Menampilkan sosok besar dan kharismatik dalam bentuk karya popular seperti novel, tidaklah mudah. Lebih-lebih jika sosok itu adalah orang yang sangat berpengaruh dan mempunyai kontribusi besar dalam perjuangan umat dan bangsa. Gambaran itu kiranya yang tersirat dari tokoh sekaliber KH Ahmad Dahlan, pendiri Muhammadiyah.
Kesan yang tiada tara dan bandingnya tentang Kia Dahlan begitu melekat, terutama di kalangan warga persyarikatan Muhammadiyah. Kisah pembaruan kehidupan sosial dan keagamaan Kia Dahlan begitu mengesankan dan mewarnai percaturan kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Tentu banyak rintangan, tantangan dan godaan sang tokoh ini dalam perjuangan memberikan ‘pencerahan’ kepada masyarakat. Buku ini sangat menarik, sebuah karya fiksi yang sangat lengkap, pertama (dalam bentuk novel) yang mengupas secara utuh jejak pemikiran dan perjuangan Kiai Ahmad Dahlan.
Berawal dari ketertarikan penggagas salah satu dari 2 ormas besar yang ada di Indonesia yaitu NU dan Muhammadiyah. Maka pilihan untuk membaca sejarah penggagas Muhammadiyah yaitu KH. Ahmad Dahlan lebih besar. Karena mungkin juga pengaruh madzhab yang diikuti keluarga juga penyebab ketertarikan membacanya terlebih dahulu sebelum membaca biografi penggagas NU yaitu KH. Hasyim Asy'ari. Biar gak dianggap ikut-ikutan, jadi generasi mem'bebek' keluarga juga, harus tau sejarah pendiriannya kan. Toh juga pernah ada kutipan dari salah satu buku 'Guru terbaik adalah pengalaman dan pengalaman terbaik adalah pengalaman orang lain'. Gada ruginya baca biografi orang. Orang sukses aja yg dibaca tapi hehe.
Untuk gaya tulisan buku ini ringan seperti baca novel. B uku biografi tapi diceritakan seperti novel buat kita mudah namun bagi penulis sulit. Apresiasi banget buat penulisnya 'Didik L Hariri' yang sudah menulisnya dengan gaya tulisan tersebut. Mulai cerita masa kecil KH. Ahmad Dahlan yang sebetulnya nama aslinya adalah Muhammad Darwis (ini aku baru tau nih setelah baca buku) sebagai anak Ketib (Pengurus) masjid keraton Yogyakarta di Desa Kauman. Desa ini di wilayah Malioboro lho buat kalian yang pernah ke sana. Cerita kecintaan dan perjuangan kiyai terhadap penimbaan ilmu bahkan sampai ke negeri orang yaitu Mekkah sangat apik diceritakan di sini dan ini yang bikin termotivasi bahwa sekolah bukan untuk dapat ijazah kemudian dapat kerja dan beranak saja. Melainkan untuk pengabdian penuh agar berguna bagi masyarakaat terhadap ilmu yang sudah didapat. Ada ilmu baru dari penulis buku ini tentang tahlilan yang pada kenyataannya orang-orang di Muhammadiyah sekarang tidak melakukannya tetapi dulu dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah. Satu hal menarik yang perlu digali lebih jauh karena mungkin tulisan yang dibuat oleh penulis tidak lengkap mengapa ada perubahan di jaman dahulu dan sekarang tentang Tahlilan. Secara keseluruhan, buku ini bagus buat pecinta buku yang menyukai gaya bahasa yang ringan. Gak bikin ngantuk dan penasaran dengan kisah selanjutnya. Source: https://nayakayp.blogspot.com/2019/01...