Keputusan yang mengejutkan umat muslim itu didasari hasil referendum yang diajukan Partai Rakyat Swiss selama 10 hari dan berakhir kemarin. Hasilnya, 57,5 persen warga menyatakan dukungan untuk melarang pembangunan menara masjid.
Surat kabar Swiss, Le Temps menyebut larangan tersebut sebagai "tanda brutal permusuhan" terhadap muslim yang ditimbulkan oleh ketakutan, fantasi dan ketidakpedulian.
Menteri Kehakiman Siwss Eveline Widmer-Schlumpf menegaskan, hasil referendum tersebut bukan penolakan atas komunitas, agama dan budaya muslim namun itu menggambarkan ketakutan di kalangan penduduk.
Diakui Widmer-Schlumpf, hasil referendum tersebut tak dapat disangkal merupakan refleksi ketakutan dan ketidakpastian yang ada di kalangan penduduk.
Di luar Swiss, kritikan pun mengalir deras. "Saya sedikit kaget dengan keputusan ini," kata Menteri Luar Negeri Prancis Bernard Kouchner dalam wawancara dengan radio RTL. Dia menyebut keputusan itu "ungkapan intoleransi."
Referendum yang dikeluarkan partai berpaham nasionalis di Swiss ini menyatakan menara masjid merupakan simbol kekuatan politik kaum muslim dan itu dikhawatirkan bisa membuat Swiss berubah menjadi negara muslim. Jajak pendapat usulan melarang menara masjid yang diusung partai terbesar di Swiss ini melibatkan 2,67 juta orang dan hanya empat kanton (negara bagian) dari 26 kanton yang menentang jajak pendapat itu.
"Menara masjid itu simbol kekuatan politik yang lebih kuat jika dibandingkan dengan keharusan berjilbab, keharusan menikah, dan menyunat genital anak perempuan," kata Partai Rakyat Swiss dalam referendumnya.
Pertumbuhan umat muslim di Eropa kian pesat dalam beberapa tahun terakhir ini hingga memaksa beberapa negara merubah hukum dan peraturannya. Di Prancis, ada larangan memakai baju kerudung (burga) bagi wanita muslim. Di beberapa negara bagian Jerman ada larangan bagi para guru muslim mengenakan jilbab saat mengajar.
(ita/iy)