Sang Pencerah (2010)

Ini penjabaran Hanung Bramantyo terhadap kisah hidup dan perjuangan KH. Ahmad Dahlan, sang pendiri Muhammadiyah.

Mari kita telaah plus minusnya:

Minus:

  • Zaskia Adya Mecca menjadi titik lemah ensembel akting para pemain Sang Pencerah. Aktingnya datar. Ironisnya dia didapuk sebagai Casting Coordinator dalam produksi film ini
  • Art Direction-nya rada aneh. Yogyakarta digambarkan sebagai kota yang mendung hampir setiap saat
  • Konflik persoalan yang antiklimaks. Ternyata hanya gara-gara salah dengar antara “residen” dengan “presiden”
  • Lagi-lagi lagu soundtrack oleh Rossa…  B . O . S . A . N .

Plus:

  • Akting handal Lukman Sardi, Slamet Rahardjo, Sujiwo Tedjo
  • Pesan perjuangan KH. Ahmad Dahlan serta tujuan pendirian Muhammadiyah yang mengutamakan pendidikan, nyampe ke benak para penonton yang baru mengenal siapa itu beliau. Saya suka adegan sewaktu beliau diberikan kesempatan untuk mengajar agama Islam di sekolah kumpeni untuk anak-anak ningrat. Beliau mengajak berpikir mengenai suatu hal yang sederhana secara logika. Cerdas!!
  • Setting Keraton Yogyakarta, Alun-alun, Stasiun Tugu, Stasiun Lempuyangan 100 tahun yang lalu yang meyakinkan. Favorit saya Stasiun Tugu kumplit dengan kereta api jaman baheula. Klasik.
  • Giring Ganesha, Ricky Perdana, Mario Irwinsyah, Dennis Adhiswara, Abdurrahman Arif sebagai punakawan murid-murid setia KH. Ahmad Dahlan. Catatan untuk Dennis yang perannya masih stereotype komikal. Kadang terasa berlebihan. Sori, ini bukan Jomblo (2006)
  • Pace film yang cukup ketat. Hanung tidak memberikan tempat untuk melodrama yang menguras air mata. Cerita disampaikan secara cepat dan padat.
  • Lukman Sardi bermain biola. Like father like son. Keren!

Secara keseluruhan Sang Pencerah jauh lebih menarik ditonton bila dibandingkan dengan Ayat-ayat Cinta (2008), karya Hanung yang terasa begitu berat dengan pesan agama dan terlalu bertele-tele jalan ceritanya.

Leave a comment