Rabu, 15 Mei 2024

Melangkah Maju dengan Biogas: Inovasi Energi Terbarukan untuk Masa Depan

- Rabu, 13 Desember 2023 | 12:04 WIB

Oleh: Rahmi Awalina, S.TP., MP, Dosen TPB- Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Andalas

Mayoritas penduduk Indonesia masih bergantung pada sektor pertanian dan peternakan sebagai motor utama perekonomian. Sayangnya, produk-produk dari sektor ini sering menghasilkan limbah yang diabaikan, bahkan dianggap sebagai sampah yang tak bernilai.

Secara umum, limbah ini sering hanya dimanfaatkan sebagai pupuk kandang, padahal bisa diubah menjadi sumber energi alternatif, seperti biomassa. Biomassa sendiri berasal dari bahan organik, yang bila dimanfaatkan untuk menghasilkan energi disebut sebagai bioenergi, di antaranya adalah biogas.

Salah satu cara pemanfaatan limbah peternakan adalah dengan mengubahnya menjadi bahan bakar melalui teknologi biogas. Teknologi ini memberikan kesempatan bagi masyarakat pedesaan yang memiliki usaha peternakan, baik secara individu maupun dalam kelompok, untuk memenuhi kebutuhan energi mereka sendiri.

Walaupun bukan teknologi baru, pemanfaatan teknologi biogas sudah umum digunakan oleh petani peternak di berbagai negara seperti India, Cina, dan bahkan Denmark. Di Indonesia, teknologi biogas yang sederhana berfokus pada aplikasi skala kecil hingga menengah, cocok untuk masyarakat petani dengan sapi sebanyak 2 hingga 20 ekor.

Penerapan teknologi biogas di daerah dengan kegiatan peternakan memiliki potensi ekonomis yang besar, terutama jika didesain dengan baik secara teknis dan operasional. Desain teknis mencakup pembuatan biodigester, jaringan penyaluran gas, dan penampungan gas.

Sementara itu, desain operasional melibatkan keterampilan operator dalam menjaga fasilitas biogas dan memastikan pasokan bahan baku biogas tersedia setiap hari.

Potensi biogas di Indonesia sangat besar mengingat peternakan adalah bagian penting dari kehidupan masyarakat pertanian. Hampir semua petani memiliki ternak seperti sapi, kambing, dan ayam. Ternak sapi, khususnya, menghasilkan limbah kotoran yang signifikan di antara ternak lainnya.

TENTANG BIOGAS DAN BIODIGESTER

Apa yang dimaksud dengan biogas? Biogas merupakan kombinasi gas yang terdiri dari metana (CH4), karbondioksida (CO2), dan gas lainnya yang dihasilkan dari proses pemecahan material organik seperti kotoran hewan, kotoran manusia, dan tumbuhan oleh bakteri pengurai metanogen dalam suatu alat yang disebut biodigester. Untuk menghasilkan biogas, diperlukan alat pengolah yang disebut biodigester. Proses pemecahan material organik ini terjadi tanpa adanya oksigen, yang disebut sebagai proses anaerob.

Biogas akan mulai terbentuk sekitar hari ke-4 hingga ke-5 setelah biodigester terisi penuh, mencapai puncaknya sekitar hari ke-20 hingga ke-25. Komposisi biogas yang dihasilkan oleh biodigester umumnya terdiri dari 50 hingga 70% metana (CH4), 30 hingga 40% karbondioksida (CO2), dan sejumlah kecil gas lainnya.

Bakteri methanogen, yang bertanggung jawab atas proses ini, dapat ditemukan secara alami dari berbagai sumber seperti air bersih, endapan air laut, kotoran hewan seperti sapi, kambing, lumpur kotoran yang terurai secara anaerobik, atau bahkan dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA).

Selama beberapa tahun terakhir, masyarakat pedesaan di seluruh dunia telah menggunakan biodigester untuk mengubah limbah pertanian dan peternakan menjadi bahan bakar gas. Umumnya, biodigester digunakan dalam skala rumah tangga, meskipun ada kemungkinan untuk memperluas penggunaannya dalam skala yang lebih besar, seperti dalam lingkungan komunitas. Biodigester relatif mudah dibuat dan dioperasikan.

Terdapat beberapa keuntungan yang dapat diperoleh oleh rumah tangga maupun komunitas dengan menggunakan biodigester, antara lain:

• Mengurangi ketergantungan pada bahan bakar lainnya seperti minyak tanah, kayu, dan sebagainya.
• Menghasilkan pupuk organik berkualitas tinggi sebagai produk sampingan.
• Menjadi metode yang baik dalam pengelolaan sampah, yang membantu mengurangi pencemaran lingkungan, terutama dalam sungai atau aliran air.
• Meningkatkan kualitas udara dengan mengurangi jumlah asap dan karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar seperti minyak atau kayu.
• Secara ekonomis, relatif murah dalam instalasi dan memiliki manfaat investasi jangka panjang yang menguntungkan.

BAGAIMANA MEMBUAT BIODIGESTER YANG OPTIMAL

Membuat biodigester bisa jadi sederhana namun juga bisa jadi rumit. Sederhana karena desainnya yang sangat sederhana, namun rumit karena tidak semua desain biodigester dapat menghasilkan biogas sesuai yang diharapkan. Kunci utama dalam pembuatan biodigester adalah perencanaan yang teliti.

Dalam proses pembangunan biodigester, terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan, di antaranya:
Faktor lingkungan abiotis - Biodigester harus tetap terisolasi dari kondisi abiotis (tanpa kontak langsung dengan oksigen/O2). Kehadiran udara (O2) ke dalam biodigester dapat mengakibatkan penurunan produksi metana, karena bakteri memerlukan kondisi yang sepenuhnya anaerobik untuk berkembang.

Temperatur – Secara umum, ada 3 rentang temperatur yang disenangi oleh bakteri, yaitu:
1. Psicrophilic (suhu 4 – 20 C) -biasanya untuk negara-negara subtropics atau beriklim dingin
2. Mesophilic (suhu 20 – 40 C)
3. Thermophilic (suhu 40 – 60 C) – hanya untuk men-digesti material, bukan untuk menghasilkan biogas

Untuk negara tropis seperti Indonesia, digunakan unheated digester (digester tanpa pemanasan) untuk kondisi temperatur tanah 20 – 30 C. Derajat keasaman (pH) – Bakteri berkembang dengan baik pada keadaan yang agak asam (pH antara 6,6 – 7,0) dan pH tidak boleh di bawah 6,2. Karena itu, kunci utama dalam kesuksesan operasional biodigester adalah dengan menjaga agar temperatur konstan (tetap) dan input material sesuai.

Rasio C/N bahan isian – Syarat ideal untuk proses digesti adalah C/N = 25 – 30. Karena itu, untuk mendapatkan produksi biogas yang tinggi, maka penambangan bahan yang mengandung karbon (C) seperti jerami, atau N (misalnya: urea) perlu dilakukan untuk mencapai rasio C/N = 25 – 30.

Bakteri fermentasi memerlukan sejumlah bahan nutrisi khusus dan sedikit unsur logam untuk melanjutkan prosesnya. Kekurangan salah satu nutrisi atau unsur logam yang diperlukan dapat menghambat produksi metana. Nutrisi yang dibutuhkan termasuk ammonia (NH3) sebagai sumber Nitrogen, serta nikel (Ni), tembaga (Cu), dan besi (Fe) dalam jumlah kecil. Selain itu, fosfor dalam bentuk fosfat (PO4), magnesium (Mg), dan seng (Zn) dalam jumlah yang sedikit juga merupakan bagian dari kebutuhan nutrisi tersebut.
Di tengah meningkatnya harga minyak mentah dan bahan bakar minyak, biogas muncul sebagai opsi alternatif untuk menggantikan kebutuhan sehari-hari akan bahan bakar minyak. Sebagai salah satu bentuk energi terbarukan, biogas tersedia dalam jumlah yang cukup dan sangat mudah dimanfaatkan karena dekat dengan manusia.

Semoga informasi ini memberikan manfaat besar dalam mendukung kemandirian energi masyarakat dan memastikan ketersediaan energi yang terjangkau secara ekonomis.(***)

Editor: Hendra Efison

Tags

Terkini

Lembah Anai Terpapar Galodo

Senin, 13 Mei 2024 | 15:14 WIB

John Kenedy Azis Siap Menangkan Pilkada

Jumat, 10 Mei 2024 | 13:00 WIB

Masa Depan Sumbar

Rabu, 8 Mei 2024 | 13:33 WIB

Turki: Counter Inflasi Erdogan

Selasa, 7 Mei 2024 | 12:22 WIB

Jangan Tutup Tabung Oposisi

Senin, 6 Mei 2024 | 12:44 WIB

Hari Buku, Membaca, dan Kesehatan

Jumat, 3 Mei 2024 | 12:19 WIB

Politisi Senior Vs Wajah Baru

Jumat, 3 Mei 2024 | 10:06 WIB

Harapan Masyarakat kepada Nasdem

Kamis, 2 Mei 2024 | 12:16 WIB

Masa Depan Sepakbola Indonesia

Kamis, 2 Mei 2024 | 12:10 WIB

Post Election Syndrom

Selasa, 30 April 2024 | 14:27 WIB

Saatnya Sumbar Tinggalkan Sektor Pertanian (?)

Senin, 29 April 2024 | 13:45 WIB

Mahyeldi, Epyardi, Fadly dan Ganefri

Jumat, 26 April 2024 | 12:47 WIB

Pengarusutamaan Kebudayaan

Kamis, 25 April 2024 | 14:18 WIB

Ballarat, Tarakan dan Sawahlunto

Rabu, 24 April 2024 | 14:08 WIB

NasDem, Perubahan dan Sumbar Maju

Selasa, 23 April 2024 | 13:54 WIB

Ismail Haniya dan Idul Fitri di Palestina

Jumat, 19 April 2024 | 09:16 WIB

Meneguhkan Legasi Mahkamah Konstitusi

Kamis, 18 April 2024 | 10:54 WIB
X