Mohon tunggu...
Arip Imawan
Arip Imawan Mohon Tunggu... Pengacara - Arip seorang Lawyer, Blogger, Traveler

semakin bertambah ilmuku maka semakin terlihatlah kebodohanku

Selanjutnya

Tutup

Politik

Belajar dari Muktamar NU, Muhammadiyah, Mathlaul Anwar dan PKS

11 Agustus 2015   10:36 Diperbarui: 11 Agustus 2015   10:38 177
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di bulan Agustus 2015 ini kita disuguhi berita dan kabar yang menggembirakan karena ormas-ormas Islam menyelenggarakan muktamar disaat waktu yang hampir bersamaan, Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) ke-33 tanggal 1-5 Agustus 2015 di Tebuireng Jombang Jawa Timur, Muktamar Muhammadiyah ke-47 tanggal 3-7 Agustus 2015 di Makasar , Muktamar Mathlaul Anwar ke-19 tanggal 7-9 Agustus 2015 di Pandeglang Banten, dan Musyawarah Majelis Syuro ke-1 Partai Keadilan Sejahtera (PKS) tanggal 9-10 di Bandung Jawa Barat

Sebagai orang awam kita belajar dari rangkaian Muktamar yang sudah diselenggarakan ormas-ormas tersebut, walaupun PKS partai politik, tapi dari kacamata saya pribadi PKS adalah ormas yang berpartai politik, seperti halnya masa Masyumi maupun partai NU di masa lalu.

Diawali dari Muktamar NU di Jombang yang dibuka Presiden Joko Widodo, gegap gembita mewarnai arena Muktamar NU yang digelar di Alun-Alun Jombang dengan mengusung tema “MENEGUHKAN ISLAM NUSANTARA UNTUK PERADABAN INDONESIA DAN DUNIA”. Di berbagai media diberitakan Muktamar NU sempat ricuh karena perbedaan sistem pemilihan Rais Am Syuriyah dengan sistem musyawarah mufakat dan sistem Ahlul Halli Wal Aqdi (AHWA). Di NU sendiri memiliki sejarah tidak ada perebutan jabatan, dulu Kyai Bisri Syansuri terpilih jadi Rais Am, namun Kyai Wahab Hasbullah masih hidup maka Kyai Bisri Syansuri mengundurkan diri dan tetep kekeh bahwa beliau adalah pembantu Kyai Wahab Hasbullah. Begitu juga saat Kyai Sahal digadang-gadang menjadi Rais Am pada Muktamar 29 di Cipasung, beliau mengundurkan diri karena menghormati tuan rumah Kyai Ilyas Rukhiyat, begitulah akhlaqul karimah para Kyai di NU dalam pemilihan Rais Am dengan mengedepankan musyawarah dan mufakat oleh Muktamirin, bukan seperti pemilihan pilkada maupun pilpres yang hanya bermodal pencitraan di media massa. Tapi sungguh disayangkan, Muktamar NU ke-33 di Jombang yang dihadiri Kyai-kyai khos justru menuai kegaduhan, bahkan Kyai-kyai sepuh mengatakan bahwa Muktamar NU ke-33 merupakan Muktamar terburuk sepanjang sejarah NU disinyalir rebutan kekuasaan.

Syukur Alhamdulillah, dengan mengedepankan ahklaq mulia Kyai Musthofa Bisri mengundurkan diri dari Rais Am dan diangkatlah Kyai Ma’ruf Amin sebagai Rais Am dan Kyai Said Agil Siraj sebagai ketua Tanfidzi NU.

Muktamar Muhammadiyah ke-47 digelar di Makasar penuh kedamaian dengan mengusung tema “GERAKAN PENCERAHAN MENUJU INDONESIA BERKEMAJUAN”, sama halnya NU, Muktamar Muhammadiyah juga mengedepankan ahklaqul karimah dan mengedepankan nilai-nilai Islami ini juga dibuka oleh Presiden Joko Widodo, pemilihan ketua umum pun tak lebih dari 15 menit selesai, tidak ada kericuhan yang ada keteduhan sebagaimana yang diberitakan media massa. Uniknya Muhammadiyah sejak muktamar pertama hingga muktamar ke-42, ketua umum dipegang para Kyai Haji, mulai dari KH Ahmad Dahlan hingga KH Ahmad Azhar Basyir. Sejarah mencatat, sejak muktamar Muhammadiyah ke-43 di Banda Aceh hingga Muktamar ke-47 di Makasar, pucuk pimpinan Muhammadiyah dinahkodai Profesor Doktor, mulai Prof DR H.Amin Rais hingga DR.Haidar Nashir,Msi.

Muktamar Mathlaul Anwar ke-19 di Pandeglang Banten juga dibuka Presiden Joko Widodo. Nuansa Islami penuh musyawarah mufakat mewarnai Muktamar Mathlaul Anwar dengan mengusung tema “MENINGKATKAN PERAN MATHLA’UL ANWAR DALAM MENCERDASKAN BANGSA”, pmilihan ketua Majelis Amanah dan ketua umum Mathlaul Anwar pun berjalan lancar penuh khidmah. Dan terpilihlah KH Irsjad Djuwaeni sebagai keyua Majelis Amanah, dan KH Ahmad Sadeli Karim sebagai ketua Pengurus Besar Mathlaul Anwar.

Usai Muktamar NU, Muktamar Muhammadiyah, Muktamar Mathlaul Anwar yang penuh gegap gembita, menyusul Musyawarah Majelis Syuro PKS yang sepi dari pemberitaan yang di gelar di Bandung Jawa Barat. Lagi-lagi PKS memberikan teladan yang baik bagi kepemimpinan umat dan nasional, tanpa kericuhan tanpa rebutan kekuasaan seperti halnya partai-partai politik lainnya, PKS tampil tenang dan penuh Musyawarah dan Mufakat hingga terpilihlah Habib Salim Segaf al-Jufri sebagai ketua Majelis Syuro dan ust Hidayat Nur Wahid sebagai Wakil Ketua Majelis Syuro. Sedangkan DR.Sohibul Iman menggantikan ust Anis Matta sebagai Presiden PKS masa khidmah 2015-2020.

NU, MUHAMMADIYAH, MATHLAUL ANWAR DAN PKS mengajarkan pada kita bagaimana cara menyiapkan generasi penerus dalam memimpin lewat tarbiyahnya. NU, MUHAMMADIYAH, MATHLAUL ANWAR DAN PKS mengajarkan pada kita bagaimana cara mengangkat pemimpin lewat Majelis Syuro nya. NU, MUHAMMADIYAH, MATHLAUL ANWAR DAN PKS mengajarkan pada kita bahwa keimanan Islam membingkai kehidupan yang penuh kedamian dan ahklaq mulia. NU, MUHAMMADIYAH, MATHLAUL ANWAR DAN PKS mengajarkan pada kita begitu indahnya asas musyawarah mufakat yang menghasilkan keteduhan dan kebersamaan yang sejalan dengan dasar negara kita Indonesia sila ke-4 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. NU, MUHAMMADIYAH, MATHLAUL ANWAR DAN PKS mengajarkan bahwa asas Musyawarah Mufakat adalah produk bangsa sendiri yakni Pancasila sebagai dasar pemersatu bangsa, dan bukan sistem yang lain yang datangnya dari negeri seberang yang justru kita paksakan menjadi rujukan dalam pemilihan pimpinan.

Apakah kita tidak berpikir kedepan? Bisa-bisa anak cucu kita kelak tidak tahu sejarah sistem dan jati diri bangsanya sendiri. Apakah kita tidak berfikir?, begitu indahnya Islam mengajarkan sistem memilih pemimpin, berdasarkan asas musyawarah dan mufakat yang penuh kedamaian dan mengedepankan ahklaq karimah. Bukan sistem yang justru menuai polemik dan perpecahan dengan asal suara terbanyak seperti halnya pemilihan kepala desa, pemilihan kepala daerah, hingga pemilihan presiden yang penuh dengan konflik dan rawan kecurangan.

Sebagai umat Muhammad, saya bangga dengan Islam yang mengajarkan nilai-nilai keluhuran dan kebaikan serta warisan kepemimpinan yang damai menyejukkan. Sebagai warga Indonesia, saya bangga dengan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia, dengan sistem musyawarah mufakat yang bisa menyatukan bangsa dan menjunjung tinggi nilai-nilai luhur kebhinekaan tunggal ika.

Yuk kita instropeksi kembali, sistem apa yang selama ini kita ikuti dalam memilih pemimpin?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun