Warta

Jilbab Dilarang di Prancis

Sab, 27 Desember 2003 | 08:33 WIB

Jakarta, NU Online
Ratusan pengunjuk rasa berpawai di jalan-jalan Paris untuk memprotes rencana larangan pemakaian jilbab di sekolah negeri. Mereka berpawai dengan spanduk 'Perancis tercinta menghargai kebebasan.' Spanduk lain bertuliskan Muslim adalah warga setia Republik Perancis tetapi juga merupakan warga demokrasi.

Dan para pengunjuk rasa yang sebagian besar perempuan itu memperlihatkan kesetiaan mereka, dengan membawa bendera Perancis; merah, putih, dan biru, dalam aksi protes tersebut.

<>

Presiden Jacques Chirac mengumumkan bahwa dengan pertimbangan sekularisme maka penggunaan lambang-lambang agama yang mencolok dilarang di sekolah negeri. Larangan itu termasuk pemakaian jilbab, penutup kepala umat Yahudi, maupun tanda salib yang besar.

Jajak pendapat memperlihatkan dua pertiga dari warga Perancis mendukung larangan itu, termasuk sebagian besar guru.  Saya harap tidak perlu ada siswa yang harus meminta maaf karena absen yang disebabkan oleh hari-hari besar keagamaan...kalau sekolah diberi tahu sebelumnya
 
Sementara itu, pendapat di kalangan Muslim tak seragam. Sebuah jajak pendapat menyebutkan lima puluh persen perempuan Muslim mendukung larangan itu. Namun sebagian pemuka Islam mengatakan walau secara teoritis larangan berlaku untuk semua agama, namun prakteknya larangan itu akan mendiskriminasikan umat Muslim Perancis yang berjumlah 5 juta.

Prinsip sekularisme

Pertengahan Desember, Presiden Perancis Jacques Chirac mengajukan sebuah undang-undang baru yang melarang pemasangan dan pemakaian simbol-simbol keagamaan yang mencolok di sekolah-sekolah negeri.

Keputusan itu keluar, setelah diserahkannya sebuah laporan resmi pekan lalu, yang menyarankan para siswa tidak diperbolehkan memakai jilbab, salib yang besar, atau topi bundar Yahudi di sekolah. Laporan tersebut juga menyarankan, agar dua hari libur umum untuk merayakan hari besar Yahudi dan Islam diberlakukan, tetapi Chirac menolak.

Bagaimanapun dia mengijinkan murid Yahudi atau Islam boleh tidak masuk sekolah pada hari-hari raya mereka: "Saya harap tidak perlu ada siswa yang harus meminta maaf karena absen yang disebabkan oleh hari-hari besar keagamaan, seperti Yom Kippur atau Idul Adha, kalau sekolah diberi tahu sebelumnya," kata Chirac.

Chirac mengutip asas-asas pembentukan Republik Perancis, yaitu kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan, sebagai landasan hukum bagi undang-undang yang baru yang melarang semua simbol kegamaan dari sekolah-sekolah negeri. Keputusan presiden ini tampaknya cukup populer karena hampir 70 persen orang Perancis menyetujui adanya undang-undang semacam itu.

Sebagian besar berpendapat, sekitar lima juta penduduk Perancis yang beragama Islam harus menyesuaikan diri dengan nilai-nilai Perancis, termasuk pemisahan urusan agama dengan negara. Namun sepertinya ada kekuatiran yang tidak terucapkan di balik undang-undang ini, yaitu bentuk-bentuk fundamentalisme Islam sedang dipupuk di tanah Perancis.

Kritik Iran

Pemerintah Iran mengritik keras keputusan Presiden Perancis Jacques Chirac dalam melarang simbol-simbol agama. Seorang jurubicara Kementerian Luar Negeri Iran menyebut tindakan itu sebagai ekstremis, dan mengatakan hal itu bertentangan dengan hak sipil dan akan merusak citra Prancis di dunia Islam.

Namun Chirac memegaskan bahwa larangan juga akan berlaku untuk topi kepala Yahudi, dan salib besar, dan itu sejalan dengan tradisi sekuler Perancis serta prinsip kesetaraan antara pria dan wanita.(bbc)

Â