January 14, 2022

SEJARAH SULAWESI SELATAN


Sulawesi Selatan telah dipandan sebagai satu kesatuan wilayah pada akhir abad ke-16. Hal itu dinyatakan oleh Eredia dengan menyebutnya Wilayah Makassar (Macazar Regiam). Penetapa itu didasarkan pada kenyataan memiliki kepercayaan yang sama yaitu memuja matahari dan bulan, melakukan pemakaman jenazah, dan terjalin hubungan antara kerajaan-kerajaan. 

Faktor-faktor itu selanjutnya didukung dengan kenyataan kesejarahan yang menunjukkan bahwa mereka memiliki riwayat asal-usul yang sama, pembentukan kerajaan diawali dengan konsep tumanurun struktur pemerintahan kerajaan-kerajaan memiliki kesamaan karena raja atau pemegang kendali kekuasaan didamping oleh sebuah dewan hadat, terjalinnya perjanjian politik yang melapangkan gerak penduduknya dari satu kerajaan ke kerajaan lainnya, dan terjalinnya perkawinan antara bangsawan dari sata kerajaan dengan kerajaan lainnya. Bahkan terjadinya pengembaraan bangsawan dari satu kerajaan ke daerah lain telah mengawali pembentukan kerajaan baru .

Penduduk daerah ini juga dikenal sebagai pelaut dan pedagang yang ulun dan mengembara melakukan perdagangan maritim ke berbagai daerah dalam kawasan Asia Tenggara. Kegiatan mereka itu telah menjadi salah satu faktor penting dalam memajukan kota pelabuhan Makassar menjadi pelabuhan transit internasional terpenting, di samping faktor kebijakan perdagangan, dan sikap pemerintah yang terbuka, toleransi, dan suka memaafkan. Selain itu juga tela mengantar mereka menjalin hubungan perdagangan dan persahabatan dengan kerajaan-kerajaan lain di Asia Tenggara. Mereka bersedia mengorbankan jiwa dan raga mereka untuk membantu kerajaan-kerajaan yang dijalin hubungan perdagangan dan persahabatan jika mengalami ancaman atau diperlakukan zalim oleh pihak lain. Itulah sebabnya seorang penyair Belanda menjuluki pelaut dan pedagang ini dengan julukan ."ayam-ayam jago kesayangan dari dur Timur” (de hanjes van het Oosten)

Kehadiran Kompeni (VOC-Belanda), setelah Perang Makassar (1666-166, 1668-1669) telah menimbulkan perubahan dalam kehidupan politik di daerah ini. Hal itu bukan hanya menunjukkan adalah wilayah kekuasaan langsung Kompeni tetapi juga Speelman berhasil menata gagasan politik memecah belah dan menguasai (devide et empera) dengan membagi kerajaan-kerajaan sekutu di daerah ini atas dua kelompok kekuatan politik. Kelompok kekuatan politik itu adalah kelompok kekuatan politik Bugis yang meliputi Kerajaan Bon Soppeng, Luwu, dan kerajaan-kerajaan Turatea (Binamu, Bangkala, dan Laikan dipimpin oleh Kerajaan Bone dan kelompok kekuatan politik Makassar yang meliputi kerajaan-kerajaan yang tidak menjadi anggota kelompok politik Bugis dipimpin Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo). Pola politik ini tetap dipertahankan oleh pemerintah Hindia Belanda yang mengambil-alih wilayah koloni Kompeni pada awal abad ke-19, namun tidak dapat berlangsung baik karena Kerajaan Bone menentang pengalihan kendali kekuasaan itu. Meskipun demikian dalam naskah Kontrak Bungaya di Makassar (1824) yang Perjanjian Bungaya (1667) konsep memecah belah dijabarkan dalam butir-butir kesepakatan.

Buku SEJARAH SULAWESI SELATAN membahas tentang Sejarah Sulawesi Selatan, khususnya untuk periode awal pembentukan pemerintahan hingga akhir abad ke-19, sehingga menjadi sumber pengetahuan tentang budaya, politik lokal, yang dalam banyak hal walaupun berbentuk monarki (kerajaan) tetapi memperhatikan kepentingan publik (untuk rakyat) sehingga sering dinyatakan bercorak demokratis. Buku ini merupakan salah satu layanan Deposit, Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sulawesi Selatan yang dapat dijadikan sumber dalam penyusunan buku ajar muatan lokal tentang sejarah Sulawesi Selatan baik bagi murid dan siswa maupun mahasiswa.  


SULAWESI SELATAN JILID 1
Tim Peneliti: Edward L. Poelinggomang, Suriadi Mappangara, Daund Limbugauet.al
Editor: Edward L. Poelinggomang, Suriadi Mappangara
Penerbit: Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah (Balitbangda)
Tempat Terbit: Makassar
Tahun Terbit: 2004
ISBN: 979-3633-09-3

No comments:

Post a Comment