Headline
Dari Festival Cannes Berlanjut ke Circle Dunia
Dengan memboyong lima produser Tanah Air, Indonesia ambil bagian dalam Marche du Film, yang merupakan pasar film terbesar di Festival Film Cannes.
Dengan memboyong lima produser Tanah Air, Indonesia ambil bagian dalam Marche du Film, yang merupakan pasar film terbesar di Festival Film Cannes.
Setelah sempat terjerembap dalam liang degradasi, sejumlah klub dengan nama besar di Eropa akan kembali naik ke kasta tertinggi lagi, musim depan. Siapa saja mereka?
KARYA penyair flamboyan WS Rendra (1935-2009) selalu mendapatkan tempat tersendiri dalam ingatan para pembaca tercinta, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Pada edisi ini, Sajak Kofe menyajikan karya lawas Rendra muda yang dibuatnya seusai menghadiri undangan Festival Pemuda dan Pelajar di Moskwa, Soviet Rusia, pada Musim Gugur 1957. Sajak-sajak di sini disarikan dari sejumlah literatur sebagai in memoriam, suatu cara untuk mengenang kembali kiprah Rendra sebagai tokoh sastra dan dedikasinya yang tinggi dalam ranah perpuisian Indonesia.
Hatiku terbaring telanjang di meja
di atas piring
di samping pisau, senduk, dan garpu,
selagi aku duduk di kursi putih
dengan koran tak bisa dibaca
di pangkuanku.
Pintu balkon yang terbuka menampakkan terali yang hitam
serta langit yang tua renta.
Bayangan gelas dan teko porselin
dipantulkan kaca pintu.
Kemudian nampak pula diriku;
Wajahku yang sepi setelah dicuci,
hatiku yang rewel dan manja.
Siapa pula aku tunggu?
Siapa atau apa?
Perawat datang dengan wajah yang heran.
la menggelengkan kepala:
"Kamerad tak makan?”
"Lyuda, aku tak bisa makan.
Tak bisa kumakan wajah kekasih
tak bisa kuminum ibuku bersama susu
dan tak bisa kuusap mata adik dengan mentega!"
Ia mengangkat bahu dan bertanya.
Ah, ia toh tak tahu bahasa rindu!
Apabila ia lenyap dari pintu
dengan langkah lunak di atas permadani
ia tak akan tahu
bahwa waktu pernah beku dan berhenti
segala bunyi dan warna tanpa makna
dan bahkan
bagi mimpi, duka, derita, maupun kebahagiaan
tak ada pintu yang membuka.
Di hari Minggu
Valya tertawa
dan rambutnya yang pirang
terberai.
Di atas biduk yang kecil merah
kami tempuh air
melewatkan jam-jam yang kosong.
Berpuluh pohonan
tumbuh di dua tepi sungai
bagai jumlahnya dosa kami.
Semua daun
berubah warna. Musim gugur sudah tiba.
Di atas air yang hijau
kami meluncur
diikuti bayang-bayang yang kabur.
Melewati lengkungan jembatan
bagai melewati lengkungan kekosongan.
Musim gugur sudah tiba.
Valya tertawa
dadanya terguncang
di dalam sweaternya.
Musim gugur sudah tiba.
Melalui caviar dan vodka
kami langgar sepuluh dosa.
Di atas kain meja yang putih
terbarut tindakan yang sia-sia.
Botol-botol anggur yang angkuh
dan teman wanita yang muda
adalah hiasan malam yang terasa tua.
Hari-hari yang nampak koyak-moyak
disulam dengan manis oleh wajahnya.
Dalam kepalsuan
kami berdua bertatapan.
Bahunya yang halus berkilau biru
oleh cahaya lilin dan lampu.
Pintu-pintu berpolitur
dengan tirai untaian merjan.
Sementara musik berbunyi
jam berapa kami tak tahu.
Di atas kursi Perancis kami bertukar senyum
dan tahu
masing-masing saling menipu.
Dengan gelas-gelas yang tinggi
kita membunuh waktu
dalam dosa.
Bila begini:
Manusia sama saja dengan cerutu
bistik atau pun whiski-soda
berhadapan dengan waktu
jadi tak berdaya.
Di sepanjang Stretenski Boulevard
kuseret langkahku
dan kebosananku.
Di bawah naungan pepohonan rindang
di sepanjang jalan bersih dengan bunga-bungaan
kucekik kebosananku
dalam langkah-langkah yang lamban.
Di Stretenski Boulevard
di bangku panjang
di antara pasangan berciuman
dan orang tua membaca buku
kuhenyakkan tubuhku yang lesu
kuhenyakkan kebosananku.
Maka
sambil diseling memandang
pasangan yang lewat bergandengan
dan ibu mendorong bayi dalam kereta
kupandang pula di depanku
kelesuanku dan kejemuanku.
Terang bukan soal kesepian
di tengah berpuluh teman
dan wanita untuk berkencan.
Masing-masing orang punya perkelahian.
Masing-masing waktu punya perkelahian.
Dan kadang-kadang kita ingin sepi serta sendiri.
Kerna, wahai, setanku yang satu
bernama kebosanan!
Di sepanjang Stretenski Boulevard
di sepanjang Stretenski Boulevard
di tempat yang khusus untuk ini
kuseret langkahku
dan kebosananku.
Lalu kulindas
di bawah sepatu.
Apabila kita bertiarap di bukit yang damai
kita mengarah lembah
dengan gelagah dan semak-semak berbunga.
Di langit yang bersih terpancanglah matahari
sepanjang tahun selalu bercaya.
Maka angin lembah bertiup dengan merdeka.
Suara yang gaib memanggilku.
Tangan yang gaib melambaiku.
Sebatang sungai yang putih sebagai pita
mengalir jauh di tengah
selalu bernyanyi bagai sediakala
sedang jalan kereta api menjalar di sebelahnya.
Keretanya lewat dengan asap yang jenaka
mencorengkan warna kelabu di udara
disapu angin kemarau
dalam permainan dan semangat remaja.
Permainan dan derita bangsaku.
Lebih jauh lagi
setelah warna hijau dan putih ini
bumi berwarna kuning kerna padi telah menua
dan di bawah matahari jerami berwarna bagai tembaga.
Orang-orang yang coklat bergerak di tanah coklat.
Mereka bekerja dan mencumbu tanahnya.
Maka sambil menghadap kesuburan
rumah-rumah di kiri berjongkok dengan tentram.
Tempat berpagut jiwa bangsaku.
Bagai titik-titik beragam seratus warna
berterbanganlah burung-burung dan kupu-kupu
malaikat kehidupan dari bumi.
Dan sebuah jalan yang kelabu
dari kanan menuju ke cakrawala
menuju kota.
Mobil yang kecil dan biru
lewat di atasnya.
Suara yang gaib memanggilku.
Tangan yang gaib melambaiku.
Tangan bangsa ini harus dikepalkan.
Bukit dan lembah ini harus bermakna.
Harus diberi makna.
Di kali perempuan telanjang dan mencuci
mereka suka bernyanyi tentang harapan yang sederhana dan tentang kerja lelakinya.
Sedang di tepi sungai
rumpun bambu bergoyangan
Victor yang baik,
percik darah yang pertama
di bumi ini tumpahnya.
Menaranya cukup tinggi
tapi menggapai sia-sia.
Pintunya mulut sepi
rapat terkunci
derita lumat dikunyahnya.
Bacaan rujukan
¹ Jaconiah, Iwan dkk. Doa Tanah Air: suara pelajar dari negeri Pushkin (Antologi Puisi). Jakarta: Pentas Grafika, 2022.
² Rendra, W.S. Sajak-sajak Sepatu Tua (Kumpulan Sajak). Jakarta: Burungmerak Press, 2010.
³ Soemanto, Bakdi. Rendra: Karya dan Dunianya (Biografi). Jakarta: Grasindo, 2017.
Willibrordus Surendra Bawana Rendra, lahir di Solo, Jawa Tengah, 7 November 1935 – wafat di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009, lebih dikenal dengan nama WS Rendra, Surendra Broto, dan Rendra saja. Ia adalah penyair, dramawan, dan sutradara teater. Pada 1954, Rendra diundang oleh Pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk menghadiri seminar tentang kesusastraan di Universitas Harvard. Ia pulang ke Indonesia dan kembali ke AS lagi dengan beasiswa untuk studi di American Academy of Dramatic Arts, New York City (1964-1967). Buku kumpulan puisinya, yaitu Ballada Orang-orang Tercinta (1957), Empat Kumpulan Sajak (1961), Blues untuk Bonnie (1971), Sajak-sajak Sepatu Tua (1972), Potret Pembangunan dalam Puisi (1993), dan Disebabkan oleh Angin (1993). Dalam teater, ia menulis naskah drama Mastodon dan Burung Kondor (1972) yang sangat terkenal. Ia banyak melakukan eksperimen-eksperimen dalam teater. Sejumlah penghargaan pernah ia raih, antara lain Hadiah Sastra Nasional dari Badan Musyawarah Kebudayaan Nasional sebagai penyair terbaik 1955-1956, Hadiah Seni dari Pemerintah RI (1970), Hadiah Akademi Jakarta (1975), Penghargaan Adam Malik (1989), The S.E.A. Write Award (1996), dan Penghargaan Achmad Bakri (2006). Ilustrasi dan foto: MI/Bengkel Teater Rendra/Antara. (SK-1)
"Bisa disimpulkan kalau market peminat puisi dan sastra ini sebenarnya banyak, tetapi belum ada yang mengakomodir, belum ada rumahnya. Inisiatif saya membuat rumah itu, komunitas,"
Joko Pinurbo meninggal dunia pada Sabtu, 27 April 2024. Jokpin, panggilan Joko Pinurbo, sempat mengalami sakit sejak beberapa hari sebelum menghembuskan napas terakhir.
Perpaduan antara humor dan ironi dikemas Joko Pinurbo dalam karya apik yang jenaka dan menyentil kenyataan sosial kita.
Barangkali saat bocah-bocah ingusan baku hantam, mereka sedang lupa tentang tonggak lahirnya sumpah sejarah bangsa.
Jika kebenaran lebih baik; itu bukan niat jahat seseorang, melainkan keinginannya.
Sudahlah ibu, mereka tak bakal tahu bukan lantaran minyak goreng langka.
Untuk membuat puisi yang baik, diperlukan rima yang baik. Karenanya, penting bagi penulis puisi untuk mengenal rima.
Puisi terus berkembang dan beradaptasi mengikuti perkembangan zaman.
Berikut 10 syair Rabiah Al-Adawiyah. Syair-syair Rabiah Al-Adawiyah tersebut dikutip dari berbagai para ulama.
Berikut lima sajak Rabiah Al-Adawiyah di tulisan kedua ini.
Mau tahu syairnya? Berikut beberapa syair puisi cinta Allah Rabiah Al-Adawiyah yang hingga akhir hidupnya tidak menikah.
Copyright @ 2024 Media Group - mediaindonesia. All Rights Reserved