Hari Ini, Imbas Badai Matahari ke Bumi

Jakarta | Jurnal Asia
FOTO BERITA DI KAKITernyata, pada Rabu (8/1) dini hari sekira pukul 01.30 WIB, telah terjadi badai matahari (solar flare). Ada massa partikel matahari yang terlontar karena badai itu dan diperkirakan tiba di bumi sekira Kamis (9/1) siang. Namun, badai matahari ini aman bagi manusia. “Posisinya (badai, red) hampir di tengah piringan matahari, lontaran massa dari Matahari atau lontaran partikel energi tinggi matahari (Coronal Mass Ejection) berpotensi mengarah ke bumi. Kecepatan lontarannya 2 ribu km per detik. Diperkirakan dalam waktu 1,5 hari akan mencapai bumi, diperkirakan besok siang (Kamis, red) mencapai lingkungan bumi,” ungkap peneliti utama LAPAN, Prof Thomas Djamaluddin, di Jakarta, Rabu (8/1).
Dijelaskannya, lontaran massa matahari menyertai badai di sang surya itu. Ada partikel energi tinggi yang akan sampai ke lingkungan bumi, mengenai satelit komunikasi di luar angkasa hingga lapisan atmosfer. “Dari segi sinar UV memang langsung ke bumi itu masih dini hari. Yang nanti akan terpengaruh dalam waktu 1,5 hari adalah kemungkinan gangguan geomagnet, yang juga kemungkinan pada Ionosfer (salah satu lapisan atmosfer, red). Kami masih terus memantau. Secara langsung pada aktivitas manusia tidak ada dampaknya. Jangan khawatir, tidak membayakan aktivitas manusia,” paparnya.
Dampaknya, kata Prof Thomas, ketika terjadi badai matahari, potensi terganggu ada pada satelit komunikasi dan memengaruhi komunikasi radio gelombang pendek. Kalau satelit komunikasi itu berada di orbit, maka kemungkinan akan terganggu.
“Umumnya operator satelit sudah mempunyai pengaman itu. Kalau di ekuator seperti Indonesia hampir tidak ada dampaknya. Kalau komunikasi HP nggak ada (dampak), kecuali satelitnya terganggu. Sejauh ini satelit dilengkapi pengaman. Kemungkinan terganggu komunikasi radio gelombang pendek, masih dipakai antar daerah gelombang High Frequency karena gangguan di Ionosfer,” sebutnya.
Sebaliknya, di belahan bumi di wilayah Lintang Utara, badai matahari ini lebih rentan menimbulkan gangguan. Gangguan ini lebih pada mewaspadai jaringan listrik. “Di wilayah dekat kutub, partikel energetik matahari masuknya melalui wilayah kutub seringkali berpotensi memberikan muatan lebih pada jaringan listrik. Sehingga kalau sistemnya tidak diantisipasi bisa kejadian seperti tahun 1989 atau tahun 2000-an, terjadi travo itu terbakar,” tuturnya.
Ia mengemukakan, badai matahari sudah diamati para ilmuwan sejak abad ke-16. Para ilmuwan abad ke-16 mengamati siklus matahari tiap 11 tahun. Hingga kini, siklus 11 tahunan itu sudah memasuki 24 kali atau disebut siklus ke-24. “Siklus 24 ini mulainya tahun 2008, puncaknya sebenarnya pada 2013. Selama siklus 24 ini, intensitas paling kuat itu skalanya X 6,9, dan itu terjadi pada 9 Agustus 2011,” imbuhnya. (Dtc)

Close Ads X
Close Ads X