Tidak hanya rumah ribuan warga dari belasan desa 3 kecamatan di Sidoarjo yang tenggelam akibat semburan Lumpur Lapindo pada 29 Mei 17 tahun silam. Tidak sedikit bangunan milik perusahaan di sekitar semburan lumpur itu turut tenggelam.
Setidaknya ada 31 perusahaan yang tenggelam imbas semburan lumpur hingga saat ini belum pernah mendapatkan ganti rugi. Padahal, korban lumpur dari kalangan pengusaha telah mendapat jaminan Surat Keputusan dari MK Nomor 83 Tahun 2013.
"Pemerintah sempat melaksanakan dikotomi, yang dibayar hanya warga, tapi untuk perusahaan belum dibayar ganti ruginya," ujar Marcus Johny Rany (62), salah satu pengusaha yang dulu merupakan pemilik PT Orental Samudera Karya, Senin (29/5/2023).
Saat ditemui detikJatim, Johny mengatakan bahwa hingga saat ini 31 perusahaan termasuk miliknya belum pernah mendapatkan ganti rugi. Dia sebutkan bahwa total ganti rugi yang seharusnya didapatkan 31 perusahaan itu mencapai Rp 800 miliar.
Nihilnya ganti rugi atas aset perusahaannya yang ditelan lumpur membuat nasibnya benar-benar berubah. Ketika tanggul lumpur yang ada di depan pabriknya makin kritis, dirinya merelakan halaman pabriknya untuk menampung lumpur demi menyelamatkan rel kereta api, Jalan Raya Porong, serta permukiman penduduk.
"Setelah pabrik kami tenggelam oleh lumpur, proses ganti rugi dijanjikan segera diselesaikan. Tapi hingga saat ini belum ada realisasinya," kata Johny.
Lantaran tak juga menerima ganti rugi, sementara seluruh aset perusahaannya telah tenggelam ditelan lumpur, dengan terpaksa Johny bekerja ikut perusahaan lain sebagai seorang karyawan biasa demi bisa bertahan hidup.
"Dulu kami memiliki perusahaan, karena dampak lumpur, sekarang kami menjadi pekerja perusahaan," kata Johny.
Nasib yang tidak jauh berbeda dialami Andi Susilo. Dahulu, sebelum lumpur Lapindo menyembur dia merupakan seorang pengusaha pemilik PT Yama Indho Perkasa yang berlokasi di Kedung Bendo, Kecamatan Tanggulangin, Sidoarjo.
Andi mengatakan bahwa dirinya juga merupakan satu di antara puluhan pengusaha yang menjadi korban lumpur Lapindo. Perusahaan miliknya telah tenggelam. Tapi hingga saat ini proses ganti rugi tak kunjung direalisasikan.
"Kami ini warga korban lumpur, hingga saat ini ganti ruginya belum dibayar. Apa bedanya pemilik perusahaan dengan warga? Menurut kami tidak ada bedanya. Apalagi MK telah memutuskan bahwa pemerintah harus menyelesaikan proses ganti rugi korban lumpur," kata Andi.
Dia mengakui bahwa semburan lumpur Lapindo itu merupakan bencana bagi banyak orang. Sebagai salah satu korban lumpur, dia pun perlu melakukan sesuatu untuk menyambung hidup sehingga harus rela menjadi karyawan pabrik perusahaan milik orang lain.
"Karena dampak ganti rugi belum terbayar, yang dulunya kami pemilik perusahaan saat ini kami menjadi pekerja di salah satu perusahaan. Saya harus melakukan itu untuk menyambung hidup," kata Andi.
Saksikan juga Blak-blakan: Tekan Angka Kemiskinan hingga Stunting di Surabaya Ala Eri Cahyadi