Kombinasi Kebijakan Mengurai Kusutnya Macet di Jakarta
Perlu kombinasi strategi untuk urai kemacetan Jakarta. Membagi jam masuk kerja, menerapkan bekerja dari kantor dan rumah, serta membangun transportasi publik terintegrasi dan berkualitas.
Oleh
FRANSISKUS WISNU WARDHANA DANY
·4 menit baca
Pembagian jam kerja masuk solusi jangka pendek untuk mengurangi kemacetan di Jakarta. Upaya tersebut dapat dibarengi kombinasi bekerja dari kantor dan bekerja dari rumah sembari memperbaiki ataupun meningkatkan layanan transportasi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Tak ketinggalan pula menumbuhkan kebiasaan warga untuk menggunakan transportasi publik.
Pemprov DKI Jakarta mewacanakan pembagian jam masuk kerja pukul 08.00 dan pukul 10.00. Dengan begitu, ada jeda waktu dua jam bagi warga bermobilitas agar tak terjadi kepadatan hingga kemacetan menuju suatu titik.
Peneliti Mobilitas Penduduk Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional, Inayah Hidayati, menyebutkan, pergerakan warga ke Jakarta dari kota satelit atau aglomerasi sebagai mobilitas ulang-alik. Mobilitas yang umumnya muncul karena ada kesempatan ekonomi di daerah tujuan tetapi warga masih enggan meninggalkan daerah asalnya atas berbagai pertimbangan.
”Seiring waktu arus mobilitas ini makin tinggi dan sarana atau prasarana transportasi sudah sampai pada beban maksimal sehingga terjadi kemacetan. Selain pembagian jam masuk kantor, juga perlu dilakukan kerja dari rumah dan dari kantor, terutama pada sektor yang tidak butuh interaksi langsung,” ujar Inayah, Selasa (9/5/2023).
Mobilitas ulang-alik ini merujuk Survei Komuter Jabodetabek. Survei pada tahun 2019 menunjukkan ada 1,25 juta komuter dari wilayah Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi yang berkegiatan utama di Jakarta. Sebagian besar komuter bekerja (83 persen), sisanya sekolah dan kursus (17 persen).
Pergerakan komuter menambah jumlah penduduk Jakarta pada siang hari. Penambahan tersebut tak sebanding dengan jumlah warga Jakarta yang berkegiatan utama di luar Jakarta yang tercatat 250.575 orang. Alhasil, sebagian besar pekerja yang tidak bermukim di Jakarta menambah kepadatan seperti yang jamak terjadi di halte dan stasiun juga di area bisnis dan perkantoran.
Inayah mengatakan, beban kemacetan dari komuter tak terhindarkan. Pemerintah juga harus harus terus menggalakan beralih ke transportasi publik. Karena itu, jumlah moda perlu ditambah, misalnya, frekuensi perjalanan kereta rel listrik agar penggunanya aman dan nyaman. Jaminan aman dan nyaman ini secara perlahan akan mengurangi kendaraan di jalanan.
”Akan lebih maksimal lagi jika kapasitas dan kualitas transportasi massal ditingkatkan,” ujarnya.
Hal senada disampaikan Kepala Pusat Riset Kependudukan Badan Riset dan Inovasi Nasional Nawawi. Menurut dia, pembagian jam kerja merupakan satu bagian dari kemacetan Jakarta yang kompleks. Pemerintah dan pemangku kepentingan terkait membutuhkan penyelesaian jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang.
”Mengatur jam kerja solusi jangka pendek. Jangka menengah memperbaiki infrastruktur transportasi Jakarta dan kota penyangga. Jangka panjangnya budaya menggunakan transportasi publik,” kata Nawawi.
Merujuk pengalaman pribadinya, butuh waktu dan energi lebih menggunakan transportasi publik dari Depok ke Jakarta. Hal itu membuatnya tak produktif sehingga kembali memakai kendaraan pribadi.
Kebijakan untuk mengurangi kemacetan mendesak karena kian parah dibandingkan dengan tahun 2022. Sejak awal tahun 2023 sampai saat ini, indeks kemacetan sudah hampir sama dengan tahun 2019, yaitu di atas 50 persen. Artinya, rata-rata waktu tempuh perjalanan di jalanan Jakarta 50 persen lebih lama dari waktu tempuh tanpa kemacetan.
Kepadatan volume lalu lintas pagi hari antara lain bersumber dari Jalan Tol Cikampek, Tol Jagorawi, dan Tol Merak-Tangerang, jalan arteri di kawasan Kalimalang, Cakung, Lebak Bulus, Jagakarsa, Lenteng Agung, dan Daan Mogot.
Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya mencatat 54 persen kemacetan terpusat pada jam sibuk, yaitu pukul 06.00 hingga pukul 09.00 dan jam pulang kantor atau di atas pukul 15.00. Sebaliknya pada rentang waktu pukul 09.00 sampai pukul 15.00 lalu lintas lengang.
Kurangi 30 persen kemacetan
Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono mengharapkan pembagian jam masuk kerja dapat mengurangi kepadatan lalu lintas setidaknya hingga 30 persen. Ketentuannya masih akan dibahas hingga matang karena dampaknya luas.
”Dinas perhubungan sedang diskusi membahas pembagian jam kerja. Penerapannya tergantung hasil diskusi kelompok terpumpun itu,” tutur Heru.
Sebelumnya muncul beragam pendapat dalam diskusi penerapan kebijakan pengaturan jam kerja di Dinas Cipta Karya, Tata Ruang dan Pertanahan Provinsi DKI Jakarta, Kecamatan Gambir, Jakarta Pusat, Selasa (1/11/2022).
Wakil Ketua Dewan Pimpinan Provinsi Asosiasi Pengusaha Indonesia DKI Jakarta Nurjaman menyebutkan, imbauan pengaturan jam kerja dapat dilakukan pada usaha sektor jasa dan pelayanan publik. Sementara jam kerja sektor manufaktur pakem pada Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sehingga tidak leluasa untuk diubah lantaran perubahan hingga mengurangi jam kerja akan berpengaruh pada upah karyawan.
Jangan sampai pengaturan jam kerja malah menimbulkan masalah baru. Sebab, pekerja pusat belanja mulai masuk kerja pada pukul 10.00, tetapi kemacetan akan kerap terjadi.
Akub Sudarso, perwakilan dari Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia, menyarankan, jangan sampai pengaturan jam kerja malah menimbulkan masalah baru. Sebab, pekerja pusat belanja mulai masuk kerja pada pukul 10.00, tetapi kemacetan akan kerap terjadi.
Pengaturan jam kerja juga berdampak pada aparatur sipil negara (ASN) tingkat pemerintah pusat. Menurut Asisten Deputi Perumusan Kebijakan Sistem Kelembagaan dan Tata Laksana Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Deny Isworo Makirtyo Tusthowardoyo, pengaturan jam kerja ASN sudah baku.
Untuk dapat mengubahnya, maka banyak aturan lain terkait yang perlu direvisi. Namun, ada unit kerja ASN yang mendapat pengecualian waktu kerja seperti petugas pelayanan, protokoler, tenaga kesehatan, dan tenaga pendidik. Namun, dalam penerapannya memerlukan izin dari menteri.