Sejarah Perkembangan Seni Kaligrafi

15 Apr

ImagePerkembangan seni tulis indah Arab tak pernah lepas dari peranan Al-Qur’an. Keperluan untuk pendokumentasian dan pelestarian al-Qur’an memunculkan ide serta gagasan untuk memperbaharui tulisan dan memperindah al-Quran sehingga menjadi lebih pantas sebagai representasi wahyu Ilahi. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril. Beliau menerima wahyu tersebut untuk beliau sebar luaskan sampai beliau wafat pada tahun 632 M. Setelahnya wahyu tidak turun lagi, meskipun demikian penyebarannya dari mukmin satu ke mukmin yang lain tetap berlanjut, yaitu secara lisan yang dilakukan oleh para Huffaz (mereka yang hafal al-Qur’an dan dapat membaca dalam hati).

Pada tahun 633, sejumlah huffaz ini terbunuh dalam peperangan yang pecah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Hal tersebut membuat para pemimpin umat islam merasa khawatir akan kelestarian Al-Quran, diantara tokoh yang paling khawatir tersebut salah satunya adalah Umar bin Khatab. Umar mendesak Khalifah pertama, Abu Bakar, supaya membuat dokumentasi tertulis terhadap al-Qur’an. Menanggapi hal tersebut, diperintahkanlah juru tulis Nabi, Zayd bin Thabit, untuk menyusun dan mengumpulkan wahyu al-quran tersebut ke dalam sebuah kitab, yang kemudian ditetapkan  dan di sempurnakan  oleh Khalifah ketiga, Usman bin Afan, pada tahun 651. Al-Quran yang telah tersusun tersebut kemudian disalin ke dalam empat atau lima edisi yang serupa dan dikirim ke wilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah kitab Al Quran yang baku.

Pendokumentasian al-Quran tersebutlah yang menjadi cikal bakal berkembangnya seni kaligrafi. Setelah Ayat-ayat al-Quran banyak terdokumentasi, orang-orang mulai berkreasi membuat tulisan indah dengan memakai gaya-gaya tertentu.

 Pada awalnya, kaligrafi Islam banyak ditulis di atas kulit ataupun media daun lontar. Baru setelah ditemukannya kertas di Cina pada pertengahan abad 9 M, mulailah terbentuk tren untuk memindahkan media kaligrafi konvensional tersebut ke kertas yang selain harganya relatif lebih murah, persediaannya juga cukup melimpah. Kertas juga mudah dipotong dan dari sisi teknik pewarnaan lebih mudah daripada bahan-bahan yang dipakai sebelumnya.

Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan. Bahkan, kaligrafi juga menjadi penanda masuknya Islam ke Indonesia. Khat Jawi atau tulisan Jawi Arab adalah nama baru yang diletakkan kepada tulisan atau huruf Arab yang ditulis di Kepulauan Melayu. Nama Jawi sendiri diambil dari kata Jawa, yang menandakan awal mula bertapaknya khat Arab di Indonesia yaitu di Kepulauan Jawa. Oleh karenanya sangat wajar apabila disebut dengan nama Jawi kerana ia dinisbahkan kapada Jawa. Khat Jawi memainkan peranan penting dalam memartabatkan masyarakat Nusantara. Ini bermakna masyarakat Nusantara tidak mempunyai khat apa-apa sebelum khat Arab atau khat Jawi. Maka tidak mustahil kalau dikatakan tanpa tulisan Jawi, masyarakat Nusantara masih berada di tahap kejahilan. Tanpa penulisan mereka tidak dapat mempelajari sesuatu ilmu kerana setiap ilmu perlu ditulis terlebih dahulu sebelum ia dihafaz. Sesudah kemasukan Khat Arab maka satu revolusi berlaku, diantaranya ialah masyarakat Nusantara mula mempelajari huruf-huruf tersebut. Pengenalan tersebut memberi satu kekuatan baru kepada mereka untuk mempelajari al Quran dan hukum-hukum yang berkaitan dengan agama Islam.

Untuk mengetahui Jenis-Jenis khat kaligrafi KLIK DISINI.

Untuk mendapatkan produk-produk kaligrafi ukir kayu dan kuningan khas Jepara yang bernilai seni dan berkualitas tinggi, KLIK DISINI.

Berbagai Gaya Penulisan Kaligrafi

10 Apr

Image

Seni kaligrafi disebut juga sebagai seni menulis indah. Kaligrafi merupakan bentuk seni yang diciptakan dan dikembangkan oleh kaum Muslim dengan banyak mengambil Al quran sebagai obyeknya. Dibandingkan dengan seni Islam yang lain, seni kaligrafi menduduki posisi yang paling tinggi sekaligus merupakan ekspresi semangat Islam yang sangat khas. Oleh karena itu, kaligrafi sering disebut sebagai ‘seni Islam’ (the art of Islamic).

Dari segi etimologi, kata kaligrafi sendiri berasal dari bahasa Yunani (Kalios: indah dan graphia: tulisan). Sedangkan dalam bahasa Arab, kaligrafi diistilahkan sebagai khatt (tulisan atau garis) yang merujuk pada tulisan yang indah (al-kitabah al-jamilah atau al-khatt al-jamil).

Akar kaligrafi Arab sebenarnya adalah tulisan hieroglif Mesir, yang kemudian terpecah menjadi “khatt Feniqi” (Fenisia), Arami (Aram), dan Musnad (kitab yang memuat segala macam hadits). Menurut al-Maqrizi, seorang ahli sejarah abad ke-4, tulisan kaligrafi Arab pertama kali dikembangkan oleh masyarakat Himyar (suku yang mendiami Semenanjung Arab bagian barat daya sekitar 115-525 SM). Musnad merupakan kaligrafi Arab kuno yang mula-mula berkembang dari sekian banyak jenis khatt yang dipakai oleh masyarakat Himyar. Dari tulisan tua Musnad yang berkembang di Yaman, lahirlah khatt Kufi.

Sebagai sebuah seni tulis yang bernilai seni tinggi, kaligrafi memiliki aturan dan teknik khusus dalam teknik penulisannya. Lebih lanjut, terdapat pula aturan-aturan terhadap pemilihan warna, bahan tulisan, medium, hingga jenis pena. Secara teknis, kaligrafi juga sangat bergantung pada prinsip geometri dan aturan tentang keseimbangan. Aturan keseimbangan ini secara fundamental didukung oleh huruf alif dan titik yang menjadi penanda dan pembeda bagi beberapa huruf Arab. Meski dalam perkembangannya muncul ratusan gaya penulisan kaligrafi, tidak semua gaya tersebut bertahan hingga saat ini. Setidaknya ada sembilan gaya penulisan kaligrafi yang populer yang dikenal oleh para pecinta seni kaligrafi.

1. Kufi

Jenis Kaligrafi Kufi Gaya penulisan kaligrafi ini banyak digunakan untuk penyalinan Alquran periode awal. Karena itu, gaya Kufi ini adalah model penulisan paling tua di antara semua gaya kaligrafi. Gaya ini pertama kali berkembang di Kota Kufah, Irak, yang merupakan salah satu kota terpenting dalam sejarah peradaban Islam sejak abad ke-7 M. Gaya penulisan kaligrafi yang diperkenalkan oleh Bapak Kaligrafi Arab, Ibnu Muqlah, memiliki karakter huruf yang sangat kaku, patah-patah, dan sangat formal. Gaya ini kemudian berkembang menjadi lebih ornamental dan sering dipadu dengan ornamen floral

2. Tsuluts

Gaya Kaligrafi Tsuluts Seperti halnya gaya Kufi, kaligrafi gaya Tsuluts diperkenalkan oleh Ibnu Muqlah yang merupakan seorang menteri (wazii) di masa Kekhalifahan Abbasiyah. Tulisan kaligrafi gaya Tsuluts sangat ornamental, dengan banyak hiasan tambahan dan mudah dibentuk dalam komposisi tertentu untuk memenuhi ruang tulisan yang tersedia. Karya kaligrafi yang menggunakan gaya Tsuluts bisa ditulis dalam bentuk kurva, dengan kepala meruncing dan terkadang ditulis dengan gaya sambung dan interseksi yang kuat. Karena keindahan dan keluwesannya ini, gaya Tsuluts banyak digunakan sebagai ornamen arsitektur masjid, sampul buku, dan dekorasi interior.

3. Naskhi

Gaya Kaligfari Naskhi Kaligrafi gaya Naskhi paling sering dipakai umat Islam, baik untuk menulis naskah keagamaan maupun tulisan sehari-hari. Gaya Naskhi termasuk gaya penulisan kaligrafi tertua. Sejak kaidah penulisannya dirumuskan secara sistematis oleh Ibnu Muqlah pada abad ke-10, gaya kaligrafi ini sangat populer digunakan untuk menulis mushaf Alquran sampai sekarang. Karakter hurufnya sederhana, nyaris tanpa hiasan tambahan, sehingga mudah ditulis dan dibaca.

4. Riq’ah

Gaya Kaligfrafi Riq'ah Kaligrafi gaya Riq’ah merupakan hasil pengembangan kaligrafi gaya Naskhi dan Tsuluts. Sebagaimana halnya dengan tulisan gaya Naskhi yang dipakai dalam tulisan sehari-hari. Riq’ah dikembangkan oleh kaligrafer Daulah Usmaniyah, lazim pula digunakan untuk tulisan tangan biasa atau untuk kepentingan praktis lainnya. Karakter hurufnya sangat sederhana, tanpa harakat, sehingga memungkinkan untuk ditulis cepat.

5. Ijazah (Raihani)

Gaya Kaligrafi Raihani Tulisan kaligrafi gaya Ijazah (Raihani) merupakan perpaduan antara gaya Tsuluts dan Naskhi, yang dikembangkan oleh para kaligrafer Daulah Usmani. Gaya ini lazim digunakan untuk penulisan ijazah dari seorang guru kaligrafi kepada muridnya. Karakter hurufnya seperti Tsuluts, tetapi lebih sederhana, sedikit hiasan tambahan, dan tidak lazim ditulis secara bertumpuk (murakkab).

6. Diwani

Gaya Kaligrafi Diwani Gaya kaligrafi Diwani dikembangkan oleh kaligrafer Ibrahim Munif. Kemudian, disempurnakan oleh Syaikh Hamdullah dan kaligrafer Daulah Usmani di Turki akhir abad ke-15 dan awal abad ke-16. Gaya ini digunakan untuk menulis kepala surat resmi kerajaan. Karakter gaya ini bulat dan tidak berharakat. Keindahan tulisannya bergantung pada permainan garisnya yang kadang-kadang pada huruf tertentu meninggi atau menurun, jauh melebihi patokan garis horizontalnya. Model kaligrafi Diwani banyak digunakan untuk ornamen arsitektur dan sampul buku.

7. Diwani Jali

Gaya Kaligrafi Diwani Jali Kaligrafi gaya Diwani Jali merupakan pengembangan gaya Diwani. Gaya penulisan kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hafiz Usman, seorang kaligrafer terkemuka Daulah Usmani di Turki. Anatomi huruf Diwani Jali pada dasarnya mirip Diwani, namun jauh lebih ornamental, padat, dan terkadang bertumpuk-tumpuk. Berbeda dengan Diwani yang tidak berharakat, Diwani Jali sebaliknya sangat melimpah. Harakat yang melimpah ini lebih ditujukan untuk keperluan dekoratif dan tidak seluruhnya berfungsi sebagai tanda baca. Karenanya, gaya ini sulit dibaca secara selintas. Biasanya, model ini digunakan untuk aplikasi yang tidak fungsional, seperti dekorasi interior masjid atau benda hias.

8. Farisi

Gaya Kaligrafi Farisis Seperti tampak dari namanya, kaligrafi gaya Farisi dikembangkan oleh orang Persia dan menjadi huruf resmi bangsa ini sejak masa Dinasti Safawi sampai sekarang. Kaligrafi Farisi sangat mengutamakan unsur garis, ditulis tanpa harakat, dan kepiawaian penulisnya ditentukan oleh kelincahannya mempermainkan tebal-tipis huruf dalam ‘takaran’ yang tepat. Gaya ini banyak digunakan sebagai dekorasi eksterior masjid di Iran, yang biasanya dipadu dengan warna-warni arabes.

9. Moalla

Gaya Kaligrafi Moalla

Walaupun belum cukup terkenal, gaya kaligrafi Moalla merupakan gaya yang tidak standar, dan tidak masuk dalam buku panduan kaligrafi yang umum beredar. Meski tidak begitu terkenal, kaligrafi ini masih masuk dalam daftar jenis-jenis kaligrafi dalam wikipedia Arab, tergolong bagian kaligrafi jenis yang berkembang di Iran. Kaligrafi ini diperkenalkan oleh Hamid Ajami, seorang kaligrafer kelahiran Teheran.