Diprediksi Terjadi Akhir Tahun, Kenali Dampak Badai Matahari Pada Bumi

- 23 Desember 2023, 14:40 WIB
Diprediksi Terjadi Akhir Tahun, Kenali Dampak Badai Matahari Pada Bumi
Diprediksi Terjadi Akhir Tahun, Kenali Dampak Badai Matahari Pada Bumi /

Malanghits.com, Fenomena Badai Matahari diprediksi akan terjadi pada akhir 2023. Sebelumnya, para ahli memperingatkan fenomena tersebut bakal mencapai masa puncaknya pada 2025 mendatang.

Badai Matahari merupakan lonjakan pelepasan energi yang terjadi melalui titik-titik tertentu yang dipicu karena terjadinya gangguan magnetik seiring tidak seragamnya kecepatan rotasi bagian permukaan Matahari dan interior Matahari.

Ketidakseragaman kecepatan rotasi tersebut membuat garis gaya magnetik matahari dapat saling berbelit dan membentuk busur yang menjulur keluar dan fotosfer.

Baca Juga: Waspada! BMKG Pantau Dua Siklon Tropis di Wilayah Indonesia

Nah busur-busur tersebut pada akhirnya memerangkap plasma Matahari, yang di satu saat akan putus dan menghasilkan badai Matahari.

Lantas, apa dampaknya jika badai Matahari ini terjadi di bumi? Simak ulasan lengkapnya di sini.

badai Matahari adalah gangguan pada Matahari, yang dapat menyebar ke luar meliputi heliosfer, sehingga berdampak pada seluruh Tata Surya, termasuk Bumi.

Baca Juga: Dinas kearsipan dan Perpustakaan Buka Lowongan Kerja Untuk SMA/SMK

Jadi awalnya, sebuah teleskop NASA menangkap jilatan api atau suar Matahari terbesar dalam beberapa tahun terakhir.

Kejadian ini beberapa hari lalu, telah menghentikan komunikasi radio di beberapa bagian Bumi.

Matahari memuntahkan suar besar bersamaan dengan ledakan radio besar-besaran pada hari Kamis (16/12), menyebabkan interferensi radio selama dua jam di beberapa bagian Amerika Serikat dan bagian dunia lainnya.

Para ilmuwan di Administrasi Kelautan dan Atmosfer Nasional Amerika (NOAA) mengatakan "peristiwa luar biasa" ini adalah suar Matahari terbesar sejak tahun 2017.

"Ini kemungkinan merupakan salah satu peristiwa radio Matahari terbesar yang pernah tercatat," tulis NOAA.

Suar Matahari disebabkan oleh ledakan lokal di permukaan matahari yang mengeluarkan semburan radiasi elektromagnetik intens.

Salah satu Unit Layanan Cuaca Pusat Amerika, yang menyediakan prakiraan cuaca untuk penerbangan, mengatakan pihaknya belum pernah melihat hal seperti ini.

Beberapa pilot melaporkan gangguan komunikasi dan dampaknya terasa di seluruh AS. Letusan ini terjadi di bagian paling barat laut Matahari.

Solar Dynamics Observatory milik NASA menangkap aksi tersebut dalam sinar ultraviolet ekstrim, dan merekam gelombang energi yang kuat sebagai kilatan cahaya sangat besar dan terang.

Diluncurkan pada tahun 2010, pesawat ruang angkasa ini berada di orbit yang sangat tinggi mengelilingi Bumi untuk terus memantau Matahari.

Para ilmuwan sekarang memantau wilayah bintik Matahari ini dan menganalisis kemungkinan ledakan plasma dari Matahari, yang juga dikenal sebagai lontaran massa koronal, yang mungkin mengarah ke Bumi.

Ejeksi dalam jumlah besar dapat mengakibatkan badai Matahari dahsyat menimpa Bumi, yang dapat mengganggu sinyal radio frekuensi dan memicu cahaya utara atau aurora.

Matahari memang mendekati puncak siklus matahari sekitar 11 tahun, dengan aktivitas bintik matahari maksimum diperkirakan terjadi pada tahun 2025.

Badai matahari ini berpotensi merusak satelit dan menyebabkan listrik padam. Menurut penelitian terbaru, peristiwa geomagnetik ini bahkan dapat mengganggu sistem kereta api karena dapat mengubah sinyal.

Beruntungya, fenomena Badai Matahari di Indonesia tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti di sekitar kutub bumi. Hal ini dikarenakan letak Indonesia yang berada di khatulistiwa.

Meski demikian, tidak berarti Indonesia bebas dari dampak badai matahari. Cuaca antariksa akan banyak berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit.

Peneliti Pusat Antariksa BRIN Johan Muhammad mengungkapkan, dampak yang dirasakan Indonesia tidak sebesar daerah yang berada di lintang tinggi seperti di sekitar kutub Bumi.

Hal ini dikarenakan letak Indonesia yang berada di khatulistiwa.

Meski begitu, tidak berarti Indonesia bebas dari dampak badai matahari. Cuaca antariksa akan banyak berdampak pada gangguan sinyal radio frekuensi tinggi (HF) dan navigasi berbasis satelit.

Selain itu kata dia, karena semakin tingginya ketergantungan masyarakat di Indonesia terhadap teknologi satelit dan jaringan ekonomi global, maka gangguan pada satelit dan jaringan kelistrikan di wilayah lintang tinggi seperti kutub akibat cuaca antariksa tentunya juga dapat berpengaruh terhadap kehidupan manusia di Indonesia secara tidak langsung.***

 

Editor: Sam Legowo


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x