[34] Cascade - Still a Light In This Badland

5.3K 620 181
                                    

a.n: ini chapter terakhir Cascade di buku pertama dari seri ini. Thank you for all of you who's been in this journey with us together.

I'm curious if there's something you can say to Cas, what would you say to him? 🐺

**

Dalam suatu aula, beberapa orang yang kelihatannya merupakan satu keluarga, kompak mengenakan pakaian serba putih. Wajah mereka dicoreng cat semerah darah, masing-masing membawa mangkuk persembahannya sendiri.

Sang laki-laki, yang kelihatannya adalah kepala keluarganya, berlutut terlebih dahulu. Api berwarna hijau lembut menari-nari di atas alasnya di atas altar. Satu keluarga itu kemudian  menuangkan masing-masing persembahan mereka ke dalam mangkuk lain yang lebih besar. Kepala keluarga lalu menyulutkan api hijau tersebut ke dalam mangkuk yang telah penuh.

Mereka berlutut dengan kedua siku menyentuh lantai, masing-masing lengan terulur ke depan, sementara kepala-kepala itu tertunduk dengan patuh. Persis seperti tengah menyembah dewa-dewi. Namun bukan dewa-dewi resmi Oceanus, bukan mereka yang keluarga itu sembah. Serentak mereka mengumandangkan doa-doa dalam dialek lain---barangkali dialek yang digunakan di Oceanus tempat mereka tinggal.

Selang beberapa saat, si kepala keluarga-lah yang paling pertama bangkit dari posisinya. Ia menoleh, menyuruh putra sulungnya sesuatu. Remaja laki-laki itu pergi menurutinya dengan patuh, sampai tahu-tahu ia kembali sambil menggotong seekor penyu.

Sang penyu direbahkan di lantai, di atas cangkangnya. Bersama-sama, keluarga itu meletakkan masing-masing telapak tangan mereka di atas perut sang penyu, sekali lagi membacakan doa-doa. Terakhir, kata-kata itu terdengar lagi.

"Wahai Jurathyrm, terimalah cinta dan dedikasi kami. Wahai Yang Paling Berharga, Jurathrym-ku yang teragung dan terkasih, terimalah persembahan ini. Ratu dari segala ratu, ratuku, ratu kami." Hidup-hidup, sang penyu dilemparkan ke dalam mangkuk yang telah terbakar. Bara api bergelora tinggi sekali, kobarannya berubah menjadi hitam. Seakan sang api sendiri tertawa-tawa dalam kekelaman, kegirangan mendapatkan persembahan itu. Keluarga itu hanya menonton, tidak ada apa-apa kecuali dedikasi dan rasa cinta yang memenuhi netra-netra tersebut. Si anak sulung tadi terdiam sambil memandangi penyu yang mati perlahan-lahan. Quasso.

**

Calliope yang berlari ke arahku dengan tubuh seekor terwelu putih yang ia gigit lantas menyadarkanku dari lamunan. Aku mengerutkan dahi ketika ia meletakkan terwelu mati yang berpecikkan darah di bagian kepalanya tepat di depan kakiku.

Mau tak mau aku menghela napas. Kebiasaan Calliope bila aku membawanya ke lembah yang berada agak jauh dari pemukiman, tepat di tengah-tengah hutan agar ia bisa leluasa berlarian: ia akan memburu sesuatu dan membawakannya kepadaku sebagai ... 'hadiah'. Aku tahu itu perilaku alamiah kucing kepada pemiliknya, tetapi tak kusangka itu juga berlaku bagi macan bencana sepertinya.

Tiba-tiba panthedis itu merunduk, bokongnya mengambil ancang-ancang dan mataku kontan melebar.

"Diam di tempatmu, sialan," ancamku sambil menunjuknya. Bahu Calliope turut bergerak, maka saat itu juga aku langsung memutar tumit dan hendak tancap kaki, akan tetapi Calliope sudah melompat menerjangku.

Kukutuk peliharaanku tersebut, akan tetapi ia justru menjilati wajahku tanpa ampun dengan lidah kasarnya. Setelah berjuang selama beberapa saat dan dibantu oleh segala macam omelan, Calliope akhirnya menyingkir dariku, kini ia justru menggosok-gosok kepala besarnya pada pinggangku. Macan betina itu mendengkur kencang. Jubahku penuh oleh bulu berwarna kelabu kecokelatan. Menghela napas, aku lantas menarik tali harness di bahunya dengan lembut, menggiringnya untuk mengikutiku.

Rutinitas ini telah kulakukan selama berbulan-bulan terakhir. Berjalan-jalan menuju lembah ini, terkadang mendalami hutan, tanpa berburu. Aku cuma berburu dua sampai tiga kali seminggu saat ini, alih-alih enam kali dalam seminggu seperti dahulu. Mengelilingi hutan tanpa berburu semata-mata untuk memberi diriku sendiri ketenangan yang semakin jarang kuperoleh. Lembah yang tengah kulintasi pun berarti sesuatu bagiku. Di sini adalah tempat pertama kali ayahku memperkenalkanku pada busur dan anak panah.

Oceanus: The Breathing IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang