Step by Step ala PT PAL Membangun Kompetensi Kapal Perang

Senin, 04 September 2023 - 19:57 WIB
loading...
Step by Step ala PT PAL Membangun Kompetensi Kapal Perang
Ilustrasi: Masyudi/SINDOnews
A A A
AGUSTUS kemarin menjadi bulan bersejarah bagi PT PAL Indonesia (Persero). Untuk kali pertama perusahaan berbasis di Surabaya itu menggarap kapal perang real fregat. Seremoni keel laying yang menandai dimulainya produksi Fregat Merah Putih yang memiliki panjang 140 meter dan bobot 5.996 ton itu menjadi milestone bagi PT PAL memasuki babak baru dan mengindikasikan kepercayaan diri menerima tantangan lebih besar.

baca juga: Target Ekspor Kapal Selam 100% Lokal di 2045, PT PAL Harus Lewati Dulu 4 Fase

PT PAL menganggap kepercayaan yang diberikan untuk membangun dua unit kapal fregat sebagai wujud komitmen pemerintah melalui Kementerian Pertahanan (Kemenhan) memajukan dan meningkatkan kapasitas dan kapabilitas industri pertahanan (inhan) dalam negeri. Kebijakan itu juga dianggap sebagai langkah nyata menggapai teknologi pertahanan dan kemandirian inhan agar bisa meminimalisir ketergantungan ekspor.

Berbeda dengan proyek kapal korvet Sigma pada 2005 yang terlebih dibangun di galangan kapal Damen Schelde Naval Shipbuilding (DSNS) Belanda-kemudian lazim dikenal sebagai kelas Diponegoro, konstruksi Fregat Merah Putih sejak awal sepenuhnya dibangun di Tanah Air. Indonesia hanya membeli desain kapal dari Babcock International dan selanjutnya pembangunan dilakukan PT PAL dengan asistensi perusahaan asal Inggris tersebut. Fregat jenis general purpose tersebut secara desain dikembangkan dari fregat Arrowhead Inggris 140 atau Fregat Iver Huitfeldt Denmark.

Yang menarik, bersamaan dengan pengerjaaan proyek besar, PT PAL juga memulai pengerjaan proyek lain yang tak kalah prestius, yakni dua kapal strategic sea vessel (SSV) untuk Filipina. Pembangunan kapal berukuran 124 meter itu merupakan pesanan kali kedua setelah sebelumnya Negeri Pinoi itu mengakuisisi dua kapal sejenis yang merupakan pengembangan KRI Makassar, yang kemudian disebut Tarlac kelas.

Selain menunjukkan kompetensi PT PAL menggarap kapal besar dan canggih serta menguatnya kepercayaan pemerintah Indonesia dan Filipina, pengerjaaan dua kapal berukuran besar yang hampir bersamaan tersebut bisa menjadi parameter besarnya kapasitas produksi yang dimiliki. Kapasitas PT PAL yang demikian tentu tidak pernah dibayangkan sebelumnya. Apalagi yang digarap pada kapal perang yang sarat dengan teknologi.

Bagaimana PT PAL bisa menapak pada level ini? Prestasi tersebut jelas tidak datang seketika. Perusahaan yang terlahir di era penjajahan Belanda 1939 dengan nama Marine Establisment (ME) dan di jaman penjajahan Jepang berganti nama menjadi Kaigun SE 2124 itu harus melalui learning process panjang dan berliku.

baca juga: Menhan Prabowo Berkomitmen Hapus Budaya Korupsi di Industri Pertahanan

Sebagai bagian industri strategis kebanggaan Indonesia, tentu PT PAL diharapkan akan semakin maju dan bisa menggarap proyek lain yang lebih prestisius seperti kapal selam, kapal destroyer, helikopter (landing helicopter deck/LHD), hingga destroyer.

Melihat capaian yang telah disuguhkan, PT PAL bisa melompat lebih lagi menunjukkan sumbangsih dan prestasi untuk bangsa, terutama mendukung terwujudnya kemandirian alutsista untuk matra laut. Bahkan, mewujudkan diri sebagai perusahaan kelas global yang mampu membuat kapal perang untuk memenuhi kebutuhan internasional. Mampukah PT PAL meraihnya?

Posisi Strategis

Saat melakukan kunjungan kerja dan Rapat Terbatas Kebijakan Pengembangan Alutsista Dalam Negeri di markas PT PAL di Surabaya pada awal 2020, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan apresiasi atas kinerja PT PAL. Presiden juga kembali mengamanatkan perseroan bisa mewujudkan kemandirian alutsista. Untuk tujuan itulah, inhan domestik-termasuk PT PAL, harus menjadi prioritas.

Mantan wali kota Solo itu bahkan memberi ancang-ancang akan semakin banyaknya pesananan untuk PT PAL dalam 15 tahun ke depan sebagai konsistensi membesarkan inhan nasional demi kemandirian alutsista. Bagi negara maritim seperti Indonesia, keberadaan perusahaan perkapalan seperti PT PAL sangatlah strategis. Apalagi kepemimpinan Presiden Jokowi menancapkan visi menjadi Poros Maritim Dunia, yang di antaranya mensyaratkan urgensi membangun kekuatan pertahanan maritim yang memiliki detterence effect.

Selaras dengan realitas geopolitik dan visi Indonesia, PT PAL menempati posisi terpenting untuk memastikan kapasitas negara membangun kemandirian alutsista matra laut, seperti membuat kapal perang dan kapal selam. Namun, untuk mencapai tujuan tersebut tidaklah mudah. PT PAL harus bekerja keras membuktikan diri mampu menjadi center of exellence industri maritim nasional.

Momentum perusahaan yang memiliki kepanjangan Penataran Angkatan Laut tersebut mendapat ruang lebih lebar untuk berkontribusi dengan lahirnya UU No 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan. Lewat undang-undang tersebut, PT PAL secara profesional mengemban amanat agar berperan aktif dalam mendukung pemenuhan kebutuhan alutsista matra laut serta menjadi pemandu utama (lead integrator) industri matra laut.

baca juga: Jabat Menhan, Prabowo Sukses Naikkan Kontrak BUMN Industri Pertahanan hingga 800 Persen

Seperti dipaparkan dalam profil PT PAL, dengan posisi sebagai lead integrator, perseroan juga dituntut terus meningkatkan kompetensi dan kapasitasnya agar bisa berperan dalam driving synergy to global maritime access, hingga membawa industri maritim Indonesia bisa ambil bagian pada pasar maritim global. Di bawah kepemimpinan Kaharuddin Djenod, pada akhir 2021 lalu PT PAL meluncurkan konsep Industri Maritim 4.0 agar bisa bertransformasi dan menerima tantangan baru ke depan dengan level lebih tinggi.

Menurut Kaharuddin Djenod, transformasi industri maritim 4.0 didukung software project management dan enterprise resource planning yang didesain khusus untuk PAL tidak hanya untuk mengelola proyek di internal PAL tetapi juga untuk menjalankan peran sebagai multiyard leader. Lewat transformasi yang mengedepankan digitalisasi, PT PAL akan terlahir kembali dengan wajah baru yang lebih modern sebagai lead integrator of Indonesian Multiyard 4.0, berdiri di tonggak terdepan, dan menggetarkan industri perkapalan dunia.

Mulai dari Kapal Patroli

Sudah lama PT PAL dikenal memiliki kemampuan membuat berbagai jenis kapal niaga, baik untuk kebutuhan domestik maupun ekspor. Produk dimaksud mulai dari kapal perintis untuk penumpang dan barang, kapal LPG/LNG carrier, hingga kapal tanker yang memiliki kapasitas 30.000 DWT.

Walaupun sudah terbiasa menggarap kapal niaga, bukan berarti PT PAL serta-merta mampu membuat kapal perang. Produksi kapal perang lebih kompleks dan teknologinya selalu bersifat termutakhir atau state of the art. Dengan demikian kapal perang yang dihasilkan harus mengikuti perkembangan jaman dan dapat mengimbangi kekuatan lawan atau bahkan menghadirkan kekuatan detterrence.

Bagi PT PAL yang berasal dari negara berkembang, tidak mudah mendapat knowledge dan akses teknologi kapal perang termutakhir. Apalagi Indonesia tidak menjadi bagian aliansi kekuatan dunia. Karena itu, di tengah keterbatasan kapasitas SDM, anggaran, jejaring negara sahabat, dan lainnya, berbagai kerjasama b to b atau g to g, diplomasi politik, dan berbagai terobosan kreatif lain niscaya harus dilakukan. Selain kerja sama dengan negara atau perusahaan lain, PT PAL juga perlu berkolaborasi BUMN atau industri swasta terkait.

Beruntung Indonesia memiliki PT PAL yang merupakan center of excellence industri maritim. Dengan pengalaman yang dimiliki dan SDM handal, PT PAL bisa dengan mudah menyerap transfer kompetensi dari kerja sama yang dilakukan dengan pihak lain seperti dikemas dalam bentuk transfer of technology (ToT).

Secara faktual tidak mudah memainkan peran seperti PT PAL. Contoh kongkretnya adalah gagalnya Boustead Naval Shipyard (BNS) Malaysia memenuhi target pengerjaan kapal littoral combat ship (LCS) Maharaja Lela yang mengambil platform kelas Gowind dari Prancis. Walaupun ada bau korupsi, nir-pengalaman dan ketidakmampuan SDM juga menjadi faktor penentu kegagalan.

Keberanian PT PAL membangun Fregat Merah Putih saat ini tentu setelah melalui proses panjang, yang dimulai dengan jenis kapal lebih kecil atau kapal patroli. Momentumnya dimulai dari pembangunan kapal fast patrol boat (FPB) 57 m. Awalnya, 4 buah FPB-57 (KRI Kakap kelas) batch pertama dibuat di galangan kapal Lurssen, Jerman. Pada batch kedua, PT PAL kemudian dipercaya merakit 4 FPB-57 (KRI Andau kelas). Baru pada batch ketiga perusahaan anak bangsa sepenuhnya membangun 2 FPB-75 (KRI Pandrong kelas), dan pada era 2000-2004 telah berani mengembangkan 4 FPB-57 (KRI Todak kelas).

Masih di kelas kapal cepat, PT PAL juga telah memproduksi empat kapal cepat rudal (KCR) KRI Sampari kelas, yang konon menggunakan platform FPB. Belakangan, BPPT melakukan kajian review desain KCR 60 meter ini dengan arah menyusun desain standar KCR-60 yang mengacu pada operational requirement, spesifikasi teknisTNI AL, serta menyesuaikan aturan dan regulasi sehingga kapal memiliki performa lebih baik. Pasca-review, PT PAL belum lama ini merilis KRI Kapak-625 dan KRI Panah-626.

Tonggak penting PT PAL membangun kapal lebih besar terjadi saat Indonesia bekerja sama dengan Damen Schelde Naval Shipbuilding Belanda membangun empat KRI Diponegoro kelas. Dengan perjanjian ToT, pembangunan yang awalnya sebagian besar dilakukan di negeri Belanda, selanjutnya dilakukan di PT PAL. Masih bekerja sama dengan DSME, PT PAL juga dipercaya membangun fregat perusak kawal rudal (PKR) KRI Martadinata (331) dan KRI I Gusti Ngurah Rai (332).

Pada saat hampir bersamaan PT PAL juga mendapat amanat untuk membuat kapal jenis landing platform doc (LPD) bekerja dengan Daewo Shipbuildings & Marine Engineering Korea Selatan (Korsel). Skema ToT saat itu, dua kapal awal dibangun di negeri gingseng tersebut, yakni KRI Makassar (590) dan KRI Surabaya (591).

Berangkat dari desain LPD tersebut dan kompetensi yang telah diraih, PT PAL kemudian membangun KRI Banjarmasin (592), KRI Banda Aceh (593), KRI Semarang (594). Masih memanfaatkan platfrom yang sama, TNI AL kemudian juga memesan kapal bantu rumah sakit (BRS) dan menghasilkan KRI dr Soeharso (990) dan KRI dr Wahidin Soedirohusodo (991).

ToT dari LPD dari Korea Selatan ini terbilang sangat sukses. Dengan daya kreativitas talenta SDM yang dimiliki, PT PAL berhasil memenangkan tender pembangunan dua kapal SSV dari Filipina dengan mengalahkan negara asal kapal, Korsel. Kapal dimaksud adalah BRP Tarlac dan BRP Davao del Sur yang dirilis pada 2016 dan 2017. Puas dengan karya PT PAL, kembali memesan dua kapal sama yang kini mulai digarap PT PAL.

Selain LPD, Indonesia juga mendapat ToT pembangunan kapal selam dari Korea Selatan. Kapal selam Changbogo kelas itu adalah KRI Nagapasa, KRI Ardadedali, dan KRI Aluguro. Kapal selam terakhir dibangun di PT PAL. Walaupun muncul suara sumbang, Indonesia telah menunjukkan kemampuannya membangun kapal selam yang terbilang sangat sulit. Tak banyak negara memiliki kompetensi tersebut, bahkan di ASEAN hanya Indonesia yang bisa membuat kapal selam.

Pondasi Kuat

Proses belajar panjang atau step by step yang dimulai dari membuat kapal FPD, KCR, LPD, hingga korvet dan light fregat kelas Sigma, PT PAL telah meraih ilmu dan pengalamanan. Transfer pengetahuan dan kompetensi yang diraih merupakan pondasi kuat bagi perseroan menerima tantangan lebih membangun kapal Fregat Merah Putih.

Karena itu, meskipun pembangunan pada tahap awal fregat kebanggaan Indonesia tidak lagi dilakukan di negara asal pemilik desain, Inggris-seperti lazim dilakukan sebelumnya, pemerintah percaya diri menyerahkan pembangunan Fregat Merah Putih kepad PT PAL mulai dari keel laying.

Pemerintah juga tidak khawatir pembangunan fregat tersebut akan terganggu karena secara bersamaan PT PAL juga mengerjakan proyek MRSS dari Filipina. Selain karena cukupnya ketersediaan tenaga ahli dan kapasitas produksi, kehadiran konsep Industri Maritim 4.0 akan membuat perusahaan bekerja lebih efisien dan cepat. Sebagai informasi, demi menggenjot kapasitas PT PAL tersebut, pemerintah telah menyuntikkan penyertaan modal negara (PMN) sebesar Rp1,28 triliun.

PT PAL tentu tidak boleh puas cukup membangun fregat atau LPD. PT PAL harus terus mengembangkan kompetensi dan berinovasi agar bisa memenuhi kebutuhan kapal perang sesuai dengan kebutuhan TNI AL. Sejauh ini PT PAL sudah menawarkan beberapa inovasi konsep perang kapal multirole support ship (MRSS). Kapal ini sejenis dengan LPD tapi lebih panjang hingga mencapai 160 meter lebih.

Selain itu PT PAL juga sudah membuat konsep kapal landing platform helikopter (LPH) sepanjang 244 m. Sudah barang tentu perwujudan konsep yang dibuat PT PAL tergantung pesanan, khususnya dari pemerintah. Berdasar proses belajar yang telah dilalui membangun kapal selam Changbogo, diyakini PT PAL sudah siap bila pemerintah memberi kepercayaan membuat kapal selam, termasuk kapal selam Baraacuda made in Naval Group Prancis.

Selain proyek hasil ToT, PT PAL juga harus berani dan mampu secara mandiri merancang berbagai varian kapal perang untuk menjawab kebutuhan TNI AL. Sebagai lead integrator industri perkapalan nasional, PT PAL dituntut menunjukkan perannya memimpin dan mengonsolidasi potensi inhan nasional yang dimiliki Indonesia. Langkah ini misalnya sudah dilakukan PT PAL bersama PT Lundin mengembangkan fast missile boat (FMB).

Bila learning process terus dilakukan PT PAL untuk mengembangkan kompetensinya, harapan PT PAL bisa menggetarkan industri perkapalan dunia dan bersaing mengisi ceruk pasar kapal perang dunia bukan sekadar mimpi.
(hdr)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1799 seconds (0.1#10.140)