Home Kesehatan Penderita HIV/AIDS Boleh Menikah

Penderita HIV/AIDS Boleh Menikah

Batanghari, Gatra.com – Penderita Human Immunodeficiency Virus Acquired Immune Deficiency Syndrome (HIV/AIDS) tak perlu minder atau takut menikah dengan lawan jenis. 

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Batanghari, Jambi, dr. Elfi Yennie MARS, secara tegas mengatakan, penderita HIV/AIDS boleh menikah. 

Supaya penyakit HIV/AIDS tak menular kepada pasangan pengantin baru, ada beberapa cara harus dilakukan sewaktu berhubungan badan. 

"Apakah seseorang positif HIV/AIDS masih boleh menikah, masih bisa. Apakah boleh punya anak, masih bisa. Tetapi dipersiapkan supaya tidak terjadi penularan," ucap Elfi dikonfirmasi Gatra.com pekan ini.

Penularan HIV/AIDS ada tiga kategori. Pertama melalui darah, kedua melalui cairan seksual, dan ketiga dari ibu ke anak (vertikal). Dinkes Batanghari terus melakukan kampanye seks yang aman tentu legal dengan memakai kondom.

"Misalanya ada pasangan suami atau istri terkena HIV/AIDS, maka kita anjurkan memakai kondom. Perlu diingat bersama adalah seks aman bukan berarti kita melegakan," ujarnya.

Persoalan HIV/AIDS masih ada dan harus mendapatkan perhatian. Dinkes Batanghari bukan hanya fokus mengobati penderita, terpenting adalah melacak atau memeriksa sebanyak mungkin semua potensi penularan.

"Contohnya kelompok-kelompok risiko seperti lelaki suka lelaki (LSL) dan tempat-tempat diduga bisa jadi tempat prostitusi, kemudian juga Lapas termasuk yang rami-rama seperti itu kita awasi serta salon-salon dan sebagainya," katanya.

Tempat-tempat berpotensi akan terjadi penularan, risiko HIV/AIDS, Dinkes Batanghari gencar melakukan tes voluntary counselling and testing (VCT). 

"Beberapa Puskesmas sudah mampu melakukan tes VCT. Sebab mengetahui penyakit HIV/AIDS pastinya dengan tes," ucapnya.

VCT bisa dilakukan secara massal, secara mobile, dan bisa juga kepada pasien yang datang berobat, baik ke Puskesmas maupun Rumah Sakit. Apabila ditemukan tanda-tanda klinis atau dicurigai sebagai HIV/AIDS, kata Elfi, maka akan dianjurkan untuk tes.

"Jadi tes bisa dilakukan secara sukarela atas inisiatif masyarakat, bisa juga dari inisiatif petugas kita karena melihat tanda-tanda itu," katanya.

Ia mencontohkan Dinkes menemukan satu kasus HIV/AIDS, maka upaya terpenting jangan sampai terjadi penyebaran terhadap suami, istri atau keluarga lainnya. 

"Kalau suami sudah terkena HIV/AIDS, maka secepatnya istri harus dites dan kemudian dilakukan upaya untuk mencegah penularan," ujarnya.

Pihaknya melakukan triple screening yang wajib dilakukan kepada ibu hamil. Triple screening ibu hamil, kata dia, pertama HIV/AIDS, Sifilis dan Hepatitis B. Bilamana hasil pemeriksaan ternyata si ibu positif, pihaknya akan melakukan pendampingan dan pengawas.

"Supaya sewaktu melahirkan aman dan tidak menularkan kepada anak. Contohnya kalau ibu hamil terkena HIV/AIDS kita siapkan persalinan operasi supaya tidak menular ke anaknya," katanya.

Ibu positif HIV/AIDS tidak dianjurkan menyusui secara langsung karena ada potensi penularan. Menurut Elfi, usai melahirkan anak pertama, sang ibu masih tetap bisa melahirkan anak kedua dan selanjutnya. 

"Kita akan melakukan upaya infeksi tersebut tidak menular ke bayi," ucapnya.

Masalah HIV AIDS, kata dia, semua pasien harus ditangani sesuai standar dan sudah ada acuan pengobatannya. Obat tersebut dari Kementerian Kesehatan, namanya obat untuk program HIV AIDS. 

"Obat ini kita sebut Anti Retro Viral (ARV)," ucapnya.

RSUD HAMBA Muara Bulian sudah mandiri dalam hal pemberian obat. Elfi bilang, obat dari Kementerian Kesehatan langsung di-drop dan petugas kesehatan langsung menangani.  

"Sudah lama ini, sejak saya dari rumah sakit dulu, sudah bisa menangani sendiri. Artinya kita sudah mandiri dalam penanganan pasien," katanya.

6043