Mengenal Secuil Logam Tanah Jarang Lumpur Lapindo, Yakin Harta Karun?

CNN Indonesia
Minggu, 18 Des 2022 07:01 WIB
Yakin menyebut logam tanah jarang di lumpur Lapindo sebagai harta karun? Sudah jumlah kandungannya segitu doang, lumpurnya bikin sengsara sejuta umat pula.
Alih-alih harta karun, lumpur Lapindo dinilai lebih pas disebut kutukan. (Foto: ANTARA FOTO/Zabur Karuru)
Jakarta, CNN Indonesia --

Logam tanah jarang (LTJ) di Lumpur Lapindo dinilai lebih cocok dianggap sebagai kutukan ketimbang harta karun. Apa sebabnya? Dan siapa sih sebenarnya 'makhluk' ini?

Mineral jenis ini ini disebut sejumlah pihak sebagai 'harta karun' karena amat berguna bagi industri berteknologi tinggi, misalnya litium untuk baterai mobil listrik. Pakar mengklaim mendeteksi keberadaannya di Lumpur Sidoarjo, Jawa Timur.

Media-media pun ramai menjulukinya sebagai harta karun.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berdasarkan makalah bertajuk 'Potensi Logam Tanah Jarang di Indonesia' terbitan Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (Agustus 2019), istilah Logam Tanah Jarang (LTJ) atau terjemahan dari Rare Earth Element (LTJ) mulanya didasarkan pada asumsi awal bahwa keberadaannya langka.

LTJ merupakan kumpulan dari 17 unsur, yakni scandium (Sc), lanthanum (La), cerium (Ce), praseodymium (Pr), neodymium (Nd), promethium (Pm), samarium (Sm), europium (Eu), gadolinium (Gd), terbium (Tb), dysprosium (Dy), holmium (Ho), erbium (Er), thulium (Tm), ytterbium (Yb), lutetium (Lu) dan yttrium (Y).

ADVERTISEMENT

Mereka mempunyai banyak kemiripan sifat dan sering ditemukan bersamasama dalam satu endapan secara geologi.

Meski diberi istilah 'jarang', unsur-unsur yang termasuk dalam Kelompok Lantanida pada tabel susunan berkala ini nyatanya bisa ditemukan lebih melimpah daripada unsur lain dalam kerak bumi.

Misalnya, thulium (Tm) dan lutetium (Lu), yang merupakan dua unsur yang terkecil kelimpahannya di dalam kerak bumi, mencapai 200 kali lebih banyak dibandingkan kelimpahan emas (Au).

Masalahnya, unsur-unsur tersebut sangat sukar untuk ditambang karena konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk ditambang secara ekonomis.

Semua proses pembentukan LTJ berlangsung dalam kerak bumi. Proses berlangsung baik dalam media larutan magmatis maupun fluida sisa magmatis (hidrotermal). Ketika magma naik ke arah kerak bumi, terjadi perubahan komposisi sebagai respons terhadap variasi tekanan, suhu dan komposisi batuan-batuan di sekelilingnya.

Akibatnya, terbentuk jenis-jenis batuan yang berbeda dengan variasi pengayaan unsur-unsur bernilai ekonomis, termasuk unsur-unsur tanah jarang.

Lumpur Lapindo

Badan Geologi dan ahli dari Universitas Airlangga (Unair) mengungkap kandungan LTJ di Lumpur Lapindo pada awal 2022 berdasarkan pengeboran pada kedalaman 5 meter.

Eko Budi Lelono, Kepala Badan Geologi, pada Senin (24/1/2022), "Dari hasil analisis Lab, kadar logam tanah jarang (LTJ) cukup rendah, dengan kadar tertinggi pada unsur Cerium (Ce)."

Pihaknya juga menemukan mineral lain yang termasuk mineral kritis (Critical Raw Mineral/CRM), di antaranya Litium dan Stronsium.

Dikutip dari situs Institut Teknologi Surabaya (ITS), CRM merupakan sekelompok mineral yang ketersediaannya kian terbatas dan dapat digunakan untuk inovasi teknologi berbasis energi bersih dan terbarukan.

Di antaranya, LTJ, gallium (Ga), indium (In), tungsten (W), platinum (Pt), palladium (Pd), kobalt (Co), niobium (Nb), magnesium (Mg), molybdenum (Mo), antimoni (Sb), lithium (Li), vanadium (V), nikel (Ni), tantalum (Ta), tellurium (Te), kromium (Cr) dan mangan (Mn).

Namun, Eko menyebut kandungan CRM di Lumpur Lapindo tak banyak. Litium (Li), misalnya, kadarnya 99,26 hingga 280,46 ppm (part per million, perbandingan zat terlarut dan pelarutnya); Stronsium (Sr) kadarnya 255,44 hingga 650,49 ppm.

Pada kesempatan terpisah, Eko mengungkap wilayah lain yang kandungan LTJ-nya lebih besar.

"Memang logam tanah jarang yang ada di Indonesia itu kami identifikasi keberadaannya tersebar di beberapa lokasi. Kalau di Lapindo ada, tapi konsentrasinya tidak terlalu besar. Di tempat lain kami identifikasi, di Sumatera Utara dan Bangka Belitung itu cukup besar," kata dia, Rabu (13/4).

November lalu, saat ditanya DPR soal pemanfaatan LTJ di Lumpur Lapindo, Menteri ESDM Arifin Tasrif juga mengakui kandungan LTJ, termasuk litium, di Lumpur Lapindo kecil banget dan tak bisa memenuhi kebutuhan industri.

"Memang kita sudah melakukan analisa, kontennya sangat kecil dibanding deposit yang ada. Lithium itu hanya di bawah 1.000 ton dengan kadar kurang lebih beberapa ppm per ton. Kemudian stronsium juga relatif sangat kecil," ungkap dia, dalam Rapat Kerja dengan Komisi VII DPR RI, Senin (21/11).

Lantaran itu, Arifin lebih memilih untuk melakukan kerja sama dengan perusahaan-perusahaan untuk memproduksi baterai litium. Contohnya, Australia yang memiliki deposit litium nomor dua di dunia setelah Chile.

Kutukan

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur Wahyu Eka Setyawan pun mengkritik istilah 'harta karum' yang disebutnya hasil pembingkaian (framing) media terhadap bencana Lumpur Lapindo yang menenggelamkan ribuan rumah warga.

Berdasarkan penelitian sejak 2006, saat lumpur menyembur, hingga 2008, pihaknya malah menemukan kandungan logam berat jenis Kadmium rata-rata 0,30 g3 mg/L, dan Timbal 7,2876 mg/L. Kandungan ini ratusan kali lebih besar di atas ambang batas aman bagi lingkungan.

"Framing pemberitaan menyebutkan temuan ini sebagai harta karun dan berkah tersembunyi dalam lumpur Lapindo. Tapi yang tidak disadari adalah bahwa temuan berbagai jenis logam berat dalam lumpur Lapindo telah lama menjadi kutukan bagi warga Kecamatan Porong, Tanggulangin, dan Jabon," cetus Wahyu, Februari.

(tim/arh)


[Gambas:Video CNN]
REKOMENDASI UNTUK ANDA
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER