Mohon tunggu...
Ropiyadi ALBA
Ropiyadi ALBA Mohon Tunggu... Guru - Tenaga Pendidik di SMA Putra Bangsa Depok-Jawa Barat dan Mahasiswa Pasca Sarjana Pendidikan MIPA Universitas Indra Prasta Jakarta

Menjadi Pembelajar Sepanjang Hayat, membaca dan menulis untuk pengembangan potensi diri dan kebaikan ummat manusia.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Mengembangkan Kemampuan Berpikir Kritis

3 Juli 2020   19:44 Diperbarui: 3 Juli 2020   19:55 451
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Konsultanpsikologijakarta.com

Sejumlah nama orang-orang besar di dunia, seperti : Albert Einstein, Mahatma Gandhi, Pablo Picasso, Sigmund Freud, Thomas Alfa Edison, dan lain-lain, memiliki ciri khas yang menjadikan mereka berkembang dan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang ternama. Apa yang menyebabkan itu terjadi? Apa yang menyulut kegiatan mental atau psikologi kognitif mereka, sehingga memberikan dampak yang luar biasa pada kehidupan manusia?

Manusia lahir dengan potensi kreatif, karena manusia memiliki milyaran sel otak yang memiliki fungsi divergen dalam kegiatan mentalnya. Otak manusia terdiri dari dua belahan, yaitu belahan otak kanan yang memiliki fungsi divergen,original dan kreatif, dan belahan otak kiri yang berfungsi linear,analitis dan logis. 

Dengan adanya potensi otak yang luar biasa inilah, memungkinkan manusia untuk berpikir kritis ditandai dengan kemampun menalar dengan tepat, sistematis dan logis dalam memahami konsep atau keyakinan, untuk mengambil tindakan dan memecahkan persoalan berdasarkan mekanisme analisis konseptual dan argumentasi (Pithers & Soden, 2001).

Mengembangkan kemampuan berpikir kritis tidak hanya mengandalkan individual saja, melainkan memerlukan motivasi seperti dari lingkungan sekitar, pengajar, dan lain sebagainya.  

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melatih kemampuan berpikir kritis, diantaranya:

1. Ajukan pertanyaan terhadap setiap asumsi yang kita miliki. Sebuah asumsi bukanlah sebuah kebenaran, namun ia baru sebatas dugaan. Dengan bertanya tentang kebenaran suatu fakta kepada sumber yang kredibel, maka kita telah berusaha menghilangkan keraguan dari sebuah asumsi, dan beralih menjadi sebuah kebenaran.

2. Meneliti setiap kebenaran informasi yang diterima. Sebuah informasi yang datang belum tentu benar atau salah. Untuk itu itu diperlukan penelitian terhadap informasi yang diterima sebagai upaya mendobrak keraguan terhadap informasi tersebut.

3. Berpikir secara mendalam. Mulailah belajar mempertanyakan segala sesuatu yang kecil-kecil. Misalnya, mengapa lampu ini menyala?, mengapa lampu yang menyala terasa hangat?, Bagaimana cara bekerjanya sebuah aliran listrik sehingga dapat menyalakan lampu?, Hal-hal apa saja yang menyebabkan sebuah lampu menyala?. Pertanyaan-pertanyaan ini akan mengundang rasa ingin tahu kita lebih mendalam, dan tentunya akan berlanjut pada usaha pencarian akan jawaban-jawaban tersebut.

4. Banyak membaca buku berkualitas. Dengan banyak membaca, tentunya akan menambah cakrawala berpikir dan wawasan kita. Orang yang banyak membaca, akan banyak wawasannya dan tentunya akan memiliki kemampuan berpikir yang lebih, dibandingkan dengan orang yang tidak suka membaca.

Untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, adakalanya dibutuhkan peran dari lingkungan. Dalam dunia pendidikan, guru berperan sebagai komponen eksternal bagi seorang siswa. Untuk menghasilkan siswa yang memiliki kemampuan berpikir kritis dibutuhkan cognition dari guru untuk menciptakan suasana belajar yang menunjang akan hal itu. Melalui pendekatan belajar ilmiah (scientific), siswa diharapkan memiliki sikap belajar yang mengikuti kaidah ilmiah, dimulai dari mengamati, menanya, mengumpulkan informasi, mengasosiasikan, dan mengkomunikasikan.

Membangun kemampuan berpikir kritis bukanlah hal yang mudah. Untuk itu mulai sekarang, kita harus mulai meninggalkan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya kurang analitis dan hanya berada pada level kemampuan berpikir tingkat rendah, seperti siapakah....?, Apakah...?,kapan...?. Namun kita harus mulai beralih pada pertanyaan-pertanyaan yang berada pada level kemampuan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking skills), seperti: mengapa..?, bagaimana..?.***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun