Perkembangan seni tulis indah Arab tak pernah lepas dari peranan Al-Qur’an. Keperluan untuk pendokumentasian dan pelestarian al-Qur’an memunculkan ide serta gagasan untuk memperbaharui tulisan dan memperindah al-Quran sehingga menjadi lebih pantas sebagai representasi wahyu Ilahi. Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad dalam bahasa Arab dengan perantaraan Malaikat Jibril. Beliau menerima wahyu tersebut untuk beliau sebar luaskan sampai beliau wafat pada tahun 632 M. Setelahnya wahyu tidak turun lagi, meskipun demikian penyebarannya dari mukmin satu ke mukmin yang lain tetap berlanjut, yaitu secara lisan yang dilakukan oleh para Huffaz (mereka yang hafal al-Qur’an dan dapat membaca dalam hati).
Pada tahun 633, sejumlah huffaz ini terbunuh dalam peperangan yang pecah setelah wafatnya Nabi Muhammad. Hal tersebut membuat para pemimpin umat islam merasa khawatir akan kelestarian Al-Quran, diantara tokoh yang paling khawatir tersebut salah satunya adalah Umar bin Khatab. Umar mendesak Khalifah pertama, Abu Bakar, supaya membuat dokumentasi tertulis terhadap al-Qur’an. Menanggapi hal tersebut, diperintahkanlah juru tulis Nabi, Zayd bin Thabit, untuk menyusun dan mengumpulkan wahyu al-quran tersebut ke dalam sebuah kitab, yang kemudian ditetapkan dan di sempurnakan oleh Khalifah ketiga, Usman bin Afan, pada tahun 651. Al-Quran yang telah tersusun tersebut kemudian disalin ke dalam empat atau lima edisi yang serupa dan dikirim ke wilayah-wilayah Islam yang penting untuk digunakan sebagai naskah kitab Al Quran yang baku.
Pendokumentasian al-Quran tersebutlah yang menjadi cikal bakal berkembangnya seni kaligrafi. Setelah Ayat-ayat al-Quran banyak terdokumentasi, orang-orang mulai berkreasi membuat tulisan indah dengan memakai gaya-gaya tertentu.
Pada awalnya, kaligrafi Islam banyak ditulis di atas kulit ataupun media daun lontar. Baru setelah ditemukannya kertas di Cina pada pertengahan abad 9 M, mulailah terbentuk tren untuk memindahkan media kaligrafi konvensional tersebut ke kertas yang selain harganya relatif lebih murah, persediaannya juga cukup melimpah. Kertas juga mudah dipotong dan dari sisi teknik pewarnaan lebih mudah daripada bahan-bahan yang dipakai sebelumnya.
Di Indonesia, kaligrafi merupakan bentuk seni budaya Islam yang pertama kali ditemukan. Bahkan, kaligrafi juga menjadi penanda masuknya Islam ke Indonesia. Khat Jawi atau tulisan Jawi Arab adalah nama baru yang diletakkan kepada tulisan atau huruf Arab yang ditulis di Kepulauan Melayu. Nama Jawi sendiri diambil dari kata Jawa, yang menandakan awal mula bertapaknya khat Arab di Indonesia yaitu di Kepulauan Jawa. Oleh karenanya sangat wajar apabila disebut dengan nama Jawi kerana ia dinisbahkan kapada Jawa. Khat Jawi memainkan peranan penting dalam memartabatkan masyarakat Nusantara. Ini bermakna masyarakat Nusantara tidak mempunyai khat apa-apa sebelum khat Arab atau khat Jawi. Maka tidak mustahil kalau dikatakan tanpa tulisan Jawi, masyarakat Nusantara masih berada di tahap kejahilan. Tanpa penulisan mereka tidak dapat mempelajari sesuatu ilmu kerana setiap ilmu perlu ditulis terlebih dahulu sebelum ia dihafaz. Sesudah kemasukan Khat Arab maka satu revolusi berlaku, diantaranya ialah masyarakat Nusantara mula mempelajari huruf-huruf tersebut. Pengenalan tersebut memberi satu kekuatan baru kepada mereka untuk mempelajari al Quran dan hukum-hukum yang berkaitan dengan agama Islam.
Untuk mengetahui Jenis-Jenis khat kaligrafi KLIK DISINI.
Untuk mendapatkan produk-produk kaligrafi ukir kayu dan kuningan khas Jepara yang bernilai seni dan berkualitas tinggi, KLIK DISINI.