Selasa 01 Oct 2013 14:32 WIB

Keistimewaan Arafah (bagian-1)

Rep: rosita budi suryaningsih/ Red: Damanhuri Zuhri
Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi (ilustrasi).
Foto: Antara
Jamaah haji saat wukuf di Padang Arafah, Makkah, Arab Saudi (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,

Arafah adalah tempat turunnya wahyu terakhir kepada Rasulullah SAW.

Sekalipun pergi ke Arab Saudi dan menjalankan ibadah, jamaah tersebut belum dibilang sah hajinya jika belum melakukan wukuf di Arafah. Betapa pentingnya rukun haji ini membuat Padang Arafah menjadi sorotan bagi umat Islam di seluruh dunia.

Padang Arafah berada di sekitar 25 kilometer ke arah timur Kota Makkah. Arafah merupakan area terbuka nan luas yang berada di atas bukit granit setinggi 70 meter. Pada 9 Dzulhijah padang ini dipenuhi oleh jutaan jamaah haji dari seluruh dunia untuk melaksanakan wukuf.

Arti nama Arafah, yaitu perkenalan karena di tempat inilah manusia pertama yang diciptakan, yakni Adam, bisa bertemu lagi dengan perempuan yang diciptakan dari tulang rusuknya, Hawa.

Adam dan Hawa terpisah selama 200 tahun karena mereka memakan buah terlarang di surga. Mereka kemudian mendapatkan hukuman dan diturunkan ke bumi secara terpisah.

Masih menjadi perdebatan hingga sekarang di mana tempat Adam dan Hawa ini diturunkan ke bumi. Namun yang pasti, mereka dipertemukan lagi di Arafah.

Kemudian memilih untuk hidup serta menghasilkan keturunannya di wilayah tersebut. Di sinilah pula sepasang manusia ini diampuni dosanya dan bertobat.

Peristiwa bersejarah lain yang terjadi di Arafah adalah saat Nabi Ibrahim yang mendapatkan wahyu untuk menyembelih putranya, Ismail.

Setelah mendapat mimpi tersebut, Ibrahim pun merenung, meminta petunjuk lain dari Sang Pencipta. Di satu sisi ia sangat menyayangi putra semata wayangnya itu, namun di sisi lain di sangat patuh dengan perintah Allah.

Ibrahim akhirnya menguatkan hati untuk menyembelih anaknya demi membuktikan keimanannya kepada Allah. Sang Pencipta yang melihat keteguhan hati Ibrahim itu pun menunjukkan kebesarannya.

Ia mengganti tubuh Ismail dengan seekor kibas. Ismail pun dibawa naik ke surga. Kisah inilah yang kemudian menjadi dasar bagi umat Islam untuk menyembelih seekor hewan ternak pada 9 Dzulhijah.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement