[7] Troya - Lumberjack's Sorrow

5.6K 1.1K 166
                                    

SEJAK perjalanan ini dimulai, aku yakin seyakin-yakinnya bahwa aku tidak butuh seorang pendamping apalagi penumpang gelap di atas punggungku

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

SEJAK perjalanan ini dimulai, aku yakin seyakin-yakinnya bahwa aku tidak butuh seorang pendamping apalagi penumpang gelap di atas punggungku. Tak peduli alasannya. Tak peduli seberapa ia (well, bibinya) telah membantuku.

Bagian tersialnya adalah aku justru menyetujui kehadiran si penumpang gelap alias Cascade Vaihere.

Beberapa waktu lalu, Cascade berteriak di telingaku: "Kau menganggap perjalanan ini sebagai pengampunan dosa bagimu, 'kan?!" Suaranya teredam oleh angin. "Biarkan aku ikut sebagai ... uh, bagaimana aku menyebutnya? Um, saksi yang memastikan bahwa kau tidak sekadar mengatakan omong kosong pengecut supaya bisa kabur?"

"Omong kosong, katamu?!" Aku meraung marah, kobaran api sontak menyembur dari hidung dan mulutku. "Aku tak pernah mengingkari kata-kataku, sialan! Ini bukan hanya jalan pengampunan bagiku, tetapi juga balas dendam!"

Seperti aku bakal betulan menyelamatkan kehidupan milik orang lain atas nama kebaikan nurani semata. Kalau bersikap bak pahlawan berarti bisa menggagalkan rencana Quasso dan menghancurkan Elias Wind, kenapa tidak?

Cascade kemudian balas meraung, "Jadi kau mengizinkanku ikut bersamamu atau apa?" Keparat, ia bahkan tak menyediakanku opsi 'tidak'.

"Apa keuntungannya buatku?!"

"Aku seorang pemanah super-duper-andal!" serunya cepat, bangga atas kemahiran diri sendiri. "Jangan lupa, aku juga pandai meracik racun sekaligus penawarnya—walau yang terakhir adalah palsu!" Tawa menyusul di akhir kalimat.

Baiklah, bakat Cascade lumayan masuk akal. Tidak ada yang tahu kapan aku harus menghabisi musuh secara diam-diam di luar pertarungan tangan kosong. "Terserah, aku tak bertanggung jawab jika bagian tubuhmu hilang satu," geramku. "Aku terpaksa. Kalau kau macam-macam dan terbukti tidak berguna, aku tak segan menerjunkanmu ke laut, mengerti?"

Cascade lantas menjawab, antusias dan penuh percaya diri aku nyaris memercayainya dalam sekejap, "Aku tak keberatan, Tuan Naga. Pegang kata-kataku." Jeda sejenak, kuduga ia sedang mengambil napas. "Namaku Cascade Vaihere, usia delapan belas tahun, pemanah dari Oceanus 15 bagian selatan, putra mendiang Theron dan Rudra Vaihere, keponakan dari Bibi Leigh, majikan tunggal Calliope, cucu dari—"

"Baiklah!" Aku mengerang. Rasanya, embusan angin sekencang apa pun tak pernah membuat telingaku sepengang sekarang. "Tutup mulut."

"Aku cuma memastikan agar aku tak dianggap pembohong!"

Pembohong? Barangkali bukan. Lalat pengganggu (yang kebetulan bisa memanah dan meracuni seseorang)? Lebih parah. Tch, apa tujuan bocah ini sebenarnya selain untuk menggangguku dan pembalasan dendamku yang keji?

Ketika aku mempertanyakan hal tersebut, ia bilang dirinya terdorong rasa penasaran; ingin mengetahui seluas apa dunia itu, sedalam apa samudera, berapa banyak punggung Oceanus yang bisa dipijaknya. Cascade berkeinginan besar menjumpai beragam makhluk, kalau bukan manusia seperti mayoritas penduduk di tempat asalnya. Terlebih lagi saat ia mengetahui perihal Jurathyrm, sang raksasa kehidupan kuno. Sebuah legenda misterius yang kelak menjadi kenyataan dan berbaur di antara 60—maksudku, 59—Oceanus apabila raja manusia brengsek itu berhasil memenangkan peperangan ini.

Oceanus: The Breathing IslandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang