Laporan dari Makkah: Eko Priyono-Abdi D. Noor
JawaPos.com – Imbas keterlambatan penjemputan jemaah haji di Muzdalifah, Kementerian Agama (Kemenag) melayangkan protes keras kepada mashariq.
Yaitu, perusahaan yang bertugas memberikan pelayanan kepada jemaah selama di Arafah, Muzdalifah, dan Mina (Armuzna).
Layanan untuk jemaah di tiga titik tersebut saat ini ditangani mashariq. Sebelumnya, layanan ditangani muasasah atau sejenis yayasan.
Nah, keterlambatan pelayanan angkutan jemaah dari Muzdalifah ke Mina yang terjadi pada 28 Juni lalu sangat disayangkan. Terlebih, biaya layanannya sangat besar. Tahun ini ongkos paket layanan di Arafah, Muzdalifah, dan Mina mencapai 5.656 riyal atau sekitar Rp 22,71 juta per jemaah.
Baca Juga: Bus Terjebak Macet, Perjalanan dari Muzdalifah ke Mina Tersendat, Jemaah Telantar 4 Jam
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief menyesalkan kelambanan mashariq untuk urusan transportasi jemaah dari Muzdalifah ke Mina. Persoalan ternyata tidak berhenti pada urusan bus di Muzdalifah saja. Layanan konsumsi di Mina juga tidak terdistribusi dengan baik dan lancar.
Kasus keterlambatan katering sempat dirasakan jemaah kloter JKG-43. Menurut keterangan dari ketua regu, para jemaah belum mendapatkan makanan sejak berada di tenda di Mina. Persoalan lain, ketersediaan kasur di tiap-tiap tenda di Mina tidak sesuai dengan jumlah jemaahnya. ”Kita sudah sampaikan protes keras ke mashariq terkait persoalan yang terjadi di Muzdalifah. Kita juga meminta agar tidak ada persoalan dalam penyediaan layanan di Mina,” kata Hilman kemarin (29/6).
Pemerintah Indonesia terus mengawal seluruh proses layanan jemaah yang diberikan mashariq. Tujuannya, mashariq bergerak lebih cepat dalam penyiapan layanan bagi jemaah haji.
Hilman menegaskan, layanan di tiga titik tersebut sepenuhnya menjadi tanggung jawab mashariq. Dia meminta mashariq dapat mengambil keputusan cepat dalam menghadapi masalah yang muncul sehingga tidak sampai merugikan jemaah. ”Mashariq tentu tahu kalau Indonesia adalah jemaah terbesar. Mestinya ada skema mitigasi yang lebih komprehensif dan cepat,” tuturnya.
Dia menambahkan, kapasitas atau ruang jemaah di Mina sangat terbatas. Setiap jemaah hanya mendapatkan ruang atau space sekitar 0,8 meter persegi. Kondisi seperti itu sudah terjadi setiap tahun. Bahkan, setelah ada Mina Jadid atau tambahan area Mina, tetap saja kondisi tenda jemaah Indonesia sangat padat. Dari beberapa foto yang beredar, jemaah tidur berimpitan di dalam tenda.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Diah Pitaloka menyoroti kasus keterlambatan atau tertahannya jemaah haji Indonesia di Muzdalifah. Dia meminta Kemenag bisa memastikan kenyamanan dan keselamatan jemaah di sisa pelaksanaan haji ke depannya agar insiden yang mengakibatkan jemaah kelaparan dan kehausan tidak terulang. ”Bagaimanapun, penyelenggaraan haji Indonesia adalah wilayah tanggung jawab Kemenag,’’ ujar Diah. Segala sesuatu yang terjadi, baik di Arab Saudi maupun di Indonesia, juga harus menjadi bahan evaluasi.
Kegiatan jemaah haji saat ini terfokus di Mina. Selama beberapa hari jemaah tinggal di tenda. Kondisinya lebih menantang dibandingkan dengan di Muzdalifah yang sekadar transit.
Diah berharap pelaksanaan melontar jumrah di Mina yang berjalan sampai 13 Zulhijah dikawal seluruh petugas haji. Apalagi, jarak tenda dengan jamarat atau tempat melontar jumrah cukup jauh. Cuaca juga sangat terik jika dibandingkan di Indonesia.
Artikel Terkait
Kloter Pertama Jemaah Haji Embarkasi Solo Dijadwalkan Pulang Awal Juli 2023
Bertemu di Sela Ibadah Haji, Puan dan Anies Ngobrol Santai Hingga Saling Mendoakan
Seorang Haji Asal Kabupaten Magetan Meninggal Dunia di Mina
DPR Sesalkan Tenda Jemaah Haji Over Kapasitas, Ada yang Tidur Duduk