Irigasi Tetas, Solusi Pengairan Sawah Antikekeringan Saat Kemarau

Irigasi Tetas, Solusi Pengairan Sawah Antikekeringan Saat Kemarau

Dian Firmansyah - detikNews
Kamis, 03 Okt 2019 19:10 WIB
Irigasi tetes bisa menjadi solusi petani untuk tetap panen saat kemarau panjang. (Dian Firmansyah/detikcom)
Subang - Air merupakan salah satu kebutuhan primer untuk pertanian. Tanpa air, semua tumbuhan akan terhambat pertumbuhannya, bahkan mati akibat kekeringan. Balai Besar Tanaman Padi menggelar workshop tentang bagaimana meningkatkan produksi padi dengan kondisi air yang terbatas.

Tenaga Ahli Menteri Pertanian yang juga anggota Tim Pakar Upsus Farid Bahar mengatakan mayoritas petani di Indonesia terlalu boros menggunakan air untuk area persawahan mereka. Padahal, dengan menggunakan air secara hemat pun, petani akan tetap dapat bercocok tanam.

"Petani kita itu boros menggunakan air. Mereka beranggapan, dengan meredam, tanaman padi akan menekan tumbuhnya gulma. Padahal gulma itu bisa dikendalikan. Jadi sedikit air kalau gulma bisa dikendalikan itu sama saja menghemat air," ujar Farid setelah membuka workshop di Balai Besar Penelitian Tanaman Padi di Kabupaten Subang, Kamis (3/10/2019).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT


Farid menjelaskan salah satu cara bertani dengan air terbatas dapat dilakukan meski tengah dilanda musim kemarau, yakni irigasi tetes. Irigasi tetes merupakan sistem penyaluran air yang paling efisien bagi tanaman. Menyiram dan memupuk pun jadi lebih mudah dan tepat sasaran. Dengan irigasi tetes, air tidak banyak terbuang dan tanaman mendapat air secukupnya.

Jalur air menggunakan pipa plastik maupun besi, yang ditanam di sekitar sawah. Setiap petakan sawah terdapat keran air untuk mengatur penyaluran air. Air pun dapat didorong dari sumber air yang sudah disiapkan salah satunya dengan tampungan air.

"Ketika musim hujan, air kita melimpah, namun kita buang dengan mempercepat aliran air ke laut. Namun kalau kita kelola air itu dengan membuat embung atau semacam tempat air dengan panjang 1 km, lebar 4-5 meter dan kedalaman 4-5 meter itu akan menjadi tabungan air," katanya.

Dengan adanya tampungan air tersebut, para petani dapat memanfaatkannya meski kemarau.


Sementara itu, menurut Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Priatna Sasmita, temu teknologi padi ini menjadi ajang untuk mentransfer teknologi yang sudah dihasilkan Balai Besar kepada para petani, mahasiswa, dan sejumlah pihak terkait.

Adapun yang harus dilakukan para petani adalah mengidentifikasi potensi ketersediaan sumber daya air, analisis dan desain, eksploitasi potensi sumber daya air, dan implementasi teknologi berdasarkan agro ekosistem.

"Setiap wilayah kan beda-beda, jenis tanamannya pun beda-beda. Jadi harus dilakukan penelitian terlebih dahulu sebelum menerapkan teknologi pertaniannya," ujar Priatna. (tro/tro)