Sukses

Kata Perpisahan Bambang Pamungkas pada Timnas

Mantan kapten timnas Indonesia, Bambang Pamungkas kembali mengutarakan keluh kesahnya. Kali ini dia menuliskan di blog pribadinya bahwa dirinya adalah generasi sepakbola Indonesia yang gagal.

Mantan kapten Timnas Indonesia, Bambang Pamungkas kembali mengutarakan keluh kesahnya mengenai kariernya di lapangan hijau. Sebelumnya, sang striker mengeluhkan soal gajinya yang masih belum dibayar Persija Jakarta, klubnya di musim lalu.

Kali ini, Bepe, yang merupakan sapaan akrab dari Bambang Pamungkas, bercerita mengenai karier sepakbolanya di tim nasional. Dalam blog pribadinya, Bepe menyebutkan jika dia merupakan generasi sepakbola Indonesia yang gagal.

Bepe juga mengomentari penampilannya ketika berada di perhelatan Piala AFF 2012 yang dihelat di Malaysia pada tahun lalu itu. Dia mengatakan di detik-detik akhir memutuskan untuk mengunakan nama "Pamungkas" dibandingkan "Bambang", yang merupakan nama yang selalu identik bagi dirinya.

Walaupun pilihan bergabungnya Bepe ke timnas Indonesia menuai kontroversi pada saat itu, dia mengatakan memang bukan pilihan mudah karena bertentangan dengan kebijakannya klubnya saat itu, Persija Jakarta.

Sementara, di sisi lain alasan dari Bepe untuk memakai nama Pamungkas. Karena di benaknya Pamungkas itu memiliki artian menjadi terakhir, yang dalam artian tersirat bahwa itu adalah kali terakhirnya dalam perjalanan kariernya bersama timnas nasional Indonesia dalam penampilan resmi.

Berikut Penanggalan dari kata-kata Bambang Pamungkas yang dikutip dari blog pribadinya:

Terima kasih yang tidak terhingga untuk seluruh pendukung tim nasional Indonesia di manapun berada. Mereka yang dengan fanatisme luar biasa dan tak kenal lelah, selalu berdiri di belakang panji-panji tim nasional Indonesia. Mereka yang selalu bernyanyi, menari dan berteriak menyemangati dalam setiap perjuangan saya bersama tim nasional Indonesia. Tidak lupa permohonan maaf saya yang sebesar-besarnya, karena selama karier saya bersama tim nasional Indonesia, tidak sekalipun saya mampu memberikan kebahagiaan untuk kalian semua.

Tanggal 23 Maret 2013, merupakan hari bersejarah bagi sepakbola Indonesia, khususnya tim nasional. Karena setelah sekian lama terbelah menjadi dua, pada hari itu tim nasional Indonesia kembali berada di bawah satu berdera. Dan untuk pertama kalinya setelah cukup lama, stadion utama Gelora Bung Karno kembali memerah dipenuhi pendukung militan tim nasional Indonesia.

Dengan atau tanpa muatan tertentu, langkah penyatuan tim nasional Indonesia layak diberi apresiasi positif yang setinggi-tingginya. Setidaknya, di dalam lubuk hati mereka yang paling dalam, ternyata masih ada rasa sebangsa dan setanah air. Walaupun mungkin kesepakatan tersebut, dilandasi oleh negosiasi-negosiasi tertentu.

Sedangkan bagi saya pribadi, melihat para pemain nasional kembali bergairah untuk memenuhi panggilan negara dan bersatu kembali dalam satu bendera tim nasional Indonesia, tentu menjadi sebuah kebahagiaan yang luar biasa. Bukankah hal tersebut yang selama ini “kita” perjuangkan bersama-sama?

Bermainlah untuk dirimu, orang-orang yang kamu cintai (keluarga), dan lambang Garuda di dadamu (rakyat Indonesia).

Keputusan ini mungkin mengingkari janji saya sendiri tiga belas tahun lalu, janji setia saya kepada tim nasional Indonesia. Akan tetapi dengan segala dinamika dan pergolakan yang terjadi dalam sepakbola Indonesia, selama dua tahun terakhir. Membuat saya merasa yakin, jika sekarang adalah saat yang tepat bagi saya untuk melakukannya. Lagi pula dengan nama-nama mumpuni di barisan depan tim nasional Indonesia saat ini, rasanya tenaga saya sudah tidak lagi terlalu dibutuhkan.

Boleh saja orang menilai saya sebagai seorang penghianat dari kelompok saya, tetapi satu hal yang pasti, bahwa saya tidak pernah mengkhianati hati dan profesi saya. Sebuah profesi yang sangat saya cintai dan banggakan, sebagai pemain sepakbola.

Pada akhirnya saya memang harus menerima kenyataan, bahwa tidak ada satu gelar bergengsi yang mampu saya berikan untuk Indonesia. Dan oleh karena itu seperti yang pernah saya janjikan, maka di akhir artikel ini saya akan berteriak dengan lantang, jika “Saya Adalah Generasi Yang Gagal.”

Melalui tulisan ini, maka secara resmi saya menyatakan mundur dari tim nasional Indonesia.

“Cepat atau lambat, jersey merah-putih itu pasti akan tanggal dari badanku. Akan tetapi satu hal yang pasti, lambang garuda itu akan tetap melekat di dada kiriku, tinggal di sana sampai akhir hayatku.”

“Garuda di Dadaku, Garuda Kebanggaanku”

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.