Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Bedug Raksasa dari Kayu Jati Utuh Sarat Nilai Sejarah

Foto : ISTIMEWA

bedug pendowo purworejo

A   A   A   Pengaturan Font

Saat berkunjung atau hanya melintas di kota Purworejo mampirlah ke masjid Agung Kauman Darul Muttaqin. Di masjid ini ada yang istimewa, bedug berukuran raksasa yang disebut dengan "Bedug Pendowo."

"Saya ke sini untuk menunjukkan pada ketiga anak saya adanya bedug raksasa yang bersejarah terbuat dari kayu jati utuh. Lokasinya dekat rumah saya dibesarkan," ujar Wahyu Astuti yang kini tinggal di Bogor.

Selain menunjukkan keberadaan bedug juga memperlihatkan tempat pohon jati sebagai bahan bedug. "Nanti saya akan tunjukkan juga tempat kayu jati itu pernah tumbuh. Lokasinya di dalam Puskesmas Bragolan, Kecamatan Purwodadi," tambah dia.

Bedug Pendowo sebagai alat untuk membunyikan suara penanda waktu salat ini memiliki ukuran yang luar biasa. Panjang 2,92 meter dengan diameter depan sepanjang 1,94 meter dan diameter belakang mencapai 1,8 meter.

Walaupun ditulis sebagai bedug terbesar dunia, ukurannya kini sudah kalah besar. Namun, dari sisi sejarah tidak kalah. Ukuran bedug di bawah milik Kota Yeongdong Gun, Provinsi Chungcheong Utara Korea Selatan yang dinobatkan oleh Guinness World Record sebagai bedug atau drum terbesar dunia.

Bedug Korea memiliki ukuran garis tengah 5,54 meter, tinggi 5,96 meter, dan bobot mencapai tujuh ton. Seuk Je Lee menyelesaikan bedug itu di Simcheon Myeon, Korea Selatan pada 6 Juli 2011.

Sebelumya, bedug yang disebut taiko di Jepang sebagai yang terbesar di muka bumi. Bedug raksasa yang dinamai Shitamachi itu, memiliki garis tengah 3,71 meter, dibuat tahun 1982, dan didaftarkan ke Guinness World Records pada 1989.

Bedug tersebut disimpan di Odaiko Hall, Takanosu, Distrik Kitaakita, Jepang. Bedug ini hanya akan ditabuh dua kali dalam setahun. Yakni saat Festival Tsuzuriko Odaiko, yangdiadakan setiap tanggal 14 dan 15 Juli.

Bedug Korea Selatan boleh memiliki ukuran lebih besar. Namun Bedug Pendowo memiliki keistimewaan pada bahannya baik kulit sebagai sumber suara, bahan kayu bedugnya, maupun proses pengiriman kayunya. Juga nilai sejarah, tentunya.

Dari sisi sejarahnya bedug ini dibuat untuk melengkapi sarana masjid yang selesai dibangun pada 1834 era pemerintahan Bupati Cokronegoro I yang sekaligus Bupati pertama Purworejo yang memerintah dari 1831-1856. Dia diganti anaknya, Cokronegoro II.

Mengutip laman Jatengprov.go.id, selesai Perang Diponegoro (1825-1830) Pemerintah Hindia Belanda mengangkat pemimpin dari kalangan pribumi untuk memerintah wilayah tanah Bagelen atau wilayah Purworejo saat ini.

Pada saat itu, Belanda memilih Kanjeng Raden Tumenggung Cokronegoro I, demikian gelar lengkapnya, sebagai bupati karena berjasa terhadap kekuasaan Kasunanan Surakarta yang membantu Belanda, dalam melawan Pangeran Diponegoro. Pada saat itu Bagelen merupakan salah satu titik kekuatan Diponegoro melawan Belanda.

Setelah pembangunan selesai, Bupati Cokronegoro I memiliki gagasan untuk melengkapi bangunan masjid dengan sebuah bedug yang harus dibuat istimewa sehingga menjadi tanda waktu salat. Bupati minta ukuran bedug harus besar agar bisa didengar dari kejauhan.

Adiknya yang bernama Mas Tumenggung Prawironegoro Wedana Bragolan menyarankan agar bahan bedug terbuat dari pangkal pohon jati. Pohon jati yang besar saat itu kebetulan berada di Dusun Pendowo, Desa Bragolan, Kecamatan Purwodadi.

Dari cerita yang diwariskan secara turun temurun, pohon-pohon jati yang berada di Dusun Pendowo telah berusia ratusan tahun. Cabangnya berjumlah lima dengan ukuran batangnya besar-besar. Pohon jati bercabang lima seperti jumlah tokoh Pandawa dalam pewayangan yang dipercaya memiliki sifat perkasa dan berwibawa.

Lokasi bekas pohon kayu jati tersebut kini berada di area Puskesmas Bragolan. Di dalamnya dibuat penanda dari bahan adukan pasir dan semen sebagai penanda bahwa dulu pohon jati yang menjadi bahan Bedug Pendowo tumbuh di tempat tersebut.

Tempat tumbuhnya pohon jati jika diukur saat ini berjarak 11,4 km dari alun-alun tempat masjid Agung Kauman Darul Muttaqin. Itulah mengapa perlu perjuangan tersendiri untuk memindahkannya.

Untuk memindahkan bedug, Bupati Cokronegoro I mengangkat Kyai Haji Muhammad Irsyad untuk memimpin proyek itu. Cara yang dilakukan dengan mengangkatnya secara beramai-ramai diiringi bunyi gamelan lengkap dengan penari tayub yang menanti di sepanjang pos pemberhentian. Setelah melalui perjalanan yang melelahkan, bedug sampai.

Agar bisa menutup seluruh diameter bedug, dipilih kulit banteng yang besar. Namun sayangnya kulit tersebut hanya bertahan sampai pada 3 Mei 1936, atau tepatnya setelah 102 tahun sejak pertama kali dibuat.

Sebagai pengganti kulit yang rusak dipilih kulit sapi ongole dan sapi pamacek yang berasal dari Desa Winong, Kecamatan Kemiri, Kabupaten Purworejo. Kulit tersebut bertahan sampai kini.

Agar kulitnya awet, Bedug Pendowo tidak ditabuh tiap hari, namun hanya pada hari Jumat dan hari-hari besar seperti pada Salat Idul Fitri dan Idul Adha, acara-acara keagamaan Islam lainnya. Bedug juga ditabuh pada detik-detik peringatan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top