Sejumlah wisatawan mengambil gambar di sekitar rumah adat Tongkonan di Ketekesu, Toraja Utara, Sulse. (Foto: Antara Foto/Basri Marzuki)
Sejumlah wisatawan mengambil gambar di sekitar rumah adat Tongkonan di Ketekesu, Toraja Utara, Sulse. (Foto: Antara Foto/Basri Marzuki)

Filosofi Bangunan Rumah Adat Tongkonan Tana Toraja

Rona pariwisata indonesia
23 Maret 2017 18:40
medcom.id, Makassar: Mata lelah setelah perjalanan seolah terpuaskan setelah saya mendapati rumah adat Tongkonan yang seolah berbaris dipinggir jalan. Tanda tak terbantah bahwa kami telah memasuki tujuan, wilayah Toraja. Siapa tak kenal kabupaten di Sulawesi Selatan ini. Kekayaan budaya telah menjadi potensi wisata yang sangat elok.
 
Rumah panggung itu berdiri kukuh dengan topangan balok kayu besar di bawahnya. Balok kayu itu ditempatkan vertikal untuk menyangga bilah kayu yang berfungsi sebagai rangka bawah. Di atasnya, bilah kayu juga ditempatkan sedemikian rupa hingga membentuk kerangka persegi. Bilah-bilah itu berkaitan. Atap rumah Tongkonan berbentuk mirip perahu dengan banyak tanduk kerbau digantung di depannya.
 
Deretan rumah adat berhadapan dengan lumbung (alang). Rumah itu dibangun sejak ratusan tahun yang lalu oleh leluhur Toraja sehingga tidak mengherankan jika atap rumah Tongkonan yang terbuat dari bambu ini banyak ditumbuhi tanaman. Itulah yang didapati ketika mengunjungi Desa Adat Kete Kesu di Toraja Utara Sulawesi Selatan.

Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?


Masih ada yang menarik dari rumah adat di desa itu, yakni Tongkonan yang difungsikan sebagai museum bernama Museum Indo' Ta'dung (MIT). Nama itu diambil dari pengibar bendera Merah Putih pertama di Toraja, Indo' Ta'dung. MIT terletak di dalam rumah Tongkonan Rura Lompo. Layaknya manusia, Tongkonan Rura Lompo punya Balinna (pasangan) yang bernama Tarra.
 
Selain berpasangan sesama Tongkonan, rumah adat itu secara konsep kepercayaan juga terkait dengan pasangan yang bukan Tongkonan. Pasangan Tongkonan secara vertikal adalah liang (kuburan).
 
Pasangan Tongkonan secara horizontal ialah alang. Itulah mengapa bangunan adat Tongkonan selalu dilengkapi dengan alang (lumbung padi) yang menghadap ke rumah Tongkonan. Peletakan keduanya pun mengikuti kaidah adat. Tongkonan menghadap ke utara, sedangkan alang menghadap ke selatan. Alang berdiri di sebelah utara Tongkonan.
 
Alang digelari nama londongna banua (ayam jantannya rumah). Ungkapan ini menunjuk pada ide laki-laki. Ayam jantan dalam tradisi budaya Toraja ialah simbol keperkasaan dalam suatu persabungan, perkelahian, dan bahkan peperangan. Jadi hubungan antara alang dan Tongkonan pakan simbol hubungan antara laki-laki dan perempuan.
 
Penanda identitas
 
Rumah Tongkonan, begitu tempat tinggal itu diberi nama. Tak hanya sebagai tempat tinggal. Rumah adat itu menjadi penanda identitas bagi masyarakat adat Toraja. Sebab setiap wilayah adat masyarakat Toraja terdapat sejumlah Tongkonan yang dahulu kala berfungsi sebagai penyelenggaraan adat, pelaku, dan pelaksana ritual penyembahan sesuai dengan peruntukan ritual aluk Todolo, yaitu aluk Rambu Tuka' dan aluk Rambu Solo'. Dengan demikian, setiap warga adat Toraja mempunyai asal Tongkonan. Mirip dengan penanda kekeluargaan lain, seperti marga atau bani dalam khazanah kebudayaan lain.
 
Tongkonan berawal dari kata tongkon, yang artinya duduk. Tongkonan artinya tempat duduk. Banua (rumah) Tongkonan berarti adat tempat bermusyawarah, membicarakan sesuatu yang berkaitan dengan peran dan fungsinya dalam wilayah adat. Rumah Tongkonan terbagi menjadi beberapa bagian. Bagian paling atas berbentuk segi tiga. Bagian tengah disebut indo para'. Badan rumah disebut kale banua. Terakhir, bagian yang paling bawah sulluk tang keballa'.
 
Jika diperhatikan, bagian muka rumah Tongkonan selalu dihias dengan dua motif, yaitu ayam jantan (pa'manuk londong) dan pancaran sinar matahari yang bulat (pa'barre allo). Dua ukiran itu selalu diletakkan bersama. Keduanya mempunyai makna.
 
Pamanuk londong mengacu kepada kebenaran (katonganan) dan keadilan (sanda salunna). Ayam jantan dapat mengetahui perputaran matahari (untandai allo) dan mengukur siang dan malam (ussuka' bongi). Motif pa'barre allo menunjuk pada energi dan kekuatan yang dibutuhkan untuk membangun keadilan. Di bawah motif ini terdapat motif pa'daun bolu (daun sirih) yang menjadi bahan persembahan utama dalam upacara.
 
Masyarakat Toraja juga mengenal beberapa nama dan fungsi menurut jenis Tongkonan, yakni Tongkonan Pa'rapuan, yaitu rumah milik keluarga satu warga yang dipimpin orang yang dituakan dalam warga.
 
Tongkonan Kaparengngesan. Renge' artinya menggendong beban dalam keranjang besar. Tongkonan ini berfungsi sebagai pimpinan adat dan aluk. Lalu ada Tongkonan Pesiok Aluk yang berfungsi untuk memelihara, membina, dan menyebarkan sukaran aluk (aturan-aturan agama).
 
Tongkonan Layuk atau Tongkonan Kabarasan ialah Tongkonan yang menjadi pemimpin yang dibantu Tongkonan Pekamberan atau Pekaindoran (ambe=ayah dan indo'= ibu).
 
Tongkonan Pekamberan/Pekaindoran berfungsi sebagai penyelenggara pemerintahan adat sesuai dengan kebutuhan wilayah adat tersebut, seperti; pertahanan, pertanian, peternakan, logistik, perbintangan, keagamaan, undang-undang, peradilan adat, ataupun mahkamah adat.
 
Anggota masyarakat adat dilihat dari Tongkonan mana seseorang lahir. Tongkonan juga menjadi tempat penyelenggaraan upacara adat, perkawinan, permakaman, dan semua aktivitas upacara ritual aluk Todob. Tiap-tiap Tongkonan mendapat penghargaan adat dalam ritual Rambu Tuka dan Rambu Solo' secara permanen berupa daging dari bagian badan hewan tertentu. Itulah mengapa, bagian depan rumah adat Tongkonan selalu dihiasi dengan tanduk kerbau sebagai simbol dari kemakmuran dan kekayaan. (Media Indonesia/Abdillah M Marzuqi)
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

(DEV)


social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif