8 Pakaian Adat Jawa Tengah: Filosofi, Makna hingga Jenisnya

8 Pakaian Adat Jawa Tengah: Filosofi, Makna hingga Jenisnya

Agustin Tri Wardani - detikJateng
Kamis, 25 Mei 2023 15:42 WIB
Ilustrasi Pakaian Adat Jawa
8 Pakaian Adat Jawa Tengah: Filosofi, Makna hingga Jenisnya. Foto Ilustrasi (Getty Images/iStockphoto/ferlistockphoto)
Solo -

Indonesia memiliki beragam budaya mulai dari kesenian, bahasa, hingga pakaian adat. Pakaian adat yang ada di setiap daerah merupakan gambaran adat istiadat masyarakat setempat.

Di Jawa Tengah terdapat beberapa pakaian adat yang masih banyak digunakan sampai sekarang. Pakaian adat di Jawa Tengah memiliki nilai filosofi dan makna yang sangat dalam.

Dikutip dari laman resmi Kemendikbud, pakaian adat merupakan simbol kebudayaan suatu daerah. Pakaian adat pun bisa dijadikan simbol untuk menunjukkan nama daerah. Sebab, setiap daerah di Indonesia memiliki pakaian adat yang berbeda-beda.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pakaian adat biasanya dipakai untuk memperingati hari besar seperti kelahiran, pernikahan, kematian, serta hari-hari besar keagamaan. Pakaian adat memang dijadikan penanda untuk sesuatu, biasanya berupa doa atau mencerminkan suatu sikap.

Berikut ragam pakaian adat Jawa Tengah, filosofi, makna hingga jenisnya.

ADVERTISEMENT

8 Pakaian Adat Jawa Tengah

1. Solo Basahan

Dikutip dari buku 'Kumpulan Istilah Penting dalam Dunia Batik' (2020) karya Ivone De Carlo, pakaian adat Jawa Tengah gaya Solo basahan adalah busana yang dipakai untuk upacara adat di keraton-keraton Jawa Tengah seperti upacara formal, pernikahan, dan lain-lain. Busana ini diberi nama dodot atau kampuh yang berupa kain panjang yang dibentuk.

Pakaian adat Solo basahan berwujud kain batik berukuran lebar kurang lebih 250 cm dan panjang kurang lebih 450 cm. Jenis pakaian ini muncul pada masa sebelum ada penjahit, sehingga hanya berupa kain yang dililit-lilit.

Cara pemakaian pakaian Solo basahan ini langsung di atas badan dengan bantuan jarum dan tali dan pada bagian bahunya terbuka atau seperti kemben. Pengantin pria juga terbuka pada bagian perut ke atas. Warna untuk dodot ada beberapa macam yaitu merah, hijau, biru, ungu, cokelat, hitam yang sudah divariasi sesuai permintaan pelanggan.

Motif kain ini lazimnya berupa flora dan fauna yang melambangkan kekayaan bumi Jawa. Dalam filosofi adat Jawa, Solo basahan memiliki makna untuk mengungkapkan kehidupan yang gemah ripah loh jinawi atau makmur sejahtera.

2. Surjan

Dikutip dari laman resmi Kalurahan Karangsari, surjan adalah penutup badan dibuat oleh Sunan Kalijaga. Diketahui bahwa raja-raja Mataram selalu memakai Surjan hingga sekarang. Pakaian Surjan atau sirajan yang memiliki arti pepadhang atau pelita.

Pakaian surjan memiliki bentuk lengan yang panjang, ujung baju runcing, leher dengan kancing 3 pasang yang berjumlah 6, dua kancing di dada kanan kiri, dan tiga buah kancing tertutup. Jenis pakaian atau baju ini bukan sekadar untuk fashion dan menutupi anggota tubuh supaya tidak kedinginan dan kepanasan serta untuk kepantasan saja.

Surjan menurut KRT Jatiningrat Tepas Dwarapura Keraton Yogyakarta, berasal dari istilah siro + jan yang berarti pelita atau yang memberi terang. Surjan juga disebut pakaian takwa. Oleh karena itu di dalam pakaian itu terkandung makna filosofi yang cukup dalam, di antaranya bagian leher baju surjan memiliki kancing 3 pasang (6 biji kancing) yang kesemuanya itu menggambarkan rukun iman.

Surjan juga memiliki dua buah kancing di bagian dada sebelah kiri dan kanan. Hal itu adalah simbol dua kalimat syahadat. Ada pula tiga buah kancing di dalam bagian dada dekat perut yang letaknya tertutup dari luar yang menggambarkan tiga macam nafsu manusia yang harus diredam, dikendalikan, dan ditutup. Nafsu-nafsu tersebut adalah nafsu bahimah atau hewani, nafsu lauwamah atau nafsu makan dan minum, dan nafsu syaitoniah atau nafsu setan.

Terdapat 5 kancing pada bagian lengan panjang kiri dan kanan. Angka 5 lazim berkaitan dengan rukun Islam yaitu syahadat, shalat, puasa, zakat, dan haji.

3. Jawi Tangkep

Dikutip dari laman resmi Kementerian Agama Kabupaten Wonosobo, pakaian adat Jawa Tengah jenis Jawi Jangkep merupakan pakaian adat yang digunakan oleh kaum pria. Zaman dahulu pakaian jenis ini sering digunakan oleh abdi dalem kerajaan atau keraton, maupun untuk pakaian pernikahan adat Jawa Tengah.

Namun seiring dengan berkembangnya zaman, pakaian Jawi jangkep bisa digunakan dalam acara-acara formal seperti peringatan hari Kartini, hari lahir Pancasila, dan peringatan lainnya.

Penampakan dari baju jawi jangkep sekilas hampir sama dengan bekap, atasan polos berwarna hitam dan diselipkan keris di belakangnya, serta bawahan jarit atau kain batik, penutup kepala dengan blangkon dan untuk alas kaki menggunakan sandal selop atau sendak tertutup.

Pakaian Jawi Jangkep memiliki makna yang berkaitan dengan kehidupan. Filosofinya, pakaian ini dikenal dengan istilah Piwulang Sinandhi. Selain itu, kancing dalam pakaian adat beskap melambangkan semua tindakan yang diambil harus diperhitungkan sebelum kita bertindak.

4. Kanigaran

Pakaian adat Jawa Tengah selanjutnya ada Kanigaran. Biasanya kanigaran digunakan sebagai pakaian upacara pernikahan. Pakaian kanigaran terdiri dari kain cinde, dodot, baju kebaya panjang, udet cinde, buntal, dan selop.

Pakaian kanigaran yang dikenakan oleh memang tertutup namun di bagian bawah mengenakan kain cinde yang kemudian dibalut dengan dodot sampai menutupi bagian dada (untuk kemben). Jadi, pengantin tidak mengenakan baju.

Filosofi dan makna dari pakaian kanigaran ini dapat dilihat dari unsur-unsur pakaiannya. Kain cinde mengandung makna tata kesusilaan yang harus dijaga. Kebaya panjang dari beludru berwarna hitam yang disulam dengan benang emas memiliki makna harapan agar pengantin mempunyai kepribadian yang halus seperti kain beludru dan memancarkan sinar keagungan atau anggun.

Udet cinde yang berbentuk selendang kecil yang dikenakan pada pinggang memiliki makna harapan agar pengantin wanita siap sedia untuk menggendong apabila segera mendapat karunia anak.

Buntal merupakan rangkaian yang terdiri dari daun puring, daun pandan, daun pisang yang masih muda atau pupus, bunga Patramenggala, dan bunga Kamboja yang disusun memanjang. Dedaunan tersebut mempunyai makna yang berbeda-beda. Intinya adalah sebagai penolak bala dan dimaksudkan sebagai puji doa agar perkawinan berjalan selamat, tanpa halangan apa pun.

Selop merupakan alas kaki yang terbuat dari kain beludru bersulam benang emas. Warna emas mengandung makna keagungan dan keutamaan, sedangkan alas kaki merupakan dasar untuk berpijak.

Secara keseluruhan pakaian adat Kanigaran merupakan lambang kehidupan yang berisi norma-norma yang dapat dijadikan tuntunan bagi pengantin khususnya dan masyarakat pada umumnya.

5. Iket

Dikutip dari laman resmi pemerintah Kabupaten Pati, Jawa Tengah memiliki aksesoris yang biasanya dipakai bersamaan dengan pakaian adat. Aksesoris yang ada di bagian kepala dinamakan iket oleh orang Jawa kuna (tradisional).

Iket adalah ikat kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga menjadi penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kenceng (kuat) supaya ikatan tidak mudah terlepas. Makna iket dimaksudkan manusia seyogyanya mempunyai pemikiran yang kenceng, tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang.

6. Beskap

Dikutip dari sumber yang sama, di Jawa Tengah ada pakaian adat kejawen yang biasa dipakai oleh laki-laki yaitu beskap. Beskap selalu dilengkapi dengan benik atau kancing baju di sebelah kiri dan kanan.

Lambang yang tersirat dalam benik itu adalah agar orang Jawa dalam melakukan semua tindakannya apapun selalu di-niknik atau diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang akan dilakukan hendaklah jangan sampai merugikan orang lain dan dapat menjaga antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum.

7. Wiru Jarik

Masih mengutip sumber yang sama, terdapat pakaian adat Jawa Tengah yang bernama wiru jarik. Wiru Jarik atau kain dikenakan selalu dengan cara mewiru atau meripel pinggiran yang vertikal atau sisi saja sedemikian rupa.

Wiru atau wiron diperoleh dengan cara melipat-lipat atau mewiru. Ini mengandung pengertian bahwa jarik tidak bisa lepas dari wiru, dimaksudkan wiwiren aja nganti kleru, kerjakan segala hal jangan sampai keliru agar bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis.

8. Kain Batik

Dikutip dari laman resmi Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Jawa Tengah, di Indonesia kain batik memang memiliki motif yang bermacam-macam sesuai dengan daerah asalnya. Di Jawa tengah sendiri kain batik juga dipakai sebagai pakaian adat. Biasanya kain batik yang dipakai adalah motif kawung, parang, truntum, dan lain-lain.

Motif-motif tersebut memiliki makna dan filosofi bagi pemakainya, yaitu agar pemakai batik selalu memiliki umur panjang, bisa mengendalikan nafsu dan menjaga nurani, memberi harapan agar cinta kasih yang tumaruntum untuk kedua mempelai, dan menunjukkan jalinan yang tak pernah putus dalam memperbaiki diri serta memperjuangkan kesejahteraan maupun pertalian keluarga.

Demikian informasi mengenai 8 pakaian adat Jawa Tengah. Semoga bermanfaat ya, Lur!

Artikel ini ditulis oleh Agustin Tri Wardani peserta Program Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.



Simak Video "Melihat Keris Kyai Cinthaka Sunan Kudus Dijamas, Pakai Banyu Londo"
[Gambas:Video 20detik]
(dil/rih)