22.033 Warga Aceh Terganggu Jiwa

Editor: bakri
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

PENGHUNI RSJ Aceh menikmati hidangan kenduri kurban di RSJ setempat.

* Ranking I Nasional Jumlah Orang Gila

BANDA ACEH – Ada 22.033 kasus warga Aceh yang umumnya dalam usia produktif mempunyai masalah dengan kejiwaan, mulai dari skala ringan sampai berat. Mereka tersebar di berbagai kabupaten/kota di Aceh. Jika di tahun 2012 Orang dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) tersebut tercatat mencapai 16.892 kasus, di tahun 2016 meningkat menjadi 22.033 kasus.

Dari 22.033 kasus ODMK se-Aceh di tahun 2016, Pidie merupakan penyumbang terbanyak, mencapai 2.820 kasus. Sedangkan Kabupaten Bireuen berada di urutan dua, dengan jumlah ODMK mencapai 2.586 kasus.

Kepala Dinas Kesehatan Aceh dr Hanif mengatakan penyebab jumlah ODMK meningkat lantaran perawatnya lebih aktif melakukan pendataan untuk mengobati. Pidie menjadi penyumbang terbesar jumlah ODMK juga lantaran perawatnya bergerak door to door. “Pidie mendominasi jumlah orang yang mengalami masalah kejiwaan, karena perawat di sejumlah puskesmas di Pidie sangat aktif. Mereka door to door. Kalau dulu tak terdata, sekarang tercatat, sehingga seakan-akan lebih tinggi dibanding daerah lain,” kata Hanif kepada Serambi akhir pekan lalu, yang didampingi Kepala Seksi Penyakit Tidak Menular dan Keswa, Dinas Kesehatan Aceh, drg Sarifah Yessi, M.Kes.

Saat ini Pidie punya 47 perawat jiwa dan 26 dokter umum di Pukesmas yang terlatih dalam menangani pasien ODMK. “Jadi, bukan tinggi ODMK, tapi mereka sangat aktif mencari pasien,” timpal Yessi.

Menurut Hanif, setidaknya ada tiga penyebab banyaknya warga yang mengalami masalah kejiwaan di Aceh. Pertama, Aceh sebagai daerah bekas konflik puluhan tahun mewariskan dampak sosial yang luas, termasuk tingginya angka gangguan jiwa. “Sebab lainnya adalah tsunami dan Napza. Yang paling parah adalah Napza,” kata Hanif. Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Bireuen, Aceh Utara, dan Tamiang, merupakan kawasan yang banyak penderita gangguan jiwa akibat konsumsi narkoba. Petugas kesehatan mengalami kesulitan memulihkan penderita gangguan jiwa dari pecandu narkoba, karena mereka cenderung kembali menjadi pemakai sesudah diobati.

Khusus gangguan jiwa berat atau ‘gila benaran’ , Hanif mengatakan bahwa prevalensi di Aceh 2,7 per mil, sama persis dengan Provinsi Yogyakarta. Kondisi ini menempatkan Yogyakarta dan Aceh berada di peringkat pertama se-Indonesia jumlah orang gila untuk setiap 1.000 penduduk. Namun, data ini berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013. “Tapi, kami tak mau pakai istilah gila, ya,” tutur Hanif.

Pengamat ekonomi dari Unsyiah Rustam Effendi mengatakan, Aceh selalu di peringkat atas untuk hal-hal seperti itu, termasuk angka kemiskinan dan jumlah pengangguran. “Saya memperkirakan, kemiskinan dan susahnya mencari kerja menjadi salah satu penyebab banyak warga Aceh punya masalah dengan jiwanya,” kata Rustam Effendi kepada Serambi, Minggu (26/3) malam. Dikatakan Rustam, Aceh sudah lampu kuning dalam hal penciptaan lapangan kerja. Jumlah pengangguran di Aceh masih di atas angka rata-rata nasional, seperti halnya angka kemiskinan.

Rustam berharap, gubernur dan bupati terpilih harus fokus pada penciptaan lapangan kerja. Akan tetapi, lapangan kerja tidak akan ada tanpa pertumbuhan ekonomi. Selama ini pertumbuhan ekonomi Aceh masih di bawah rata-rata nasional. “Selama ini pertumbuhan ekonomi Aceh stagnan, makanya investasi asing harus masuk,” kata dia.

Rustam menambahkan kepala daerah terpilih harus mampu mencari solusi, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Kalau tidak, jumlah orang dengan gangguan jiwa akan bertambah setiap tahun. “Selama ini kita kecewa. Aceh sudah terlalu banyak masalah, namun kepala daerah bukan mencari solusi masalah yang dihadapi warganya, melainkan menambah masalah baru, membuat gaduh, dan melakukan hal-hal yang tidak perlu. Watee tapike, saket hate teuh,” tambah Rustam lagi. (sak)

Berita Terkini