Kekuatan Cinta Irfan Bachdim & Jennifer Kurniawan

 

foto-4_cropped

Mereka sepakat mengarungi suka dan duka bersama

Di lapangan hijau sepak bola, bintang Irfan Haarys Bachdim (28) bersinar. Tidak hanya karena ketampanan parasnya, tapi juga kelihaiannya menggiring bola dan mengegolkannya di kandang lawan. Tidak mengherankan, banyak wanita mengidolakan, bahkan mengejar cintanya. Namun, semua itu tidak mampu menggoyahkan Irfan yang telah melabuhkan hatinya pada wanita cantik berdarah Jerman-Indonesia, Jennifer Kurniawan (29). Kekuatan cinta mereka teruji oleh waktu. Di tengah naik-turunnya kehidupan, hati keduanya tetap terpaut.

BERTEMU DI FACEBOOK

“Sebentar ya, saya bujuk dulu anak-anak,” ujar Jennifer, yang sibuk meladeni pola tingkah kedua buah hatinya, Kiyomi (4) dan Kenji (2), di area playground sebuah hotel di kawasan Kuningan, Jakarta. Ia sama sekali tidak terlihat kewalahan. “Okay be good, Kids. Mommy would be back,” ujarnya, menitipkan mereka kepada pengasuh untuk bisa ngobrol berdua saja bersama femina.

Setelah liburan keluarga di Bali, kehadirannya di Jakarta memang untuk keperluan kerja. Absennya Irfan yang sedang sibuk latihan di klub Consadole, Sapporo, Jepang, bukan masalah besar baginya. Sebab, Jennifer mengaku sudah terbiasa mengurus dan menangani semua urusan keluarga sendirian terhitung sejak mengandung anak pertama.

“Saya baru merekrut nanny atau minta bantuan saudara untuk menjaga anak-anak, saat ada pemotretan atau wawancara seperti saat ini,” jelas wanita cantik kelahiran Stuttgart, Jerman, 6 April 1988, itu.

Mengenakan atasan dan rok warna cokelat muda, Jennifer terlihat sangat cantik dan anggun. Kedua matanya berbinar saat mengisahkan pertemuannya dengan Irfan, 7 tahun silam. “Jakarta adalah kota yang spesial, karena di sinilah kami bertatap muka untuk pertama kalinya,” ujar Jennifer, mengawali kisah percintaannya dengan sang suami. Meski telah 5 tahun lebih menikah, nostalgia seperti ini masih bisa membuatnya tersipu malu.

Perkenalan mereka berawal tak sengaja melalui akun Facebook pada tahun 2009. Irfan adalah orang pertama yang mengirim permintaan sebagai teman di akun Jennifer. Ditemui di tempat terpisah, kepada femina, Irfan mengaku langsung tertarik saat melihat profil Jennifer yang tiba-tiba muncul di kolom ‘people you may know’.

“Saya melihat foto Jennifer dan langsung tertarik. Dia cantik sekali. Tanpa pikir panjang, saya langsung mengajaknya berkenalan dan ngobrol via Facebook Message,” kata pria kelahiran Amsterdam, Belanda, 11 Agustus 1988, itu.

Mendapat permintaan pertemanan dari pria tak dikenal secara tiba-tiba sempat membuat Jennifer kaget. Maklum, selain tidak ada satu pun mutual friend yang menghubungkan mereka, keduanya tinggal di dua negara berbeda: Jennifer di Jerman dan Irfan di Belanda. Meski suka ke Indonesia untuk mengunjungi kerabat dari ayahnya yang asli Indonesia, waktu itu Jennifer memang masih tinggal di Jerman,

“Waktu Irfan mengajak ngobrol via Facebook Message, saya tanggapi biasa saja. Bagi saya, pertemanan di media sosial tak perlu serius,” kenang wanita yang kini dikenal sebagai fashion blogger ini. Sementara, di saat yang sama, Irfan masih bermain di klub sepak bola HFC Haarlem. Baru pada tahun 2010 Irfan dipanggil oleh Persatuan Sepak Bola Malang (Persema) dan bermain di sana sebagai pemain naturalisasi. Berikutnya, ia direkrut tim nasional sepak bola Indonesia untuk berlaga di kejuaraan Suzuki ASEAN Football Federation (AFF) 2010.

Selama mempersiapkan diri dengan berlatih di Jakarta inilah, Irfan punya kesempatan untuk mengajak Jennifer kopi darat. Kebetulan, di saat yang sama, Jennifer memang sedang berada di ibu kota untuk mengunjungi kerabatnya. Acara makan malam yang bersifat pertemanan itu rupanya memberi kesan mendalam di hati keduanya.

“Pertama menatap Irfan, saya merasakan love at the first sight. Ada sesuatu yang istimewa darinya,” ungkap Jennifer, tentang kesan pertama yang mendorongnya untuk mengenal Irfan lebih jauh. Ia makin merasa klik saat tahu bahwa Irfan pun sama-sama memiliki darah Indonesia dari sang ayah, dan menekuni sepak bola seperti adiknya, Kim Kurniawan.

“Saya merasa sangat nyaman ngobrol dengan Irfan. I had a different feeling for him,” ujar wanita yang pernah menekuni dunia modeling saat di Jerman ini. Rupanya, suratan takdir kian mendekatkan dua sejoli yang tengah dimabuk cinta itu. Tak lama setelah pertemuan itu, Irfan dan Kim bermain di klub yang sama: Persema, Malang. Takdir ini makin membukakan jalan bagi Irfan untuk mendekati Jennifer.

Jarak antara Indonesia-Jerman tidak menjadi penghalang bagi cinta mereka. Komunikasi intens lewat Skype membuat keduanya  makin dekat. “Semua kriteria wanita yang saya cari ada pada Jennifer. Saat itu, saya seperti telah menemukan true love,” ujar pesepak bola yang kerap dijuluki ‘David Beckham dari Indonesia’ itu.

 MEMPERJUANGKAN RESTU

Saat menjalin asmara dengan Jennifer, Irfan sedang berada di puncak popularitas. Ia diidolakan banyak orang, termasuk para wanita. Kedekatannya dengan beberapa fans wanita pun sempat menyisakan beragam rumor. Namun, hal itu tak mampu menggoyahkan hati dan cintanya kepada Jennifer.

Setelah 1,5 tahun menjalin asmara, Irfan memberanikan diri melamar kekasihnya. Saat itu ia baru saja menyelesaikan serangkaian pertandingan di kejuaraan AFF 2010,  sementara Jennifer berada di Bali untuk berlibur bersama keluarganya. Tak mau buang waktu, ia langsung terbang menyusul ke Bali untuk meminang Jennifer menjadi istrinya. “Saya kaget, tapi juga bahagia,” ungkap Jennifer, yang langsung mengiyakan lamaran.

Sayangnya, rencana bahagia mereka sempat terkendala perbedaan keyakinan. Jennifer yang berdarah Tionghoa dibesarkan di lingkungan Kristen, sedangkan Irfan yang berdarah Jawa memiliki latar belakang keluarga muslim. Hal itu pulalah yang sempat membuat keluarga Irfan di Malang, Jawa Timur, menentang keras rencana pernikahan tersebut. Maklum, selain karena perbedaan agama dan budaya, karier Irfan sebagai pesepak bola saat itu sedang bagus-bagusnya. Dari segi usia, saat itu Irfan juga masih terbilang muda, yaitu 23 tahun.

“Menikah di usia muda memang tidak ada dalam bayangan saya dulu. Namun, dengan Jennifer, saya langsung klik dan ingin menghabiskan hidup bersama dia. Maka, kami memutuskan menikah saja, walau masih sama-sama muda,” tegas Irfan, yang bisa bermain di 3 posisi sebagai penyerang, gelandang, dan pemain sayap.

Di tengah tentangan keluarga Irfan, pada 8 Juli 2011, Irfan dan Jennifer meresmikan jalinan cintanya dalam sebuah upacara privat yang digelar di Stuttgart, Jerman. Jennifer tampak sangat cantik mengenakan gaun pengantin rancangan MeiMei Bridal, Indonesia. Hanya ada keluarga, kerabat, dan sahabat dekat dari pihak Jennifer yang hadir menyaksikan hari bahagia mereka. Tak terlihat satu pun keluarga Irfan yang datang, termasuk kedua orang tuanya.

“Sebagai orang tua, kami telah membimbing Irfan sampai usianya mencapai 18 tahun. Lepas dari usia itu, Irfan sendiri yang harus bertanggung jawab,” ujar ayah Irfan, Noval Bachdim, dalam sebuah wawancara di radio Nederland,  tahun 2011.

Irfan berusaha membuktikan bahwa pilihan hidupnya tidak merintangi kemajuan kariernya di dunia persepakbolaan nasional. Apalagi di awal pernikahan, keduanya terpaksa harus tinggal berjauhan, Irfan yang saat itu masih memperkuat timnas disibukkan dengan agenda pertandingan di luar kota dan di kawasan Asia Tenggara. Jennifer yang saat itu tengah mengandung Kiyomi harus membiasakan untuk hidup mandiri, sesekali di Malang, tempat asal klub sepak bola Irfan, dan sesekali di Stuttgart.

Menggantungkan hidup sebagai pesepak bola bukan hal yang mudah. Terutama ketika dunia persepakbolaan di Indonesia mengalami keterpurukan. Saat kariernya di Persema berada di persimpangan, Irfan harus mencari cara untuk tetap bisa bertahan di dunia yang amat ia cintai itu. Beruntung ia memiliki istri yang suportif. Selama itu Jennifer tak lepas memberi sokongan semangat kepada Irfan yang mencoba peruntungan dengan bergabung bersama beberapa klub sepak bola di kawasan Asia Tenggara.

Di tengah-tengah itu semua, kemandirian Jennifer sebagai istri dan ibu kembali ditantang.  Tak lama setelah Kiyomi lahir pada 5 Februari 2012, Irfan masih harus menyelesaikan berbagai pertandingan di luar kota, terkait kontraknya dengan Persema. Setahun setelahnya, ia harus bertolak ke Thailand untuk menjalani kontrak sebagai pemain di klub Chonburi, Thailand, selama setahun.

Sebagai seorang ayah, Irfan pun menghadapi tantangan yang sama. Di tengah karier dan popularitasnya yang kian bersinar, Irfan harus rela kehilangan momen pertumbuhan Kiyomi, putri sulungnya. Sedihnya lagi, saat Irfan kembali ke Indonesia, Kiyomi yang saat itu berusia 8 bulan sempat tak mengenali ayahnya sendiri! “Kiyomi menangis kencang  tiap kali digendong Irfan. Ini membuat saya dan Irfan terpukul. Perlu waktu hingga setahun untuk membuat Kiyomi percaya bahwa Irfan adalah ayahnya,” kenang Jennifer.

Kejadian itu menyisakan pelajaran berharga bagi Irfan dan Jennifer. Tak ingin mengulangi kesalahan yang sama, Irfan berupaya memberi perhatian lebih besar kepada keluarga dan anak-anaknya. Saat dikontrak klub Ventforet Kofu, Jepang, pada tahun 2014, ia langsung memboyong istri dan anaknya tinggal bersamanya di Kofu, Jepang.  Di Jepang, putra mereka, Kenji Zizou Bachdim, lahir pada 21 Maret 2014.

Selama di Jepang, Irfan tak mau sedikit pun berjauhan dari anak-anaknya. Di sela-sela istirahat latihan, Irfan menyisihkan sebagian waktunya untuk menemani dan bermain dengan dua malaikat ciliknya itu. “Sekarang dia sudah lebih luwes mengasuh anak-anak,” ungkap Jennifer, tersenyum. Irfan juga akan dengan sigap mengambil alih tugas ibu, saat Jennifer harus pergi ke gym atau sibuk memperbarui halaman situsnya di jenniferbachdim.com. “Irfan adalah suami yang bisa diandalkan di segala situasi dan kondisi. Saya tidak pernah khawatir meninggalkan anak-anak bersamanya,” tambah Jennifer, berbinar.

Saat ini Irfan bergabung dengan klub Consadole, di Sapporo, Jepang. Di kota ini keduanya saling bahu-membahu menjalani kehidupan sebagai profesional dan orang tua, dengan tetap berusaha menjaga kehangatan cinta mereka. Hidup tanpa asisten rumah tangga justru membuat keduanya  makin tangguh.

“Keluarga tetap menjadi prioritas pertama kami. Makanya, saya memilih menjadi blogger karena aktivitas nge-blog bisa dilakukan kapan pun dan di mana pun, tanpa meninggalkan keluarga. Saya ingin menjadi ibu yang lebih baik untuk anak-anak,” pungkas Jennifer, mantap.

Teks: Rizka Azizah

Foto: Dok. Pribadi

*Tulisan ini dimuat di Femina No. 37/2016

Leave a comment