 2017 mendatang. Pemerintah berencana untuk menata dan membangun kembali kawasan Sabang sebagai destinasi pelabuhan wisata bahari dunia. Perhelatan akbar ini akan menjadi momentum bagi Sabang khususnya dan Aceh secara umum, untuk “naik kelas” atau “tetap jalan di tempat”.

Pilih mana; membangkitkan kembali kejayaan Kawasan Pelabuhan dan Perdagangan Bebas Sabang dengan international standar atau hanya sebagai tempat wisata cilet-cilet ala backpacker seperti selama ini?

Apapun pilihan kita, momentum Sail Sabang 2017 ini merupakan satu peluang untuk membangun ekonomi Aceh, khususnya Sabang pasca otsus migas 2025. Hal ini mengingat lokasinya yang sangat strategis dan menjadi pintu gerbang Indonesia bagian barat, gateway di Selat Malaka. Selain itu, Pulau Weh punya sumber potensi maritim menjanjikan, secara ekononi dan politik, karena berada pada pertemuan tiga wilayah laut spesifik (Samudera Hindia - Laut Andaman, dan Selat Malaka).

Konon lagi, bila pemerintah Thailand jadi bekerja sama dengan Cina untuk membuka Terusan Kra. Kanal ini akan memotong jalur dagang langsung Asia ke Eropa dan Amerika tanpa harus melewati atau memutar Selat Malaka. Itulah nanti saatnya Sabang akan penting lagi sebagai tempat transhipment kapal-kapal dagang besar dunia. Menyingkatkan perjalanan 660 km melewati Batam di Kepulauan Riau, Port Klang di Malaysia dan Singapura menjadi hanya 110 km saja. Pertanyaannya, siapkah kita? Sudah adakah fasilitasnya di sana? Bila tidak, siap-siap saja peluangnya diambil oleh daerah lain.

Semoga Pemerintah Aceh (Hebat) segera menyahutinya dengan membuat perencanaan hebat bersama lembaga terkait, tidak cilet-cilet. Untuk dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi rakyat, maka kawasan ini harus dikembangkan dan dikelola berkelas dunia, dengan tetap memperhatikan daya dukung serta aspek kelestariannya. Momentum Sail Sabang 2017 sebagai agenda negara patut diapresiasi dan dijadikan tolak-ukur untuk menjadikan pintu gerbang bangsa yang lebih baik, serta bisa sejajar dengan negara-negara tetangga di sekitarnya.

Sangat tepat
Teluk Sabang dengan pelabuhan CT-1, CT-2, dan CT-3 yang merupakan satu pelabuhan alam terbaik di Indonesia dengan kedalaman mencapai 25 meter. Pelabuhan ini sebagai satu pintu masuk utama kapal-kapal pesiar dunia harus ditata dan dibangun infrastruktur yang mengedepankan aspek estetika dan menjamin hospitalitily bagi semua kapal dan penumpangnya. Teluk Sabang sangat tepat dijadikan sebagai marina bay dan homeport, khususnya untuk melayani kapal-kapal mega-cruise, kapal yacht, dan kapal-kapal super-yacht dunia.

Apalagi di sekitar kawasan tersebut akan dibangun Pusat Riset Oseonografi LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia). Pengembangan Teluk Sabang harus dijadikan sebagai sentra utama aktivitas masyarakat di Sabang. Karena itu konektivitas dengan pengembangan kawasan Jalan Perdagangan sebagai sentra bisnis dan kawasan Sabang Fair sebagai pusat even-even maupun kawasan wisata kuliner Nusantara harus mendapat perhatian.

Mengembalikan kawasan Sabang ke khittahnya butuh komitmen bersama. Sesungguhnya kita tidak sedang sendiri. Ide ini mencuat kembali ketika Kementerian Koordinasi Bidang Kemaritiman RI dan Workshop Revitalisasi Kawasan Sabang di Aula Walikota Sabang pada November 2015 lalu. Dilanjutkan dengan Workshop Nasional dan Penandatanganan Deklarasi Bersama Pengembangan Teluk Sabang sebagai Pelabuhan Hub Wisata Bahari Internasional untuk Indonesia Bagian Barat di Gapang Resort, 20 September 2016 (tanpa melupakan khittahnya sebagai kawasan pelabuhan bebas dan perdagangan bebas).

Komitmen itu turut ditandatangani Penasehat Kehormatan Menteri Pariwisata RI, Prof Dr Indroyono Soesilo MSc, Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Pariwisata, Pemerintah Aceh, BPKS, Pemko Sabang, TNI AL, DPRK dan Majelis Adat Aceh (MAA) Kota Sabang. Hanya saja, komitmen ini jangan hanya di atas kertas, harus direalisasikan dan dikejar untuk direalisasikan sebagai komitmen bersama untuk Sabang yang lebih baik.

Peluang kita sangat besar mengingat Pelabuhan Sabang setiap hari sudah dan akan dilalui ratusan kapal-kapal dunia. Sekarang faktanya justru terbalik. Tahun 2013-2015, Pelabuhan Sabang hanya dikunjungi rata-rata 8 kapal pesiar dan 2016 dikunjungi 11 kapal pesiar. Bandingkan Pelabuhan Singapura pada tahun yang sama (2016) mencapai 398 call atau rata-rata setiap hari ada 2-3 kapal pesiar merapat. Atau Pelabuhan Benoa Bali 58 call.

Jika kapal-kapal pesiar tersebut rata-rata membawa 800-2.000 orang penumpang. dan membelanjakan lebih dari 5.000 U$ dolar per orang. Coba kalikan berapa uang yang akan mengalir di Sabang dan pada akhirnya masuk ke Aceh. Untuk itu dibutuhkan pikiran-pikiran dan strategi jitu untuk mewujudkan harapan masyarakat Aceh menjadikan Sabang sebagai Pelabuhan Hub Wisata Bahari Internasional, khususnya untuk wilayah Indonesia bagian barat.

Rencana besar
Jambore Iptek pertama yang dihadiri Presiden ketiga RI, Prof Dr BJ Habibie (saat itu sebagai Menristek) tidak bisa dilepaskan dari rencana besar Pengembangan Kawasan Gapang-Iboih sebagai Kawasan Wisata Bahari terpadu. Kawasan ini selain memiliki Taman Wisata Alam (TWA) Iboih seluas 2.600 Ha yang mewakili zonasi laut dengan terumbu karang (coral reef), kawasan pesisir pantai dengan hutan mangrove, beberapa pulau-pulau kecil dan hutan hujan tropis dengan magnet utama monumen Km O Indonesia.

Halaman
12

Berita Terkini