Gunung Tangkuban Parahu, Cerita Rakyat dan Keindahan Alamnya

Gunung Tangkuban Parahu, Cerita Rakyat dan Keindahan Alamnya

Cornelis Jonathan Sopamena - detikJabar
Selasa, 19 Jul 2022 18:31 WIB
Wisatawan mulai berdatangan keTaman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu, Lembang, Bandung Barat. Objek wisata ini resmi dibuka pada Sabtu (13/6/2020).
Gunung Tangkuban Parahu. (Foto: Whisnu Pradana/detikJabar)
Bandung -

Salah satu keunikan sekaligus daya tarik dari Kota Bandung adalah setiap sudut kotanya dihuni oleh gunung. Totalnya, terdapat sepuluh gunung yang mengitari Kota Bandung. Pegunungan di seluruh sisinya ini menyebabkan Kota Kembang seperti berada di dalam sebuah "mangkuk".

Salah satu gunung yang paling terkenal adalah Gunung Tangkuban Parahu. Gunung Tangkuban Parahu bahkan memiliki cerita rakyatnya sendiri, yaitu Legenda Sangkuriang.

Legenda Sangkuriang ini mengisahkan tentang seorang putri bernama Dayang Sumbi. Dengan parasnya yang cantik, Dayang Sumbi membuat banyak raja jatuh hati dan berperang untuk mendapatkan hatinya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Suatu waktu, Dayang Sumbi tengah mengasingkan diri bersama jelmaan dewa dalam wujud seekor anjing jantan bernama Tumang di sebuah bukit. Ketika sedang menenun, kain Dayang Sumbi terjatuh. Karena malas, ia pun memberi sumpah bahwa siapapun yang mengambilkan kain tersebut, bila berjenis laki-laki, akan ia jadikan suaminya. Ternyata, si Tumang mengambil kain tersebut dan mereka pun menikah dan mempunyai anak, yaitu Sangkuriang.

Sangkuriang tumbuh menjadi pemanah yang handal. Suatu hari, Sangkuriang tengah berburu dan menyuruh si Tumang untuk mengejar babi betina Wayungyang. Karena tidak menurut, Sangkuriang melepas anak panahnya dan membunuh Tumang.

ADVERTISEMENT

Kemudian, hati si Tumang diberikan kepada Wayang Sumbi untuk dimasak dan dimakan. Setelah mengetahui bahwa yang dimakan adalah hati si Tumang, amarah Dayang Sumbi pun tidak tertahankan dan ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok yang terbuat dari tempurung kelapa. Pukulan tersebut menghasilkan luka di kepala Sangkuriang.

Sangkuriang pun sangat menyesal dan pergi mengembara. Setelah sekian lama, tanpa disadari ia pun kembali lagi ke tempat Dayang Sumbi, ibunya. Keduanya tidak saling mengenali dan akhirnya jatuh cinta. Suatu waktu, Dayang Sumbi melihat bekas luka di kepala Sangkuriang. Ia pun teringat saat ia memukul kepala anaknya dan mencoba untuk menjelaskan pada Sangkuriang bahwa ia adalah ibunya.

Namun, Sangkuriang tidak peduli dan tetap ingin menikahi Dayang Sumbi. Agar pernikahan itu tidak terjadi, Dayang Sumbi meminta Sangkuriang untuk membuatkannya danau beserta perahunya dalam waktu satu malam. Sangkuriang yang dibantu oleh jin pun segera bergegas mewujudkan keinginan Dayang Sumbi.

Melihat hal tersebut, Dayang Sumbi segera menebarkan kain kearah timur dan memohon pada Sang Yang Tunggal agar Sangkuriang gagal. Permintaannya pun dikabulkan dan matahari segera terbit.

Sangkuriang pun marah dan menendang perahu yang dibuatnya sampai perahu tersebut terbalik dan berada dalam posisi telungkup. Perahu tersebut pun berubah menjadi Gunung Tangkuban Parahu.

Sangkuriang kemudian terus mengejar Dayang Sumbi yang menghilang dan berubah menjadi setangkai bunga jaksi. Sangkuriang terus mencari Dayang Sumbi hingga pada akhirnya menghilang ke alam gaib.

Terlepas dari cerita rakyatnya, situs resmi Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Tangkuban Parahu menulis bahwa Gunung Tangkuban Parahu sebetulnya terbentuk dari letusan Gunung Sunda. Ilmugeografi.com pun menjelaskan bahwa Gunung Sunda meletus sebanyak dua kali. Letusan pertama terjadi sekitar 105.000 tahun yang lalu dan letusan kedua sekitar 55.000 tahun yang lalu. Kedua letusan tersebut berhasil melahirkan Gunung Tangkuban Parahu, Gunung Burangrang, dan Gunung Bukit Tunggul.

Menurut situs TWA Gunung Tangkuban Parahu, gunung tersebut sudah meletus sebanyak 16 kali. Pertama kali pada tahun 1829 dan terakhir kali pada tahun 1994. Namun, Gunung Tangkuban Parahu sempat meletus kembali pada tahun 2019.

Pada letusan pertamanya di tahun 1829, erupsi Gunung Tangkuban Parahu mengeluarkan batu dan abu yang keluar dari kawah Ratu dan Domas.

Gunung Tangkuban Parahu juga menjadi salah satu tempat wisata yang paling sering dikunjungi oleh wisatawan. Gunung yang berada di ketinggian 2084 meter diatas permukaan laut ini pertama kali ditetapkan menjadi Cagar Alam dan Taman Wisata pada 3 September 1974. Penetapan tersebut dibuat berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor 528/Kpts/Um/9/1974.

TWA Tangkuban Parahu ini memiliki bau gas belerang yang cukup menyengat. Meskipun menyengat, DetikTravel menyebutkan bahwa gas belerang ini berkhasiat bagi kesehatan kulit. Berbagai pedagang di sekitar kawasan TWA pun kerap menjual belerang.

Selain itu, TWA Tangkuban Parahu juga memiliki banyak sumber mata air panas yang tersebar di beberapa kawasan. Bahkan, pengunjung dapat merebus telur di permukaan sumber mata air panas tersebut, Kendati demikian, tidak seluruh sumber mata air panas dapat dikunjungi dikarenakan faktor keselamatan.

Meskipun hinggga saat ini Gunung Tangkuban Parahu masih berstatus aktif, TWA Gunung Tangkuban Parahu sangat jarang sepi pengunjung. Harga tiket masuk (HTM) yang terjangkau dinilai menjadi salah satu daya tarik bagi wisatawan.

TWA yang dikelola oleh PT Graha Rani Putra Persada ini membanderol HTM sebesar Rp20.000 untuk hari kerja dan Rp30.000 untuk hari libur. TWA Gunung Tangkuban Parahu juga menyediakan shuttle bus dari Jayagiri ke Kawah Ratu dengan harga Rp7.000.

Bagi pengunjung yang menggunakan kendaraan pribadi pun dikenakan biaya masuk untuk kendaraannya. Berikut daftarnya:

Tarif Hari Kerja

  • Sepeda: Rp7.000
  • Motor: Rp12.000
  • Mobil: Rp25.000
  • Bus: Rp110.000

Tarif Hari Libur

  • Sepeda: Rp10.000
  • Motor: Rp17.000
  • Mobil: Rp35.000
  • Bus: Rp150.000

TWA Tangkuban Parahu dapat dikunjungi di Jl. Tangkuban Parahu No. 282, Cikole Lembang, Kab. Bandung Barat 40391, Indonesia.



Simak Video "Kawah Ratu, Kawah Terbesar di Komplek Gunung Tangkuban Parahu, Bandung"
[Gambas:Video 20detik]
(tey/tya)