BUMDes

Aglonema, Si Cuan Dari Desa Kaliurip

Budidaya tanaman Aglonema menjadi komoditas yang kini dikembangkan oleh Desa Kaliurip, Purworejo. Menjadi andalan bagi BUMDes Kalimasada.

Khoirul Muzakki
Aglonema, Si Cuan Dari Desa Kaliurip
BUMDes Kalimasada Desa kaliurip, Purworejo mengembangkan tanaman hias Aglonema sebagai salah satu komoditas unggulan desa. Khoirul Muzzaki /

Aglonema (Aglaonema) cukup familiar di kalangan pecinta tanaman hias. Saat pamor tanaman hias lain redup, pasar Aglonema justru masih bertahan. Ini yang membuat banyak petani Aglonema mendulang keuntungan.

Peluang ini juga ditangkap Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) Kalimasada Desa Kaliurip, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa tengah. Sebagian dana desa dimanfaatkan untuk membangun rumah hijau (green house) tempat Aglonema dibudidayakan.

Meski waktu telah sore, Riyadi Ahmad, Pengelola BUMDes Kalimasada masih enggan beranjak dari kebun Aglonema di samping rumahnya. Indahnya ratusan tanaman Aglonema yang berada di dalam green house itu sayang untuk dilewatkan.

Riyadi kerap menghabiskan waktu seharian di kebun saat luang. Di situ pula ia kerap menjamu tamu yang bertandang. Seperti hari itu, Riyadi menyambut Fahrudin, tamu dari Magelang dengan suguhan kopi hangat.

Hubungan mereka sudah cukup dekat. Fahrudin adalah pedagang tanaman hias yang biasa memborong Aglonema milik Bumdes Kalimasada. Meski telah berlangganan, belum tentu ia pulang membawa bunga yang diinginkan. "Saya tawar Rp 800 ribu gak dikasih, saya naikkan Rp 1 juta tetap gak dikasih, " katanya tersenyum.

Berjam-jam Fahrudin merayu, Riyadi tetap memertahankan tanamannya. Fahrudin yang datang jauh-jauh dari Magelang harus gigit jari karena tanaman yang diinginkan ternyata tak dijual.

Meski ekonomi masyarakat terpuruk karena pandemi, bisnis Aglonema ternyata tetap bergeliat. Ini diakui Fahrudin yang merupakan ‘pemain’ lama Aglonema. Ia memutuskan fokus menekuni Aglonema karena tanaman hias itu selalu stabil pemasarannya.

Ia mengungkapkan, ada tren tanaman hias tertentu meledak sesaat hingga harganya melejit seketika. Misal tanaman Janda Bolong. Namun sebentar saja pamor tanaman itu lekas redup. Harganya anjlok hingga tidak laku di pasaran. Tapi ini tidak berlaku pada tanaman hias Aglonema. Entah mengapa, tanaman itu tak pernah kehilangan peminat. "Saya fokus jual Aglonema,”katanya

Riyadi Ahmad menjadi pelopor dalam mengembangkan budidaya Aglonema di Desa Kaliurip.
Riyadi Ahmad menjadi pelopor dalam mengembangkan budidaya Aglonema di Desa Kaliurip. Khoirul Muzzaki / Kanal Desa

Riyadi Ahmad adalah pelopor budidaya Aglonema di Desa Kaliurip. Kini ia dipercaya pemerintah desa untuk mengembangkan tanaman itu di bawah naungan BUMDes. Sejak kecil, pensiunan pengawas sekolah itu mengaku hobi dengan tanaman hias. Sebelum mengembangkan Aglonema, 2018 silam, ia lebih dulu membudidayakan Anggrek di dalam Green House.

Namun ia melihat tanaman itu punya kekurangan. Anggrek hanya indah ketika berbunga. Saat tidak lagi musim bunga, tanaman itu hanya nampak batang dan hijau daun yang tak lagi menarik baginya. Hingga suatu ketika, ia melihat ada Aglonema tak terawat di tempat penjual Anggrek. Beda dengan Anggrek, Aglonema tampak indah sepanjang masa tanpa harus menunggu berbunga. Sebab yang dinikmati dari tanaman itu adalah keindahan daunnya, dengan aneka corak dan warna.

Tanpa pikir panjang, ia memborong tanaman hias itu, di antaranya jenis Khocin dan Pride of Sumatera untuk dirawat di rumah. Tak dinyana, tanaman itu tumbuh subur di pekarangannya. "Saya beli satu pot Rp 20 ribu saat itu, " katanya

Tanaman itu pun terus berkembang biak hingga populasinya membeludak. . Riyadi awalnya tak berniat mempromosikan Aglonemanya untuk dijual. Sampai suatu ketika, di akhir 2019, tanpa sengaja, ibu-ibu yang sedang melaksanakan kegiatan jalan sehat mampir ke kebun Aglonemanya.

Ibu itu tertegun melihat keindahan Aglonema hingga tertarik mengabadikan gambarnya. Tanpa sepengetahuannya, foto Aglonema koleksinya tersebar di media sosial. Sejak saat itu kebunnya mulai dikenal. Pedagang Aglonema berdatangan untuk menawar.

Pedagang itu tak segan memborong Aglonemanya dalam jumlah besar. Dari situ Riyadi ketagihan. Ia baru sadar, tanaman itu ternyata punya prospek menjanjikan.

"Saat itu harganya masih Rp 25 ribu sampai Rp 40 ribu. Pedagang sekali ambil 50 pot,” ujarnya.

Purworejo memiliki banyak potensi yang bisa mendongkrak kesejahteraan masyarakatnya.
Purworejo memiliki banyak potensi yang bisa mendongkrak kesejahteraan masyarakatnya. Kanal Desa / Lokadata

Dikelola BUMDes

Potensi Aglonema yang menjanjikan membuat Pemerintah Desa Kaliurip tertarik mengembangkannya. Riyadi yang telah berpengalaman diminta memimpin BUMDes Kalimasada untuk memajukan usaha desa tersebut.

Riyadi yang awalnya menolak akhirnya mengiyakan amanat itu. Setelah direncanakan matang, Pemdes menggelontorkan dana desa untuk membangun green house dengan struktur baja ringan. BUMDes lantas memborong bibit Aglonema dengan varietas beragam, dari yang biasa hingga langka.

Selain Riyadi, ada empat pengurus lain yang berbagi tugas untuk mengelola BUMDes. Ratusan jenis Aglonema dengan nama berbeda berhasil dikembangbiakkan.

Saat banyak sektor usaha terpuruk karena Pandemi Covid 19, bisnis tanaman hias ini justru kian bergairah. Permintaan tanaman hias Aglonema meningkat tajam di masa pandemi.

“Pandemi banyak yang kerja di rumah. Mungkin jenuh di rumah, terus mereka isi kesibukan dengan merawat tanaman hias,”katanya

Aglonema sempat booming pada pertengahan tahun 2020, atau saat puncak masa pandemi Covid 19. Harga Aglonema pun melejit kala itu karena permintaan sangat tinggi. Tanaman yang biasanya seharga Rp 200 ribu per pot, melonjak menjadi Rp 700 ribu.

Kini, setelah pandemi mereda, permintaan Aglonema tidak lantas ikut drop. Hanya menurutnya, harga Aglonema saat ini cenderung kembali normal seperti mulanya sebelum pandemi. Ia mencontohkan Aglonema jenis Moonlight atau Esmeralda yang sempat melejit di harga Rp 2 juta per pot, kini kembali normal di kisaran harga Rp 1 juta.

Pemerintah Desa Kaliurip menyokong modal untuk usaha pengembangan Aglonema sebesar Rp 60 juta.
Pemerintah Desa Kaliurip menyokong modal untuk usaha pengembangan Aglonema sebesar Rp 60 juta. Khoirul Muzzaki / Kanal Desa

Sumbang Pendapatan Desa

Budidaya Aglonema ternyata memberikan keuntungan cukup menjanjikan bagi BUMDes. Mulanya, Pemerintah Desa Kaliurip menyokong modal untuk usaha itu sebesar Rp 60 juta.

Anggaran itu dipakai untuk membangun green house maupun instalasi lain, termasuk bibit Aglonema beragam jenis. Meski belum lama dirintis, BUMDes Kalimasada sudah berhasil meraup keuntungan.

BUMDes itu bahkan bisa menyumbang pendapatan desa Rp 10 juta tiap tahunnya. Itu sudah dipotong untuk operasional perawatan tanaman hingga komisi untuk masing-masing pengurus BUMDes.

Joko Tri, Kepala Urusan Perencanaan Desa Kaliurip mengatakan, sebelum memulai usaha itu, awalnya Pemerintah Desa memetakan potensi yang strategis untuk dikembangkan. Pemdes melihat tanaman Aglonema tumbuh subur, terutama di pekarangan milik Riyadi Ahmad. Analisa keuntungan dari bisnis itu juga cukup menggiurkan.

Dari potensi yang telah ada, pihaknya mencoba untuk mengembangkan. Melalui pengembangan itu, pihaknya berharap Aglonema bisa menjadi ikon Desa Kaliurip. Desa Kaliurip digadang menjadi pusat pengembangbiakan tanaman hias Aglonema. “Dulu tanaman itu warga sudah punya sebetulnya. Cuma tidak untuk bisnis,”katanya

Tetapi kemajuan BUMDes mengembangkan Aglonema bukan tujuan utama. Melalui usaha itu, Pemerintah Desa sebenarnya ingin memotivasi warga agar ikut menanam Aglonema. Dengan peluang yang menjanjikan, warga diharapkan tertarik untuk mengembangkan usaha sama. Masalah pemasaran, warga tak perlu khawatir. BUMDes Kalimasada yang sudah memiliki jaringan pemasaran bisa menjembatani atau membantu menjualkan.

Usaha itu juga tak menyita banyak waktu dan tenaga. Warga bisa menjadikannya usaha sampingan, sembari tetap menekuni matapencaharian utama sebagai petani atau lainnya. Pihaknya bahkan sudah sempat membagikan tanaman Aglonema ke warga secara cuma-cuma. Pihaknya menyadari, usaha tanaman hias berawal dari hobi merawat tanaman. Warga yang tak biasa merawat tanaman hias pasti akan segan. Karenanya, pihaknya ingin menanamkan kecintaan warga terhadap tanaman hias, hingga mereka tergerak untuk mengembangkannya kemudian.

Jika banyak warga yang ikut membudidayakan Aglonema, perekonomian desa diharapkan ikut terdongkrak seiring meningkatnya pendapatan warga. “Kita kasih satu-satu warga, yang penting mereka senang dulu merawat,”katanya

Ragam jenis Aglonema menjadi daya tarik mengapa tanaman ini masih disukai oleh masyarakat.
Ragam jenis Aglonema menjadi daya tarik mengapa tanaman ini masih disukai oleh masyarakat. Khorul Muzzaki / Kanal Desa

Tantangan

Si ratu daun Aglonema ternyata memiliki banyak jenis. Riyadi dan BUMDesnya bahkan memiliki ratusan jenis Aglonema. Jenis Aglonema dibedakan dari bentuk daun, motif hingga warnanya.

Ada Aglonema bermotif rumit layaknya batik, hingga bentuk daun menyerupai mangkuk. Warna daun Aglonema pun beragam, mulai hijau, kuning, merah, putih, hingga warna gelap, atau kombinasi dari beberapa warna berbeda.

Harga Aglonema pun beragam. Tidak ada patokan harga khusus untuk setiap jenis Aglonama. Ini tak lepas dari selera setiap orang yang berbeda sebagaimana benda hobi lainnya. Namun kejelasan tampilan daun biasanya jadi daya tarik tersendiri. Juga garis-garis daun yang tegas, selain motif dan bentuk daun yang unik.

Yang pasti, semakin langka jenis Aglonema itu, biasanya kian mahal harganya. Ini juga sebanding dengan perawatannya yang juga lebih sulit di banding jenis Aglonema biasa. Ia mencontohkan Aglonema Moonlight, Kanza, dan Lotus Delight yang lebih manja perlakuannya. “Ganti media saja, tanaman bisa lonyot. Kena penyakit kecil gak tahan,”katanya

Di antara sekitar 120 jenis Aglonema koleksinya, Riyadi bahkan memiliki koleksi satu tanaman Aglonema paling mahal. Tanaman itu dulu ia beli seharga Rp 20 juta. Ia pun mengklaim pemilik tanaman yang sampai saat ini belum ia lepas ke pasar itu sangat jarang.

Di luar cerita manisnya, bisnis budidaya Aglonema bukannya tanpa tantangan. Sebagaimana tanaman lain, Aglonema juga rentan terhadap penyakit atau hama. Sekali kena penyakit dan mati tanaman mahal itu, pemilik menanggung kerugian besar.

Seperti yang dia alami di musim penghujan lalu. Karena kelembaban tinggi, banyak tanamannya terserang jamur hingga pertumbuhannya tak maksimal dan mati. Jamur itu menyerang mulai pangkal batang hingga membusuk. Banyak tanaman yang tidak terselamatkan karena jenis penyakit itu sulit ditangani. Ia pun merugi sekitar Rp 25 juta.

Namun itu tak membuatnya putus asa. Ini menjadi pengalaman beharga. Riyadi kini menjadi lebih rajin memerhatikan tanamannya. Aglonema masih menjanjikan asa.

“Saya kalau ada untung saya belikan lagi bibit Aglonema jenis lain. Sehingga koleksi saya tambah banyak. Jadi modalnya dari situ, gak rugi sebenarnya,”katanya

Baca Lainnya