7 Jenis Hujan Berdasarkan Cara Terbentuknya

7 Jenis Hujan Berdasarkan Cara Terbentuknya

Nadza Qur'rotun A - detikJatim
Kamis, 18 Jan 2024 17:32 WIB
Ilustrasi Hujan
Ilustrasi hujan. Foto: Getty Images/iStockphoto
Surabaya -

Wilayah Indonesia tengah memasuki musim hujan. Bahkan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah mengeluarkan peringatan potensi cuaca ekstrem beberapa hari ke depan.

Mengutip laman Repository UIN Satu Tulungagung, hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer yang menjadi butir air cukup berat untuk jatuh ke permukaan bumi. Terdapat dua proses yang mungkin dapat mendorong udara semakin jenuh menjelang hujan, yaitu pendinginan udara dan penambahan uap air ke udara.

Air yang dihasilkan hujan menjadi sumber utama air bersih di sebagian besar wilayah dunia. Alasannya karena air yang dihasilkan hujan dapat membantu di berbagai ekosistem.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Jenis-jenis Hujan

Ada beberapa jenis hujan yang biasanya terjadi. Berikut jenis-jenis hujan berdasarkan cara terbentuknya. Simak penjelasannya berikut ini.

1. Hujan Frontal

Hujan Frontal terjadi karena adanya pertemuan antara massa udara hangat yang cukup besar dengan massa udara dingin yang cukup besar. Hasil pertemuan kedua massa udara tersebut menyebabkan turbulensi.

ADVERTISEMENT

Selain itu, hujan frontal yang berasal dari pertemuan antara dua massa juga akan menjadikan suhu berubah dingin dengan mendadak. Dari suhu dingin tersebut akan menjadikan kondensasi terbentuk sehingga terjadilah hujan frontal.

Hujan frontal bisa dikatakan berbahaya sebab terdapat petir yang bersamaan. Hujan frontal bertahan beberapa menit sampai beberapa jam. Wilayah yang sering terkena hujan frontal adalah daerah di bagian lintang sedang.

Oleh sebab itu, apabila hujan frontal datang, maka segera mencari tempat untuk berteduh atau tunda waktu untuk keluar rumah untuk menghindari kejadian yang tidak diinginkan.

2. Hujan Konvektif

Hujan konvektif merupakan proses hujan yang terjadi akibat ketidaksamaan panas antara lapisan udara dan permukaan tanah. Jadi, semakin tinggi atmosfer, maka udara dengan suhu tinggi berubah menjadi udara dingin.

Hal ini berlanjut sampai uap air mengembun dan mulai membentuk awan kumulus yang jatuh menjadi hujan. Hujan konvektif tidak terjadi di seluruh daerah, melainkan hanya sebagian kecil.

Oleh karena itu, hujan lebat yang terlihat di beberapa daerah, bisa saja hujan lebat di daerah sekitarnya tidak terlihat. Hujan konvektif dikenal sebagai hujan lebat dan intensitasnya dapat berubah dengan cepat karena berasal dari awan konvektif seperti awan cumulonimbus.

Hujan ini dapat berlangsung singkat karena jangkauan horizontal dari awan konvektif terbatas, dan biasanya terjadi di daerah tropis. Namun di daerah lintang tengah mengalami hujan konvektif dengan terputus-putus dan dihubungkan dengan batas barklinik. Seperti front datar, front dingin, dan front hangat.

3. Hujan Orografis

Hujan orografis adalah hujan yang terjadi karena udara yang mengandung uap air terhalang oleh pegunungan. Gerak yang terhalang itu membuat udara naik ke lereng pegunungan.

Hujan ini akan menjadikan bayangan hujan (satu sisi gunung tidak terkena hujan geologis). Proses terjadinya hujan orografis dapat berpengaruh terhadap curah hujan di suatu daerah.

Jadi, hal ini menjadi contoh bahwa topografi atau karakteristik geografis berpengaruh terhadap penyebaran hujan di suatu daerah yang tidak merata. Terutama di sekitar pegunungan atau rintangan geografis yang tinggi.

4. Hujan Muson

Hujan muson merupakan hujan musiman yang disebabkan muson. Di Indonesia, hujan muson timur terjadi pada bulan Oktober hingga April selama musim hujan. Angin muson bergerak dari benua Autralia ke Asia yang membawa awan dengan kandungan curah hujan tinggi karena Australia mengalami musim dingin.

Angin muson dapat terjadi karena suhu darat lebih tinggi dari pada suhu air. Akibatnya tekanan yang ada di daratan lebih rendah daripada laut yang mengakibatkan aliran udara yang tetap menuju arah daratan.

5. Hujan Asam

Hujan asam memiliki Ph yang sedikit di bawah 6, sehingga memiliki rasa asam. Hal ini dapat terjadi karena karbondioksida dengan uap air di udara membentuk asam lemah yang dapat bermanfaat untuk melarutkan mineral dalam tanah. Larutan dalam tanah ini dibutuhkan oleh hewan dan tumbuhan.

Selain itu, terdapat juga polutan udara yang dapat meningkatkan keasaman air hujan, sehingga disebut hujan asam. Hujan asam secara alami terjadi karena letusan gunung berapi. Namun hal saat ini akubat perkembangan zaman hujan asam dapat terjadi karena polusi akibat bahan bakar fosil.

Hujan asam sangat berbahaya karena bersifat korosif yang merusak bahan logam, menyebabkan penyakit pernapasan, mempengaruhi kualitas air, merusak tanaman, menyebabkan kelahiran prematur pada bayi, dan melarutkan logam dalam tanah.

6. Hujan Zenithal

Hujan zenithal merupakan hujan yang sering terjadi pada daerah ekuator akibat pertemuan angin pasat timur laut dengan angin pasat tenggara. Selanjutnya angin tersebut akan naik dan membentuk gumpalan awan yang berada di sekitar ekuator.

Hal inilah yang menjadikan awan menjadi jenuh sehingga turun hujan. Angin pasat merupakan udara yang mengalir di atas permukaan karena udara bergerak naik dari wilayah lautan yang lebih hangat dan bergerak turun di wilayah yang dingin.

7. Hujan Buatan

Hujan buatan merupakan hujan yang dibuat manusia. Tujuannya untuk meningkatkan curah hujan saat kebutuhan air secara alami tidak cukup. Cara membuatnya memerlukan awan yang mempunyai kandungan air cukup, yang nantinya akan menjadikan terjadinya hujan sampai tanah.

Dalam membuat hujan buatan juga perlu bahan semai yang dapat menarik uap air atau membentuk es. Apabila hujan buatan tidak dapat sampai ke tanah atau menguap sebelum sampai ke tanah, maka disebut virga. Hal ini membuat udara menjadi jenuh.



Simak Video "Badai Hujan Es dan Salju Menghantam China "
[Gambas:Video 20detik]
(irb/sun)