Home Teknologi Energi Limbah Ternak Murah dari Jember

Energi Limbah Ternak Murah dari Jember

Perusahaan rintisan asal Jember, Jawa Timur, berhasil mengembangkan teknologi reaktor biogas geo-membran untuk skala rumah tangga. Meraih penghargaan global dan mengalahkan rivalnya dari Prancis.

 

Berkat riset tanpa henti, enam anak muda yang bergabung dalam perusahaan Jember Futura Energi (JFE) berhasil mengembangkan teknologi inovatif untuk membantu peternak mengolah limbahnya. Limbah peternakan, yang sebelumnya jadi masalah, diolah menjadi energi dan pupuk organik. Dua produk yang dibutuhkan petani sehari-hari. Inovasi yang dilakukan JFE adalah menemukan material alternatif pengganti yang lebih murah untuk fermentasi limbah organik.

Temuan itu berupa geo-membran yang merupakan material fleksibel. Dijual dalam bentuk lembaran. Kemampuannya bisa memfasilitasi reaksi fermentasi sekaligus memutus kontak dengan lingkungan sekitar. Geo-membran bisa mengurangi penguapan air, mencegah kontaminasi, dan mengurangi potensi tumbuhnya ganggang dalam air. Kelebihan lain adalah geo-membran bisa mencegah polusi bau dari limbah. Polusi yang sering meresahkan warga sekitar peternak.

CEO JFE, Izza Auliya Amukholidi, menjelaskan bahwa reaktor berbahan geo-membran bukan yang pertama di dunia. Di Indonesia sendiri sudah ada namun dalam skala besar, seperti yang digunakan industri kelapa sawit. “Tapi, untuk reaktor biogas berbahan geo-membran skala rumah tangga dan industri kecil di Indonesia baru Biope, produk kita,” ia menegaskan. Di Indonesia, menurut Izza, bahan geo-membran biasanya dijual untuk skala industri, tidak mudah ditemui di pasar bebas.

Selama ini, salah satu cara mengolah limbah peternakan dan pertanian adalah dengan mengubahnya menjadi biogas. Biogas dihasilkan lewat proses fermentasi limbah organik dalam yang disebut digester. Digester konvensional dibuat dari bahan fiberglass atau beton. Harga material digester dari beton atau fiberglass relatif mahal untuk ukuran peternak kecil.

gas-1
CEO Jember Future Energy (JFE) Izza Auliya Amukholidi. (dok. jemberfutureenergi.com/ft)

Ditinjau dari sisi konstruksi, digester konvensional ada yang ditanam dalam tanah (fixed dome). Konstruksi seperti ini relatif lebih murah biaya pembuatannya. Kelemahannya, mengeluarkan sisa fermentasi itu merepotkan. Lalu konstruksi lain, seperti digester dengan penutup yang bisa dibuka (floating cover), lebih mahal, meski proses pengeluaran sisa hasil fermentasi lebih mudah.

Nah, dengan teknologi reaktor buatan JFE melalui teknik penyambungan atau perekatan geo-membran, mereka bisa menjawab kekurangan digester konvensional. Dan berkat teknik perekatan itu, mereka bisa menekan biaya pembuatan reaktor hanya separuh dari reaktor biogas berbahan fiberglass maupun beton. Di mana digester berbentuk tabung yang dibuat dari lembaran geo-membran membuat digester bisa diletakkan di atas permukaan tanah. Konstruksi ini memudahkan pengeluaran hasil fermentasi.

Proses fermentasi menggunakan reaktor diberi nama Biope ini cukup sederhana. Kotoran ternak atau sampah organik dibuat bubur dengan cara dicampur air dengan perbandingan 1:1. Campuran ini kemudian diaduk hingga tercampur rata dan selanjutnya dimasukkan ke reaktor. Dalam reaktor terjadi proses fermentasi. Proses fermentasi menghasilkan gas metana setara dengan 1 kilogram gas LPG setiap hari.

Gas ini bisa digunakan untuk keperluan rumah tangga peternak. Gas ini menjadi alternatif pengganti gas tabung melon untuk memasak. Sementara itu, limbah hasil fermentasi kemudian keluar dari reaktor menjadi pupuk organik yang bisa digunakan sendiri atau dijual sebagai tambahan pemasukan keluarga.

JFE berhasil memasarkan Biope ke sejumlah daerah. Catatan Izza, Biope sudah diaplikasikan di Kabupaten Mamuju Tengah, Banyuwangi dan Jember. “Harganya bervariasi tergantung ukuran. Yang pasti lebih terjangkau dari yang konvensional. Proses instalasinya memerlukan waktu 5 hari,” kata alumnus program studi Teknik Energi Terbarukan Politeknik Negeri Jember pada 2018 ini.

Karya inovatif dan solutif ini memukau dewan juri kompetisi Shell LiveWIRE Top Innovators Awards 2019. Mereka akhirnya berhasil menjadi juara pertama untuk kategori energi dan mobilitas. Karya tim JFE menyisihkan 16 karya inovatif bidang energi dan mobilitas dari sejumlah negara.

gas-2
Skema Reaktor Biogas Geo-Membran (dok. jemberfutureenergi.com/ft)

Menurut dewan juri, JFE memiliki kekuatan inovasi yang solutif. Yaitu, dengan inovasi reaktor biogas yang harganya terjangkau bagi para peternak sapi. “Inilah yang menjadi keunggulan JFE hingga dinobatkan sebagai pemenang pertama dalam kategori Energy & Mobility di Top Ten Innovators (TTI) 2019,” kata VP External Relations Shell Indonesia, Rhea Sianipar, kepada GATRA.

Ia menambahkan, material yang dipakai juga menjadi nilai positif tersendiri, karena bisa menekan biaya produksi dan memiliki ketahanan yang lebih baik terhadap kondisi-kondisi lingkungan di mana biogas reaktor dipasang.

Dalam ajang Shell LiveWIRE Top Ten Innovators Award 2019 ini, Indonesia mengirimkan dua tim, yaitu Jember Futura Energi dari Banyuwangi, Jawa Timur, dan Resikel Global Polimer dari Bandung. Keduanya merupakan peserta di kategori energy & mobility. Kategori ini mencari entrepreneur muda yang bisnisnya memberikan solusi inovatif dan mempromosikan kegiatan bisnis yang bersifat sirkular di sepanjang alur rantai pasokan, di antaranya pengelolaan limbah residu.

Resikel Global Polimer mengembangkan mesin pyrolizer untuk mengubah plastik menjadi bahan bakar minyak berkualitas di atas kerosin dengan konversi di atas 80%, serta incinerator yang telah dipatenkan untuk memusnahkan sampah yang sudah tidak dapat didaur ulang sehingga sistem pengelolaan zero-waste dapat diterapkan. Karya mereka menjadi runner up Shell LiveWIRE Top Ten Innovators Award 2019 di kategori energy & mobility bersama Energiestro dari Prancis.


 

 

303