Universitas Airlangga Official Website

Pengaruh Handling Sapi Perah Menggunakan Tali Hidung Lokal atau Tali Halter terhadap Produksi Susu dan Kadar Kortisol

Foto by Berdesa

Handling secara umum merupakan cara menangani atau mengendalikan hewan dengan cara membatasi ruang gerak, menghalangi secara fisik sehingga hewan mudah dikendalikan. Penggunaan teknik handling secara benar sangat dibutuhkan guna memperhatikan aspek kesejahteraan hewan dimana hewan salah satunya bebas dari rasa sakit. Peternakan di Indonesia mayoritas menggunakan tali telusuk dan juga tali halter sebagai alat handling. Tali Halter umum diterapkan oleh berbagai negara seperti Amerika Serikat dan Kenya, dimana tali Halter bertujuan untuk mengendalikan hewan ternak yang paling praktis dan lembut sehingga tidak membuat sapi merasa kesakitan. Tali halter dipasang melingkar pada kepala ditempatkan di atas hidung hewan setengah diantara mata dan lubang hidung untuk mencegah obstruksi jalan nafas atau trauma pada mata dan hidung. Sedangkan tali Telusuk merupakan tali yang menembus septum hidung dan dilingkarkan di atas telinga dan diikat di belakang telinga. Pemeliharaan menggunakan tali Telusuk di Indonesia menjadi pro dan kontra yang sering diperdebatkan, karena manajemen pemeliharaan dan teknik handling yang kurang baik dapat menyebabkan hewan mengalami stress selama pemeliharaan.

Stres pada individu hewan dapat dihasilkan dari kombinasi tiga faktor, yaitu: faktor kondisi lingkungan, kerentanan individu hewan dan manajemen penanganan (handling). Teknik handling ternak yang baik, penting dilakukan agar hewan bebas dari rasa sakit dan stres. Pengendalian tingkat stres ternak sangat penting tidak hanya untuk menjamin kesejahteraan ternak tetapi juga untuk meningkatkan produksi, karena penurunan kesejahteraan dapat menyebabkan penurunan produksi ternak. Biomarker yang dapat digunakan guna mengetahui stres pada mamalia yaitu hormon kortisol. Mekanisme stres dapat ditandai adanya penurunan produktivitas ternak, perilaku yang agresif sehingga terjadinya peningkatan hormon kortisol.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada dua kelompok sapi perah peranakan Friesian Holstein usia 21-30 bulan dan berat antara 550 – 650 kilogram, dengan pembagian kelompok sapi dengan tali Telusuk dan kelompok sapi dengan tali Halter, menunjukkan rata-rata produksi susu yang berbeda signifikan. Produksi susu kelompok sapi dengan tali Telusuk sebesar 12,57  L/ hari, sedangkan kelompok  sapi dengan tali halter sebesar 15 L/ hari. Perbedaan yang signifikan juga terlihat dari kadar kortisol serum darah pada dua kelompok sapi tersebut. Kadar kortisol kelompok sapi dengan tali Telusuk sebesar 63,2 ± 19,6 ng/ml, sedangkan kelompok dengan tali halter sebesar 28,2 ± 15,3 ng/ml. Berdasarkan hasil tersebut dapat terlihat bahwa menggunaan tali telusuk tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan atau rasa sakit pada sapi perah tetapi juga dapat menurunkan produktivitas pada sapi perah.

Pemasangan tali keluh umumnya dilakukan oleh peternak saat sapi berumur muda. Fakta di lapangan pada sapi sudah berumur dewasa terkadang bisa ditemukan vulnus excoriasi atau luka lecet pada daerah hidung akibat goresan tali keluh dan hal ini dapat menimbulka rasa sakit pada ternak. Rasa sakit merupakan salah satu rangsangan yang menyebabkan hewan mengalami stres. Rasa sakit mengakibatkan munculnya respon hypothalamic pituitary adrenal axis. Stres dapat mempengaruhi pertumbuhan, reproduksi, dan laktasi, termasuk pengaruh hormon, produksi susu, dan komposisi susu. Berdasarkan hasil penelitian juga terbukti terdapat kolerasi antara produksi susu dan kadar hormon kortisol darah. Dimana Hipofisis memainkan peran penting dalam sekresi Prolaktin (Prl) dan Hormon Gonadotropin (GH), yang memainkan peran penting dalam perkembangan kelenjar susu, laktogenesis, dan galaktopoiesis.

Selain itu, stres akibat rasa sakit selama proses pemeliharaan merupakan paparan stres yang dapat diklasifikasikan sebagai paparan stres kronik. Stres kronik merupakan stres yang berkepanjangan atau berjalan bertahun-tahun sehingga beberapa individu sudah mengalami adaptasi bahkan tidak merasakan seperti gejala-gejala stress pada umumnya. Stres kronik maupun akut dapat ditandai dengan adanya peningkatan kadar hormon kortisol. Meningkatnya hormon kortisol dapat menjadi indikator aspek kesejahteraan hewan. Produksi hormon kortisol dipengaruhi oleh aktivitas aksis dari hipofisis adrenal dan kadar hormone kortisol dapat meningkat pada pagi hari dan mengalami penurunan pada siang sampai sore hari. Hormon kortisol dapat meningkat dalam kondisi stres, hal tersebut diawali adanya rangsangan menuju hypothalamus, kemudian hyptalamus mensekresikan faktor pelepas corticotropin (CRF) yang merangsang hipofisis untuk mengeluarkan ACTH, dengan adanya peningkatan ACTH maka sekresi kortisol dari korteks adrenal menjadi meningkat. Konsentrasi hormon kortisol akan mencapai puncak pada 15-20 menit setelah hewan mengalami stres dan akan kembali setelah satu jam setelah hewan diistirahatkan.

Penulis : Prima Ayu Wibawati

Sumber: Radhitama KDA, Rahmaniar RP, and Wibawati PA. (2022) The Effect of Handling Cows with Local Nose Rope (Telusuk) or Halter Rope on Milk Yield by studying Cortisol Levels, Indian Vet. J., 99(11): 33–36.

Link Jurnal: https://ivj.org.in/journal-article-viewer/ec2d1f90-fd67-47d1-a3b5-d0d67098d388/